BWB

2.3K 188 27
                                    

Lagi. Bisik-bisik itu terdengar saat kaki jenjang Amara melangkah melewati lobby kantor. Hari masih pagi tapi tak menyurutkan niat orang untuk menebar berita yang entah nyata entah tidak kebenarannya.

Amara tak menggubrisnya. Dagunya terangkat seiring langkah anggunnya menggema. Masuk ke sebuah lift, ia berdesakan dengan beberapa karyawan. Beberapa kata seperti 'bispak', 'murahan' dan semacamnya tertangkap telinga Amara. Berasal dari tiga karyawan perempuan yang menggerombol di pojok lift. Tanpa menolehpun Amara tahu kepada siapa semua kata-kata itu ditujukan.

Bukan suatu masalah yang besar, pikirnya. Ia sudah pernah menghadapi keadaan seperti ini sebelumnya.

Duduk di meja kerjanya, Amara meletakkan tasnya di atas meja sambil menyalakan komputer. Tepat setelah ia mengirim e-mail ke client, Ardian, bosnya tiba. Berjalan lurus melewati meja Amara begitu saja. Tanpa diminta, Amara mengikuti dari belakang sambil membawa tablet miliknya.

"Meeting dengan bapak Suhendra dijadwalkan pagi ini jam 10." Amara mulai membaca jadwal di tabletnya setelah bosnya duduk tegap di kursi kebesarannya. "Lalu, sekretaris bu Melinda telepon, mengkonfirmasi penundaan meeting dari jam 2 menjadi jam 4. Tempat meeting di kafe biasanya. Selebihnya bapak tidak ada agenda di luar."

Ardian mengangguk. Amara mengucapkan undur dirinya lalu berbalik. Pintu baru terbuka beberapa senti saat suara Ardian kembali terdengar memanggil namanya.

"Ya, pak?" tanya Amara setelah membalik badan.

"Tutup pintunya dan duduk."

"Tapi, pak saya har-"

"Aku bilang tutup pintunya dan duduk."

Menghela napas panjang, akhirnya Amara mengikuti instruksi Ardian. Ia menutup pintu lalu duduk di kursi yang berseberangan dengan Ardian.

"Ada apa, pak?" tanya Amara setengah tidak minat.

"Nggak usah formal begitu. Cuma ada kita berdua di sini.

"Iya tapi ini di kantor, pak. Nanti-"

"Jam kantor masih dimulai setengah jam lagi."

Amara mendengkus sebal. "Apa?" Lalu hilang sudah semua sikap profesionalnya.

"Kamu dengar gosip terbaru di kantor kita?"

Amara mengernyit tak suka. "Nggak. Dan nggak mau tahu juga."

"Ah kamu! Padahal gosip ini berhubungan sama kamu lho."

Amara berdecak. "Soal apa? Soal kalau aku ini cewek bispak? Murahan? Iya?!"

Ardian mengedikkan bahunya. Kemudian secara perlahan ia menyeringai. "Hayo, kamu ngapain aja di luaran sana sampai bisa ada gosip gitu?"

Amara menggeram sebelum menghentak berdiri. Tubuhnya langsung condong ke depan. Tangannya berusaha meraih Ardian yang ternyata lebih sigap untuk mundur lebih dahulu.

"Lo mau gue bunuh ya?!" seru Amara.

"Eits! Gue masih bos lo ya. Jaga sikap! SP nih SP."

"Nggak peduli!" Amara langsung berdiri tegap dan berjalan memutar hendak menghampiri Ardian.

Cepat, Ardian bangkit berdiri dan berjalan menjauh. Ini sulit bagi Amara. Sulit karena di antara mereka ada meja yang memisahkan. Amara tak mungkin meraih Ardian tanpa melompati meja dan meluluhlantakkan segala benda di atas meja tersebut.

"Sini lo!" seru Amara. Ia dari tadi hanya berputar-putar mencoba menangkap Ardian.

Ardian tersenyum mengejek. "Catch me if you can!"

EstorieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang