Hera masih meronta-ronta. Sudah tiga jam ia disekap oleh pria kejam dengan tatapan membunuh yang tak lain adalah Hwang Hyunjung. Pria itu memang tidak segan-segan atas tindakannya. Tanpa memikirkan kondisi Hera yang saat ini hampir kehabisan nafas akibat tertutupnya ruang kamar itu, pria itu dengan tega meninggalkannya.
Jendela dan pintu sengaja dikuncinya tanpa membiarkan udara masuk. Penerangan pun remang-remang membuat keringat dingin bercucuran di dahi Hera. Ia sudah tidak tahan dengan penyekapan seperti ini. Hingga ia berpikir tentang dosa apa yang telah dilakukannya sehingga harus menerima hukuman seperti ini.
Tiga jam ia terduduk dengan tangan dan kaki yang terikat pada kursi kayu membuatnya pegal. Terlebih lagi pita suaranya mungkin sudah rusak akibat berteriak-teriak kencang yang percuma. Ia tahu, tidak ada yang bisa mendengar teriakannya karena plester melilit di bibirnya rapat-rapat.
Hera tidak bisa berpikir jernih, pikirannya penuh dengan kekejaman Hyunjung. Ia benci, bahkan sangat benci dengan Hyunjung. Bagaimana bisa emosi pria itu meledak hingga seperti ini?
Pusing. Ia tidak kuat lagi. Ia tertunduk lesu. Pandangannya sedikit mengabur. Nafasnya sudah tersenggal-senggal. Hampir saja ia kehilangan kesadarannya saat pintu kamar itu terbuka perlahan. Itulah yang Hera harapkan sedari tadi. Ia membutuhkan udara.
Hyunjung berada diambang pintu. Pakaiannya sudah berganti. Pria bertubuh tegap itu menghampiri Hera. Seketika matanya terbelalak saat melihat dari dekat kondisi gadis yang dicintainya itu. Tangannya spontan menyentuh dagu Hera agar mendongak memperlihatkan wajahnya.
"Hera! Apa kau baik-baik saja?!" tanya Hyunjung panik sembari berjongkok agar lebih sejajar dengan posisi Hera.
Dengan perlahan ia melepas plester yang menempel di bibir Hera. Dilihatnya lekat-lekat bibir ranum milik Hera yang awalnya berwarna merah muda menjadi pucat pasi.
"Hera apa kau sakit?!" tanya Hyunjung lagi sembari melepas tali yang melilit tubuh Hera dengan cekatan. Jika diingat ia dan Hera belum menyentuh makanan sama sekali. Perutnya masih kosong.
Setelah tuntas dilepaskannya tali-tali itu, kedua tangan Hyunjung menangkap wajah Hera seakan wajah itu akan jatuh jika ia tidak sigap mendekapnya. Air mata luruh perlahan ke pipi gadis itu. Hera terisak pelan. Tubuhnya lunglai, segera Hyunjung menangkapnya dengan posisi masih sama. Hyunjung tidak membiarkan Hera terjatuh, biar ia yang menjadi bantalannya.
"Kau jahat, Hyunjung." Bisik Hera berdesis nyaris tak bersuara.
Hyunjung membenamkan kepala Hera di ceruk lehernya. Membiarkan gadis itu menangis dan menyalahkannya sepuasnya. Ia mendekap Hera dalam pelukannya sembari mengelus lembut kepala gadis itu. Ia tahu ini adalah kesalahannya karena terbakar emosi sehingga membuat gadis yang dicintainya kesakitan.
"Maafkan aku, Hera," ucapnya singkat namun itu adalah ucapan dari hatinya yang paling dalam.
Sangat langka untuknya meminta maaf, kali ini ia melakukan hal yang diluar kewajaran maka sangat pantas untuknya mengeluarkan kata sakral itu.
"Aku tidak bermaksud menyakitimu, aku terbakar emosi. Kau boleh tidak memaafkanku, pukulah aku sepuasmu, tapi kumohon jangan membenciku," ucapnya lirih.
"Percayalah, aku mencintaimu, Hera. Aku memang payah, cemburu dan emosi menguasai pikiranku. Aku tidak suka melihatmu tertawa dengan pria lainnya dan aku juga tidak suka jika kau melawanku." lanjutnya.
Hera tidak bergeming. Ia hanya terisak di pelukan Hyunjung hingga ia tersadar, tubuhnya telah terangkat. Hyunjung membawanya berbaring di atas tempat tidur di sampingnya. Beruntung karena tubuhnya sudah pegal akibat terlalu lama duduk. Hera tidak bisa berkata. Lidahnya sudah sangat kelu untuk berkalimat. Kaki dan tangannya pun tidak kuasa untuk digerakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Orange In The Rain [ON GOING]
Teen Fiction-the obsession of love- Antara cinta dan obsesi yang memunculkan rasa manis dan asam layaknya buah jeruk. Hasrat Hwang Hyunjung yang menginginkan Min Hera agar menjadi miliknya harus menahan rasa perih lantaran gadis yang dicintainya itu memilih Go...