Gue mematut diri di depan cermin setelah mengganti kebaya menjadi kaos dan celana jeans. Ya, gue mengiyakan ajakan si monster menyebalkan bernama Abi itu untuk menemaninya belanja baju. Dan sekarang, gue mengutuki tindakan gue yang langsung mengiyakan ajakannya.
Demi apapun gue nggak tertarik pas dia ngajakin. Namun seperti dapat menghipnotis, si Abi galon itu membuat gue mengiyakan apa kata-katanya. Kayaknya gue dipelet. Tapi nggak mungkin juga sih karena tiap malem Jum'at Bunda hobi yasinan di rumah, katanya buat ngilangin roh halus penyebab gue gak nikah-nikah. Jadi ya istilahnya ini badan gue gak mempan dipelet gitu-gitu.
Okey, back to penampilan gue yang sudah stunning ini. Tadi gue nyuruh si galon itu untuk menunggu di lobi terlebih dahulu dan gue ke kamar untuk ganti baju. Ya kan nggak mungkin gue ke mall pake kebaya, mau fashion show anak SD ntar disangkanya.
Setelah memastikan penampilan gue haqiqi, gue segera beranjak meninggalkan kamar. Menuju lobi tempat dimana si galon nungguin gue. Sesampainya di lobi gue melihat raut wajahnya capek gitu. Sumpah gue kasihan. Apa gue aja ya yang ke mall dan biarin dia tidur di hotel?
Sial, kenapa gue jadi baik hati gini? Dan baik hati sama si galon? Cih!
"Yuk." Ajak gue.
"Hm." Hanya itu jawabannya. Oke.
Setibanya kita di pintu keluar hotel, mobil Innova hitam berhenti di depan kita. Gue mempersilahkan si galon aer ini masuk terlebih dahulu.
"Pak Jaya, ke Rita Supermall ya." titah gue pada supir pribadi keluarga Rachmadi ini. Oh iya, Rachmadi itu kakek gue dari Bunda. Jadi di Purwokerto itu keluarga besarnya Bunda, sementara keluarga besar Ayah di Bogor.
Gue memperhatikan wajah kelelahan di samping gue ini. Sumpah gue gatel banget pengen nyubit pas mata si galon udah liyer-liyer nggak jelas gitu.
"Lo ngantuk Bi?" tanya gue. Sok perhatian banget elah Tis!
"Hm." Jawabnya. Hanya anggukan kecil dan gumaman tak bermakna yang keluar dari pita suaranya.
5 menit setelah mobil yang kita tumpangi melaju, si galon sudah terlelap. Aseli ini cowok kalo diem tidur gini ngademin deh. Ah gue gak suka kenyataan bahwa diri gue gampang banget hanyut sama pesona laki ganteng. Kalaupun iya kenapa harus manusia rese yang mengacaukan hidup gue ini yang gue bilang ganteng?
"Nggak usah ditatap intens gitu Mbak, ntar naksir." Ebusetttt, ini makhluk astral tiba-tiba bersuara. Dan membuat pipi gue merona merah. Anjir gue malu ketauan ngeliatin dia.
Gue mengutuk diri gue sendiri. Dan si galon dengan senangnya tertawa terbahak-bahak. Seketika gue langsung memalingkan wajah menghadap jendela.
"Kenapa? Malu ketauan gue?" tanyanya yang membuat emosi gue memuncak. Pede abis lo. Hah!
"Apaan sih? Ada laler di idung lo tadi!" bentak gue dingin.
"Yakali? Kalau ada lalernya ini idung udah gatel." Jawabnya. Seperti menuding gue berbohong. Padahal emang iya.
"Udah deh Bi." Gue merajuk.
Setelah menempuh perjalanan selama 15 menit, kamipun tiba di Rita Supermall. Gue mengucapkan terimakasih ke Pak Jaya dan beliau akan menunggu di parkiran hingga kami selesai berbelanja.
Gue hanya mengikuti si galon ini dari belakang, karena dia yang menjadi subjek utama dari kunjungan kami ke mall ini.
Dia berhenti di salah satu department store dan memilih-milih kaos serta celana jeans. Gue merasa bosan dan berinisiatif untuk melihat-lihat ke bagian pakaian wanita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eensklaps | PUBLISH ULANG VERSI WATTPAD
General FictionKebetulan itu hanya membumbungkan harapan. Jika sudah di puncaknya, manusia menilai alam semesta berkonspirasi untuk mempertemukan sebuah kenyataan. Dan gue, tak menganggap kebetulan adalah sesuatu yang harus gue puja-puja. -Balerin Nastisha (Tisa...