J

11.9K 693 11
                                    

Maaf aku nggak tau kalau part ini sebelumnya blank, jd aku nulis ulang.
Maaf sekali lagi.

***

Sudah dua hari Distria datang ke kantornya dengan lesu dan tak bersemangat. Apalagi di kantor, intesitasnya bertemu dengan mantan kekasih masih sering terjadi. Jujur saja, percecokannya dengan Evan sedikit mempengaruhi moodnya. Setelah di pikir pikir, ia juga merasa bersalah. Ada saja yang mengganjal di hatinya. Mereka juga tidak saling mengirimi pesan. Tentu saja karena ego Distria yang terlalu besar. Dan Evan entah ia sibuk atau bagaimana.

Distria sedang membuat good day di pantry kantornya dan berjalan menuju kubikelnya. Punggungnya ia sandarkan dikursi sambil menyesap minuman yang dia gandrungi sejak remaja itu. Setelahnya, ia mulai menghidupkan komputernya. Ia mengernyit saat Zaka berjalan ke arah kubikelnya, iya ke kubikelnya. Bahkan lelaki itu sudah berdiri di depannya. Distria mencoba acuh tak acuh walaupun masih saja lirik lirik. Zaka menarik kursi lalu duduk di depannya, namun Distria masih enggan membuka mulut sampai terdengar helaan nafas dari Zaka.

"Aku tau aku udah nyakitin kamu banget Dis. Mungkin juga bukan hanya kamu tapi keluarga kamu. Aku harus gimana lagi Dis biar kamu maafin aku, aku ngerasa nggak tenang kalau kayak gini"

Distria tertawa sinis,"Kamu cuma perlu fokus sama sahabat kamu itu" ia memberi jeda "Sama jangan sok sok an mabuk terus tidur sama cewek lain, kasian sahabat kamu"

Zaka mulai mengeluarkan bungkusan yang membuatnya datang menghampiri kubikel mantannya, "Aku berharap banget kamu mau dateng Dis"

Masih jual mahal Distria pura pura fokus dengan komputernya padahal sudah sangat jelas jika otaknya tak mampu bekerja karena undangan pernikahan berwarna tosca tersebut tersaji di depan matanya.

Merasa tak ada tanggapan dari Distria, Zaka berdiri dan berbalik. Baru saat itulah ia mendengar ucapan Distria, "Zak, maafin abang aku. Dia cuma nggak rela aja adeknya sakit hati kayak gini"

Zaka berbalik, "Aku emang pantes dapet ini. Dia bener bener menyayangi kamu"

Lalu Zaka benar benar kembali ke kubikelnya. Oh ya, jangan lupakan wajah Zaka yang nampak kacau dengan bibirnya yang bekas tonjokan. Distria tau jika itu ulah abangnya,Putra. Walaupun Putra tidak memberitahunya kalau ia melakukan itu. Ia tak menyangka jika Putra begitu memperdulikannya.

Melihat kembali ke undangan yang kusus diberikan untuknya,ia tersenyum miris. Seharusnya namanya kan yang tertulis disana dengan Zaka?

***

"Ma.."

Mamanya hanya menggumam menanggapi sambil mengganti chanel tv yang sejak tadi dilihat.
Distria menempel ke pundak mamanya, "Ma, emang kalau Evan deketin aku kalian setujua ya?"

"Kenapa? Kamu marahan sama dia?" Tanya mamanya to the point.

Ia mengangguk membenarkan, "Ya abisnya dia berani banget, terus waktu aku bahas kayak tersinggung gitu mungkin dia"

"Selalu kamu yang cari perkara ya" cibir mamanya membuat ia meringis, "Udah bagus lo Evan itu berani ngomong dan minta ijin sama kita. Itu artinya dia beneran serius dan omongannya bisa dipegang Dis"

"Tapi kan.."

"Terus aja kamu cari kesalahan dia. Gini ya Dis, mama jauh lebih setuju kamu sama Evan daripada sama Zaka"

Alis Distria terangkat lalu bahunya turun dengan lesu, "Aku kan udah putus sama Zaka,Ma"

"Ya makanya. Udah, mending kamu nyamperin Evan aja sana. Daripada kamu gangguin mama"

"Ini udah siang Ma"

Mamanya berdecak, "Ya itu bisa kamu jadiin kesempatan buat makan siang bareng Distria sayang"

***

Dengan tekad bulat dan sedikit paksaan dari mamanya tadi, Distria berangkat menuju rumah sakit tempat Evan bekerja. Ia memutuskan untuk bertanya ke resepsionis terlebih dahulu lalu mulai berjalan menuju ruangan Evan. Di atas pintu berwarna putih itu tertulis nama Evan disana.

Melangkah mendekat, Distria mendengar orang yang berbicara. Mungkin saja Evan sedang ada pasien, jadi ia sedikit menahan diri. Baru ia akan duduk, pintu ruangan itu terbuka.

"Anda bisa keluar sekarang, saya sedang sibuk. Saya harap anda bisa bersikap profesional disini" ucap Evan dingin. Tak lama muncul seorang wanita dengan pakaian perawat yang berjalan sambil menunduk itu, tubuhnya mungil tapi parasnya cantik.

"Maaf Dok" lirih perawat itu yang hanya di balas anggukan kepala.

Distria tersenyum tipis saat mata mereka bertemu hingga Evan menyadari kedatangannya. "Loh Dis? Nyari gue? Yuk masuk"

Distria mengikuti Evan yang masuk lalu menutup pintu sedangkan Evan sudah duduk di kursinya. "Lo kangen banget ya sama gue sampai lo belain belain dateng" kekehnya.

Dahi Distria berkerut mendapati Evan yang tampak tak pernah cekcok dengannya ini, ia malah menyebalkan. "Gue..Gue mau minta maaf"

Evan terbahak begitu saja membuatnya kesal, "Lo? Distria minta maaf. Wah, se spesial apanih gue?"

Distria tak dapat menahan kekesalannya lagi, ia menebalkan muka untuk datang ke sini tapi Evan malah mengejeknya dan tampaknya pria itu juga tidak marah, "Gue pulanh aja"

Ia baru saja berbalik dan belum berjalan tapi tangannya di tarik oleh Evan hingga ia duduk di pangkuan pria itu. Menyadarinya membuatnya terpekik dan hendak berdiri, tapi Evan merekatkan pelukan di pinggangnya. "Nggak gue ijinin lo pergi"

Distria mendesis, "Van, nanti ada yang lihat"

Evan menghirup aroma Distria dalam dalam, "Coba jelasin dulu, alasan apa yang bikin elo rela nyamperin gue kayak gini Dis"

"Gue mau minta maaf karna sikap gue kemarin, tapi kayaknya lo baik baik aja. Van, lepasin deh" cicitnya saat bibir Evan menjelajah lehernya.

Lalu pria itu membawanya berdiri dan mendudukannya di meja begitu saja, dengan tubuh pria itu yang mengkukungnya, "Jadi, lo mau nglanjutin hubungan kita?" Bisik Evan.

"I-iya, gue mau coba dulu Van, shh" ia tak kuasa saat telinganya dilumat oleh Evan, lalu Evan berbisik, "Dis, sekali lo bilang iya maka gue nggak akan pernah lepasin elo. Gue tanya sekali lagi, lo yakin dengan keputusan elo?"

Distria hanya bisa mengangguk membuat Evan tersenyum puas lalu mengecup bibir Distria singkat,"Sebelumnya, kita ubah dulu dari gue jadi aku dan elo jadi kamu, itu akan terdengar lebih manis"

Setelahnya Evan benar benar mengecup bibir Distria, yang diiringi jilatan lidahnya. Jika sebelumnya Distria menolak, maka kali ini ia ikut ambil bagian dengan menggerakkan lidahnya juga. Tangannya juga sudah dilingkarkan di leher Evan. Ya, semoga saja ia tak salah meletakkan hatinya untuk Evan.

***

SeeU,

Keping RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang