EPILOG

24.6K 2.1K 147
                                    


Abi

"Saya terima nikah dan kawinnya Balerin Nastisha binti Barga Hendrawan, dengan mas kawin tersebut, tunai!"

SAH!

Alhamdulillah.

Akhirnya Tisa jadi istri gue! Istri woy, istri!

Terbahagia sepanjang 28 tahun Allah memberi gue kehidupan di dunia yang fana ini.

Terlihat di samping gue, Tisa berusaha menghapus air matanya. Gue mencoba merangkul pundaknya. Mendaratkan satu kecupan di dahinya. Sekarang mau nyium Tisa kapan saja boleh. Sah ini.

"I love you," bisiknya saat gue selesai memasangkan cincin di jari manisnya.

Gue tersenyum, "Aku takut kamu bosen aku ngomong cinta kamu terus."

Tisa tertawa kecil, semua mata memandang ke arah kami. Namun hanya gue, Tisa dan Allah lah yang tahu apa yang sedang kami bicarakan.

Akhirnya perjalanan gue mencari pendamping hidup berakhir. Semoga Allah menjadikan gue dan Tisa satu hingga maut memisahkan.

Kebetulan tak selamanya buruk ternyata. Walau di awal gue tidak mempercayainya, namun sekarang juga tidak percaya sih, tapi bersama Tisa gue menyadari satu hal. Apa yang kita yakini, teruslah diusahakan bersama. Karena bisa jadi, jawaban atas doa-doa kita, ada pada keyakinan kita tersebut. Seperti gue yang meyakini bahwa Tisa ialah jodoh terbaik yang Allah beri buat gue. -Abi, 28 tahun, lelaki tampan namun sudah punya istri yang cantik dan baik hati dan tidak sudi merawat pelakor.


Tisa

Tisa officially jadi tukang pungut bajunya Bapak Abizar Gallen Wimala seumur hidup, inshaAllah.

Setelah kemarin gue dan Abi melaksanakan ijab kabul dan resepsi, pagi ini kami berdua bangun kesiangan. Acara semalam benar-benar menguras tenaga sekali. Walau gue tidak mengenakan aksesoris aneh-aneh atau yang bikin berat gitu, namun berdiri berjam-jam dan senyum terus tanpa henti bikin kesehatan kaki gue melemah. Alhasil, malam pertama kami lewatkan dengan tidur saling berpelukan tanpa melakukan apapun layaknya pasangan melakukan malam pertama. Masih pada pakai baju lagi. Syukur deh, kalau tadi malam sudah gas pol bisa-bisa pagi ini gue nggak bangun sama sekali.

Gorilla ganteng masih terlelap disamping gue. Wajah lelahnya semakin menarik dipandang. Oh God! Kalau udah jadi suami Abi semakin seksi gini rupanya. Hormon-hormon sialan gue mulai berdatangan.

"Abi, bangun yuk. Udah jam sembilan. Kamu nggak laper?" tanya gue sambil mengguncangkan punggung tengkurapnya.

"Bentar, Yang," Abi menjawab dengan suara berat. Kasihan.

"Yuk ah. Ntar breakfast-nya habis." Kami memang menghabiskan malam dengan menginap di hotel tempat kami melaksanakan resepsi. Menghemat waktu dan tenaga.

"Abiiiiiiiiiiii," sekali lagi gue guncang tubuhnya.

Gue mendekat ke wajahnya yang ia benamkan di selimut tebal kamar hotel. Gue endus-endus pipi dengan rahang kuat itu. Rambut halus yang bertumbuh di sepanjang rahangnya membuat gue geli, Abi mulai terganggu tidurnya.

"Yang, udah deh, aku ngantuk." Tolaknya.

"Abi sayang, istri kamu lapar loh," bujuk gue. Seriusan ini gue laper banget.

Gue tarik lengannya. Sebodo amat dah ini gorilla ngamuk. Gue udah nggak bisa nahan laper.

Setelah berjuang menarik lenganya yang berat ini, gue justru tertarik ke tubuh Abi. Ia membenamkan kepala gue di dadanya. Memeluk erat gue. dengkuran halus menyapu wajah gue.

Eensklaps | PUBLISH ULANG VERSI WATTPADTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang