A

33.9K 1K 8
                                    

Distria sedang memoles lipgloss di bibir tipisnya untuk bersiap karna Zaka akan menjemputnya malam ini. Sudah dua bulan terakhir dia berpacaran dengan Zaka. Dan malam ini mereka berencana untuk mendatangi salah satu restoran milik teman Zaka yang menggelar grand opening.

"Cepet turun sana lo, udah ditungguin juga. Lemot"

Distria menengok ke arah sumber suara, di depan pintu kamarnya sedang berdiri kakak lelaki satu-satunya,Putra.

"Iya iya, ini udah beres kali Bang. Sensi amat deh lo" Distria mulai berdiri dari kursi riasnya dan berjalan untuk mengambil slingbag miliknya.

"Betah juga lo sama dia, biasanya cinlok kan nggak bertahan lama Dis"

"Lo mah, bukannya doain langgeng malah ngomong gitu. Udah ah gue berangkat. Jaga rumah lo,jangan kencan mulu sama Mbak Idris"

Distria melewati abangnya begitu saja lalu mulai turun dan menuju ruang tamu, disana Zaka duduk dengan bermain ponselnya. Rumahnya kali ini memang tampak sepi karena orangtuanya sedang pergi ke Surabaya untuk mengurus bisnis percetakan keluarga mereka di cabang Surabaya.

"Hai, udah lama Ka?"

Zaka mendongak lalu menemukan kekasihnya sudah berdiri didepannya, lantas ia tersenyum, "Enggak kok, sekarang?"

Distria mengangguk lalu mulai berjalan ke luar rumah.

"Nggak pamit dulu Dis?" Tanya Zaka saat mereka hampir sampai di depan pintu.

"Nggak usah deh, orang cuma ada Bang Putra kok"

Zaka berumur setahun lebih tua daripada Disria. Dan mengenai cinta lokasi seperti yang abangnya bilang itu, sebenarnya Distria juga bingung harus menyebutnya apa. Mereka kenal karena sama sama bekerja di salah satu perusahaan penerbitan buku maupun novel. Sebelumnya mereka bersikap biasa saja dan mulai dekat setelah enam bulan kenal sebagai pegawai disana hingga akhirnya mereka memutuskan untuk jadian.

"Rame banget ya tempatnya Zak" lirih Distria saat mereka sudah tiba, sedangkan Zaka lebih memilih menggenggam tangan Distria.

"Namanya juga grand opening,Dis. Eh itu temenku"

Distria ditarik oleh Zaka menuju ke grombolan teman temannya. Inilah yang kurang disukai Distria dari kekasihnya itu, kadang dia merasa tak nyaman saat harus bertemu dengan teman teman Zaka. Bukannya ia menutup diri, tapi Zaka lebih cenderung asyik ke temannya sehingga membuatnya merasa sedikit diacuhkan. Oke, Zaka memang baik tapi sama seperti lelaki pada umumnya, dia kurang peka. Seperti sekarang ini Zaka sedanh tertawa lebar tanpa tau dia merasa tak nyaman disini.

"Zak, aku ke toilet dulu ya" bisik Distria yang diangguki oleh Zaka.
Distria masuk ke dalam toilet untuk membenahi dandanannya, entah mengapa kadang ia merasa minder sendiri. Padahal kenyataannya, dia normal. Hanya saja dia kurang merasa pd dengan tampilannya, lihat saja orang orang yang ada di acara ini. Mengingat itu membuatnya merasa kecil dengan parasnya yang biasa.

Distria keluar dari toilet dan tanpa sengaja menabrak punggung seseorang, "Aduh Mas, maaf saya nggak sengaja"

Sedetik kemudian lelaki berpunggung lebar itu berbalik ke arahnya yang sedang meringis. Perlahan mulai muncul kerutan di dahinya.

"Distria?"

Distria masih diam mencoba mengingat siapa sosok di depannya ini.

"Astaga, lo lupa? Gila, gue Evan"

Distria mendesah, tebakannya benar. Dia Evan, teman semasa putih abu-abunya yang sekarang tampak seratus delapan puluh derajat berbeda dari dulu.

"Oh, Hai Van. Lama nggak ketemu"

Evan bermaksud merangkul temannya yang lama tak dijumpai tersebut, tapi segera di urungkan saat Distria dengan jelas menolaknya "Oke-oke sorry gue lancang"

Mereka mulai berjalan ke depan menuju sebuah meja lalu duduk bersama, dari sini Distria dapat mengamati kekasihnya yang masih nampak asyik bercengkrama.

"Kok lo bisa disini Van?" Tanya Distria memecah keheningan saat Evan fokus dengan gadgetnya, kebiasaan lamanya.

"Jodoh kali kita, kok lo tetap kurus sih astaga" Distria mendengus mendengar perkataan Evan yang mulai mencerocosinya. Tujuh tahun tak bertemu, ternyata Evan masih sama seperti dulu. Masih menjadi lelaki humoris yang suka mengejeknya seperti ini.

"Iya gue stres tujuh tahun nggak ketemu lo, puas?" Nah, sekarang virus keabsurd an dari Evan mulai menular ke Distria. Memang beginilah interaksi keduanya dari jaman dulu, saling melempar cemoohan. Bahkan sekarang Evan sudah tergelak mendengar keketusan Distria.

"Lo tambah cantik kok,Dis" Distria hanya memutar bola matanya dan mencibir "gombal". Mungkin jika bukan Evan yang memujinya dia pasti akan bersemu merah di wajahnya, hanya saja ini Evan.

"Kalau lo nggak jelek sih Dis,pasti lo cantik" imbuh Evan disusul tawa kerasnya sehingga lesung pipinya terlihat oleh mata Distria.

"Mulai deh lo, ck. Sebel gue, bukannya dibaikin masih aja kek gini lo ke gue" Distria sudah mengerucutkan bibirnya karna ejekan yang terus ia dengar.

"Becanda kali, itu kan cara gue-"

"Gue pergi dulu ya Van, cowok gue nyariin. See you" potong Distria lalu meninggalkan Evan begitu saja dan mulai menghampiri Zaka yang sudah memisahkan diri dari kawan kawannya tadi.

"Darimana?"

"Oh,itu tadi ketemu temen. Jadi ngobrol bentar deh" Zaka tampak tak menanggapi jawaban kekasihnya itu,malah merangkul pinggang Distria dan membawanya ke area makanan.

"Makan dulu ya Dis, baru pulang"

***

Hari Senin kali ini diawali dengan breafing pagi yang di ikuti oleh seluruh karyawan di kantor Distria. Dengan rok hitam selutut dan kemaja maroonnya, dia juga ikut acara pagi ini. Setelah briefing para karyawan akan di berikan kelonggaran waktu dan bisa mulai bekerja pukul sembilan pagi, itu sudah menjadi rutinitas hari Senin.

"Eh Dis, lo tau nggak kalau katanya si Indah itu ketahuan jadi pelakor?" Bisik Cici, teman satu divisinya saat mereka sekarang sedang sarapan.

"Kata siapa lo?" Distria pun tampak antusias dengan berita si Indah ini. Indah adalah salah satu karyawan disini yang memang sudah dicap miring karna ulahnya. Distria tak ingin menampik dan munafik, jika ia bilang ia tak suka bergosip. Faktanya wanita memang tak bisa lepas dari gosip, katakanlah ini kebiasaan buruk. Tapi Distria juga suka kepo tentang hal hal yang sedang trending saat ini.

"Semua udah tau kali, katanya sih kepergok gitu deh. Gila ya tuh anak, masih suka aja cari yang udah berbini"

Distria berdecak menanggapi, "Yaiyalah, yang berbini kan duitnya ngalir terus Ci"

"Iya juga ya, kalau lo gimana nih Dis?"

Distria tampak mendelik dengan alis berkerut memandang Cici, "Gimana apanya?"

"Ya reaksi lo waktu pasangan lo kerebut sama pelakor" sontak mata Distria membelalak mendengar pernyataan dari temannya itu.

"Amit amit deh Ci gue berurusan sama pelakor. Susah sih emang ngehindarin pasangan sama pelakor pelakor. Tapi gue yakin kok kalau Zaka pasti nggak mempan sama yang namanya pelakor Ci, lo juga doain gue dong biar cepet merrit"

"Amin deh Dis"

***

Haii,,
Bawa cerita baru nih semoga suka sama ceritanya. Jg lupa vote dan komen juga yaa

See U,

Keping RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang