Lima belas menit lamanya pria paruh baya itu menekan bel. Masih juga belum ada tanda-tanda si empunya akan keluar dari rumah. Bahkan dari balik pagar itu matanya yang terbingkai kacamata usang bisa melihat bahwa lampu teras masih menyala. Artinya si empunya rumah belum bangun. Namun tetap pria paruh baya itu tak gentar berdiri sambil menekan-nekan bel. Kemeja putih lengan pendeknya mulai memunculkan pola abstrak di punggung akibat berkeringat. Ia mulai merapal doa supaya orang di dalam rumah segera keluar dan membebaskannya dari tugas negara.
"Gimana, pak?"
Pria paruh baya itu menoleh ke belakang. Sang Nyonya Besar yang duduk di dalam mobil terlihat mulai gelisah. Majikannya yang duduk santai di dalam mobil ber-AC dan kursi empuk saja sudah mulai tidak sabar, apalagi dirinya yang harus berdiri sambil menekan bel...sudah hampir dua puluh menit lamanya. Kakinya mulai mati rasa, sebentar lagi pasti kesemutan. Belum lagi telunjuknya yang kapalan mulai melekuk ke dalam akibat terus-menerus menekan bel. "Belum dibuka, Nya."
Nyonya Besar berdecak. "Kebiasaan ya mereka itu. Ditelepon juga nggak satupun yang ngangkat," gerutunya. Sekali lagi ia melihat ke arah jam tangannya. Sudah hampir jam sepuluh dan keduanya belum bangun, geramnya dalam hati. "Tahu begini tadi saya ajak anak bapak si Ando. Lumayan bisa saya suruh panjat pagar buat nggedor pintu. Udah, pencet terus, pak. Sampai mereka bangun."
💍💍💍
Seiring kesadarannya yang kian pulih, suara bel yang berdenting-denting itu semakin merasuk telinganya. Tubuhnya menggeliat, tapi terhalang sepasang lengan yang membebat tubuhnya dari belakang. Denting bel itu memaksanya untuk membuka mata. Belum lagi suara ponsel yang berdering tiada henti. Telinganya pengang dan kepalanya seperti dihantam berkali-kali.
"Dip? Dipta, bangun!" wanita itu berucap. Suaranya serak khas bangun tidur. Ia berusaha melepaskan rengkuhan lengan yang justru kian membebat tubuhnya.
"Ck! Apaan sih, babe? Masih ngantuk." Suara itupun tak kalah serak dan dalam.
"Itu HP kamu bunyi terus. Di luar juga kayaknya ada tamu-Dipta, bangun ih!"
"AH! Aduh sakit, babe. Apaan sih pakek gigit tangan segala."
Pria yang dipanggil Dipta tadi langsung memenuhi keinginan wanitanya untuk bisa lepas dari rengkuhan lengannya. Ia menggerutu. Masih dengan mata terpejam, ia berguling ke kanan, membelakangi si wanita. Sekarang giliran guling yang jadi sasaran lengannya. Ia kembali tidur.
Si wanita segera beranjak dari ranjang. Ia berjalan ke nakas di sisi Dipta. Saat matanya menangkap nama Mami di layar ponsel Dipta, kesadarannya langsung pulih. Ia bergegas berlari ke arah pintu depan. Kepanikan melanda dirinya ketika melihat sosok Kamal, supir mertuanya, berdiri di luar pagar.
Ia kembali berlari ke kamar. Dengan kencang ia menggungcang tubuh suaminya. "Dipta! Dipta bangun!"
Dipta mengibas sebelah tangannya untuk menghentikan tingkah istrinya. "Apaan sih, Dis? Masih ngantuk!"
"Mami! Itu mami kamu di depan. Bangun!"
Dipta kembali berdecak. "Ya udah temuin sana! Nanti aku nyusul." Lalu ia kembali tidur.
Wanita yang seharinya dipanggil Dista itu akhirnya menyerah. Secepat kilat ia berjalan menuju kamar mandi. Kegiatan menyikat gigi dan menyisir rambutnya ia lakukan bersamaan. Setelah itu ia mencuci wajahnya. Lalu berlari ke pintu depan, tak peduli jika ia masih memakai piyama. Suara bel yang meraung lebih darurat daripada penampilannya.
"Maaf, pak, lama," ucap Dista sambil membuka gembok pagar.
"Kamu kemana aja sih, Dis?!" suara Nyonya Besar menginterupsi. "Mami sampai gerah nungguin kalian."
KAMU SEDANG MEMBACA
Estorie
Cerita PendekEstorie Anglo-French word for story (noun); : a fictional narrative shorter than a novel; specifically : short story : the intrigue or plot of a narrative or dramatic work Work ini akan berisi kumpulan one shots atau cerita atau adegan random lainn...