CPNS

1.2K 85 7
                                    

"YA AMPUN, ZAKI! BANGUN! MATAHARI UDAH DI ATAS KEPALA, KAMU MASIH AJA MOLOR! BANGUN, ZAKKIIIIII!!!"

"ADUH! IYA, IYA. AMPUN, MAK, AMPUN! ADUH! SAKIT, SAKIT. IYA INI BANGUN!"

"Gimana mau jadi orang sukses kamu, Zakiiiii?! Jam dua belas begini masih aja molor. Cari kerja sana! Percuma emak sekolahin kamu tinggi-tinggi tapi tiap hari kerjaanmu cuma keluyuran, begadang nggak jelas, molor seharian. Kapan kayanya kamu, Zakiiiiii!!!"

Pemuda dua puluh lima tahun yang dipanggil Zaki itu hanya mendengkus. Ia terduduk di ranjangnya sambil mengusap-usap kedua lengannya yang berdenyut nyeri akibat dipukuli gagang sapu oleh ibunya, Imah.

"Noh, mak nonton di tv ada bukaan CPNS. Daftar sana! Lumayan buat gawe. Duitnya juga menjamin. Bisa jadi poin tambahan kamu nyari jodoh!"

"Emak, masih aja percaya yang begituan. PNS duitnya kecil. Buktinya sampai bapak meninggal kita gini-gini aja. Duit pensiunannya dulu juga cuma buat sehari-hari."

"Nggak usah banyak alesan! Dulu sama sekarang beda. Kamu coba aja dulu! Seminggu lagi tuh bukaannya. Dah, sana mandi!"

Zaki bergumam sesuatu yang tak dapat ditangkap telinga Imah. Namun apapun itu, pasti berupa cibiran.

👔👔👔

"Gimana? Udah daftar belum?"

"Belum, mak. Nggak bisa dibuka ini situsnya."

"Halah! Alesan aja kamu! Masa udah tiga hari dibuka nggak bisa-bisa? Tiap ditanya selalu jawab kalau situsnya bermasalah."

"Ya ampun, mak. Sumpah deh. Ini nggak bisa. Lihat aja sendiri." Zaki menyodorkan ponselnya dengan tangan kiri. Tangan kanannya dengan lihai memasukkan nasi, ayam goreng, sambal dan lalapan ke dalam mulut.

"Itu kenapa bisa begitu?"

Zaki buru-buru mengunyah dan menelan makanannya. "Mana aku tahu. Tiap pagi, sore, malem juga dicoba. Subuh juga. Tetep aja nggak kebuka."

"Awas ya kalau kamu bohongin emak! Tak sleding!"

Zaki hampir saja tersedak tulang lunak ketika ibunya mengacungkan sendok sayur padanya. Namun wanita bertubuh tambun berdaster dengan rambut dicepol tinggi itu hanya memelototkan matanya. Ia menggeram lalu kembali ke dapur untuk mengecek sayur asem yang ia masak.

👔👔👔

"Kamu kenapa carinya yang di pusat sih, Zakiiiii! Jauh bener." Imah mengucek kemeja Zaki penuh tenaga, meluapkan kekesalannya.

Zaki yang tengah berjongkok di samping ibunya hanya garuk-garuk kepala. "Ketemunya yang di sana, mak. Udah cari yang di Jogja, Solo, Semarang...Sragen sekalipun nggak ada."

Imah memeras kemeja Zaki bertenaga lalu melemparnya ke ember di sebelah kirinya. Airnya sampai menciprat ke kaki telanjang Zaki. "Nggak ada gimana?"

"Ya nggak ada yang sesuai jurusanku, mak. Lagian emak bukannya seneng anaknya lolos administrasi, malah kayak orang setres begitu."

"Kurang ajar!" Imah mengangkat tangan kanannya yang terkepal dan berlumur busa. Zaki meringis ngeri sambil menutupi kepalanya dengan tangan. Namun kepalan tangan Imah tak melayang ke bagian tubuh Zaki manapun. Imah mendengkus mendesah pasrah.

"Terus kenapa baru bilang sama emak sekarang? Emak kira kamu kemarin ngelamar yang di sini-sini aja."

"Ya kan mepet, mak. Tahu sendiri kemarin banyak kendala. Masih untung itu kemarin penutupan pendaftaraannya diundur seminggu. Aku kan juga nggak tahu kalau syaratnya banyak banget, harus dibikin pdf pula. Ada aturan besar file-nya. Aku kan nggak punya persiapan apapun."

EstorieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang