D

12.8K 748 6
                                    

"Oh iya Zak, sabtu ini kamu bisa nggak nganterin aku?"

Zaka tampak sedikit berpikir mungkin mengingat jadwalnya minggu ini, sedangkan pandangannya masih lurus ke depan mengamati jalanan yang macet.

"Bisa sih kayanya. Mau kemana?"

"Mau reuni sama temen SMA sih, udah lama banget nggak ketemu soalnya" Zaka hanya mengangguk anggukkan kepalanya mengikuti irama musik di mobil ini.

"Oke nanti aku anterin, kita cari makan dulu ya. Aku laper" Distria mengangguk menyetujui ajakan Zaka sebelum pulang setelah bekerja.

"Kamu mau apa Dis?"

"Terserah sih, aku apa aja mau kok" jawab Distria di iringi kekehan yang membuat Zaka mengacak rambutnya.

Mereka sekarang sudah berada di rumah makan padang, menikmati masakan bersantan di depan mereka.

"Kamu sama Gina juga nanti?"

"Iya, kenapa?"

Zaka hanya menggeleng lalu mulai melanjutkan makannya dengan lahap. Mengingat ini sudah cukup sore, mereka bergegas keluar setelah membayar makanan.

"Hati hati ya Zak" ucap Distria sebelum keluar dari mobil yang di angguki oleh Zaka.

***

Distria sudah tiba di Coffee House, tempatnya dan teman teman SMA nya melakukan reuni. Bukan reuni besar, hanya melibatkan teman sekelasnya saja. Ia mulai berjalan masuk lalu sedikit memutar pandangannya untuk mencari keberadaan temannya hingga ia menemukan Gina yang melambaikan tangannya. Ia pun segera menuju ke meja yang tampak ramai itu.

"Haii, aduh lama banget nggak ketemu nih" sapa Distria sambil menyalami teman temannya itu.

"Iya nih udah pada sibuk semua, apalagi yang udah nikah" sahut Arkan, ketua kelasnya dulu.

"Lo sama siapa Dis?" Bisik Gina saat Distria duduk di sampingnya.

"Tadi dianter Zaka sih, cuma dia ada acara juga sama temennya" Gina pun hanya manggut manggut mendengarnya.

"Gila ya kita udah tujuh tahun nih nggak ketemu, nggak sadar kita udah tua" celetuk dari salah satu temannya membuat gelak tawa di meja mereka.

Ternyata banyak yang berubah dari teman temannya yang dulu, baik dari penampilan ataupun sifatnya. Dari para lelaki yang badannya mulai berisi bahkan ada yang terlihat pelukable, sampai para wanita yang terlihat dewasa dengan sedikit polesan make upnya.

Asyik bergurau, Distria tak menyadari jika temannya heboh karna seseorang yang baru saja datang dan bergabung dengan mereka.

"Wih, Pak Dokter baru nyampai nih"

Dari ekor matanya, Distria menangkap sesosok pria yang menyalami teman temannya yang juga masih mengenakan jas dokternya. Hingga pria itu berbalik dan menyalaminya.

"Hai Dis, kita ketemu lagi nih" Distria menyambut uluran tangan Evan masih sambil heran, tidak menyangka jika lelaki menyebalkan itu sekarang bekerja sebagai apa.

"Lo dokter Van?" Tanya Distria memastikan.

Sebelum Evan menjawab, Angel salah satu temannya menyela "Lo nggak tau kalau Evan jadi dokter ya Dis? Astaga"

"Udah mana percaya dia" sahut Evan sambil melepas jas dokternya dan menggulung kemejanya sampai ke siku. Hal tersebutpun tak lepas dari pandangan Distria.

"Ya aneh aja tiba tiba lo jadi dokter Van" desah Distria lirih, madih belum percaya.

Bukannya meremehkan, hanya saja mengingat bagaimana sifat Evan dulu bahkan sekarang, rasanya mustahil bahwa seorang Evan adalah seorang dokter.

"Lo sih fokus mulu sama yang lain, Evan nggak kelirik deh" sosor Arkan yang membuat Evan tertawa.

"Dia kan emang fokus gemukin badan Ar, tapi sampai sekarang masih aja kecil badannya" sahut Evan yang membuat Distria mendelik pada Evan.

Entah perasaannya atau apa, tapi tiap kali ia tak sengaja menatap Evan maka lelaki itu pun juga sedang memandangnya. Lengkap dengan senyum miringnya. Bahkan di depan teman temannya, Evan tak segan melontarkan ledekan untuk Distria yang sudah di hafali teman temannya sejak SMA itu.

"Dis, kayaknya gue harus pulang duluan deh. Bokap gue udah nelfon, lo gue tinggal ya" bisik Gina disampingnya.

"Oh, tenang aja gue nanti di jemput Zaka kok. Hati hati ya, lo bawa mobil kan?" Gina pun mengangguk lantas berpamitan dengan teman temannya yang lain.

Beginilah kalau sudah bertemu dengan teman lama, waktu terasa terabaikan hingga tanpa di sadari waktu sudah menunjukan cukup larut malam. Mereka pun memilih untuk membubarkan diri, apalagi ada para wanita juga yang masih bergabung. Distriapun bersyukur karna sebandel apapun temannya dulu, mereka cukup mengerti tentang batasan batasan.

Setelah berpamitan Distria keluar dari tempat itu dan memutuskan untuk menghubungi Zaka, memintanya untuk menjemput Distria. Sudah lebih dari limas belas menit tapi pesannya belum terbalas. Distria mencoba menelfon Zaka tapi ternyata nomor Zaka sedang tidak aktif dan itu membuatnya sedikit bingung, pasalnya ini sudah larut malam.

Hingga sebuah mobil berhenti di depannya yang ternyata adalah Evan, "Mau gue anter Dis?"

"Gue nunggu cowok gue aja deh Van, lo duluan aja gapapa" dusta Distria karna jujur ia merasa agak bingung jika harus berduaan dengan Evan.

"Yakin lo? Ini udah hampir jam dua belas dan lo cewek. Jangan ngambil resiko deh, cepet naik"

Dengan langkah berat, Distria masuk ke dalam mobil Evan dan mulai memasang sabuk pengaman sebelum Evan melajukan mobilnya.

"Mmm lo beneran jadi doker ya Van?" Evan tampak tersenyum miring sambil melirik Distria.

"Yaudah deh kalo lo nggak percaya. Lo kan gitu, kayak kampret"

Distria berdecak menanggapinya
"Ngomong ngomong, badan lo udah nggak secungkring dulu kok Dis. Jujur nih gue"

"Ihh dasar ya lo mentang mentang badan lo bagus,eh" Distria segera menutup mulutnya yang keceplosan itu sedangkan Evan tersenyum simpul.

"Thanks ya Distria"

"PD lo gembel"

Evan mematikan mobilnya saat sudah tiba di depan rumah Distria, melihat gadis itu kesusahan membuka sabuk pengaman maka Evan sedikit membantunya.

Ditempatnya, Distria sedikit menegang denga kedekatan mereka. Bahkan bau parfum Evan masih sama seperti saat mereka SMA dulu. Evan menegakkan wajahnya setelah selesai, lalu menatap wajah Distria yang juga sedang menatapnya. Distria merasa tubuhnya merinding dan meremang karna tatapan Evan yang berbeda. Biasanya lelaki itu akan menggerling menyebalkan tapi tidak kali ini.

"Pipi lo masih bisa gue cubit kayak dulu Dis" bisik Evan sambil mengusap pipi Distria. Hal itu tentu saja membuat Distria bergidik.

"Vaann" bisik Distria yang malah membuat Evan menempelkan jarinya di mulut Distria, memintanya untuk diam.

"Ssttt.. lo nggak berubah Dis, mulut lo masih semenyebalkan dulu saat kita cekcok. Tapi gue suka" bisik Evan dengan suara lebih rendah dan jemarinya yang mengusap bibir Distria.

Perlahan namun pasti, Distria menutup matanya seiring Evan mendekatkan wajah mereka. Bibir mereka bersentuhan yang membuat tubuh Distria menegang sempurna. Apalagi sekarang bibir mereka tak hanya menempel, Evan mulai menggerakkan bibirnya diatas bibir Distria lalu perlahan lidahnya mulai menyelinap masuk ke mulut Distria yang terasa manis. Merasakan Distria yang menegang, Evan mulai mengusap tengkuk Distria dan mulai memperdalam ciumannya. Bibir Distria sangat manis, Evan tak sanggup untuk melepaskannya begitu saja tanpa mengivasinya lebih jauh dengan lidahnya.

***

So hot,

Keping RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang