"Lo liat chaca gak?" Tanya vano pada Bila.
Bila hanya mengedikkan bahunya tak tau, sebab ia juga sudah menunggu kedatangan chaca sejak tadi untuk berbagi cerita a.k.a curhat.
Kok gue malah nyariin dia ya, kan gak penting banget tuh bocah datang apa enggak hari ini batin Vano
2 jam pelajaran sudah berlalu, namun Chaca tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Entah apa yang sedang terjadi pada gadis itu sehingga ia tak datang ke sekolah. Gadis itu memang sering datang terlambat ke sekolah, tapi tak pernah sekalipun ia tak hadir tanpa keterangan seperti ini.
Vano yang tengah duduk sendirian di pojokan kelas tak memerhatikan buk Rika yang sedang antusias menerangkan tentang reaksi kimia di depan kelas sama sekali. Pikirannya kini masih melayang pada ketidakhadiran Chaca hari ini. Sungguh, ia merasa sangat khawatir saat ini.
Karena tak sanggup menahan rasa penasarannya lagi, Vano pun mengeluarkan ponselnya untuk mengirim pesan pada Chaca. Awalnya vano sedikit ragu , sebab Chaca selalu mengabaikan pesannya. Tapi jika tidak mencoba, gak akan tau bukan?
Devano Anggara R
Lo bolos cha? Kok gak ajak-ajak sih. Kan gue juga mau bolos bareng lo biar so sweet gitu ehehee10 menit
15 menit
30 menit
60 menit
Namun Vano tak kunjung mendapat balasan dari chaca, ia sungguh penasaran sampai ingin mati rasanya. Apa dia harus datang kerumah gadis itu untuk mengetahui kabarnya?
Ah konyol sekali rasanya ia jika ia rela datang kerumah gadis yang tidak memiliki hubungan apa-apa dengannya hanya untuk mengetahui kabarnya saja. Vano tak pernah melakukan hal seperti ini sebelumnya. Bahkan dulu saat di Singapore ia selalu menolak gadis-gadis yang memujanya bak seorang dewa, yang selalu berusaha mendapatkan secuil perhatian darinya.
Tapi, jika dipikir-pikir apa salahnya datang ke rumah gadis itu sebagai seorang teman bukan?
Setelah berpikir panjang, akhirnya Vano memutuskan untuk datang ke rumah Chaca dengan alasan Bu Ratih memberi tugas kelompok yang akan dikerjakan dengan teman sebangku.
*****
Di lain tempat Chaca tengah meringkuk di atas kasur seraya memejamkan matanya kuat, ia merasa sangat kalut saat ini. Semua kenangan masa lalu tengah menghantui dirinya, rasanya lebih baik ia mati dibanding merasa seperti ini. Rasa kesal, sedih, kecewa dan juga menyesal. Tapi, ia tak mau egois dengan mengakhiri hidupnya dan meninggalkan Mamah tersayangnya sendirian. Walau bagaimanapun, ia sangat menyayangi mamanya itu.
Keadaan Cacha sangat jauh berbeda saat ini, biasanya ia selalu tampil cantik dan menawan walaupun tidak memakai polesan make up di wajah mulusnya itu. Namun kini, keadaannya berbanding terbalik bahkan terlihat seperti zombie. Matanya sembab dan bengkak, hidungnya memerah, bibirnya terdapat bekas luka sebab ia menggigitnya terlalu kuat saat tak mampu meredam suara tangisannya agar sang ibunda tak mendengarnya serta merasa cemas.
Hari sudah menunjukkan pukul 14.30 tetapi Cacha belum juga menginjakkan kakinya untuk keluar dari kamar dan mengisi perutnya yang kosong sejak kemarin. Beruntung hari ini Santika tengah sibuk di toko kue miliknya karna ada banyak pesanan dari pelanggan, jadi Chaca tak perlu takut dimarahi oleh sang mama.
Lamunan Chaca buyar diiringi oleh helaan nafasnya karna bel rumahnya yang berbunyi tiba-tiba.
Chaca tersentak, tidak mungkin itu Santika yang pulang lebih awal bukan? Bagaimana jika Santika melihat keadaan Cacha? Bagaimana jika Santika tau bahwa Chaca tidak datang ke sekolah hari ini? Ahh pasti Chaca akan diomeli serta diceramahi panjang lebar nanti.
Dengan langkah lunglai Chaca menuruni tangga dan membuka pintu. "Tumben pulang cepet mmaa..? " Ucapan Chaca terpotong karna ternyata yang berada di depan pintu bukanlah mamanya, tetapi Vano.
Vano menyergap matanya melihat penampilan Chaca yang jauh dari kata normal. "Sejak kapan lo berubah jadi zombie begini cha?"
Badan Chaca semakin lemas melihat keberadaan Vano di depannya saat ini, belum lagi kepalanya yang pusing dan berkunang-kunang. Ia ingin sekali membentak serta mengusir Vano dari hadapannya. Tapi apa daya karna tenaganya tidak memungkinkan saat ini.
Vano yang melihat Chaca hanya terdiam sambil memijat sedikit kepalanya pun mulai mendekat dan bertanya dengan nada penuh khawatir "Cha, lo sakit?"
Chaca mengabaikan pertanyaan Vano dan memilih untuk beranjak ke sofa yang berada di ruang tamu untuk meredakan pusing di kepalanya sebentar.
Vano tak tau apa yang harus ia lakukan melihat keadaan Chaca seperti itu, apa dia harus mengurus Cacha sebentar atau langsung pulang dan meninggalkannya? Ah ini sangat membingungkan.
Karna tak memiliki banyak waktu lagi, Vano memutuskan untuk membantu Chaca sebentar lalu pulang setelah itu. Dengan langkah ragu Vano mulai berjalan mendekat ke arah Chaca dan membantu gadis itu agar tidak terjatuh karena tak mampu menahan rasa berat di kepalanya.
"Cha, biar gue bantu lo masuk ke kamar terus istirahat ya, kayaknya lo lagi sakit deh. Ntar setelah itu gue langsung balik."
Chaca termenung beberapa saat dan merasa dejavu. Tiba-tiba saja air matanya menetes. Sudah lama rasanya ia tidak merasakan kepedulian dari orang lain seperti ini. Kepedulian seseorang yang sangat cocok untuk dijadikan seorang sabahat. Ia rindu akan segala kepedulian seperti ini. Ia ingin merasakan sebuah kehangatan persahabatan lagi. Ia memang memiliki Bila sebagai sahabatnya kini, namun tetap saja rasanya berbeda. Ia dan Bila belum terlalu lama saling mengenal, mereka hanya saling memghabiskan waktu bersama. Mungkin belum bisa dikatakan mencapai tahap sahabat, masih teman dekat.Chaca jadi ingat akan kehadiran sahabat karibnya dulu, Barra. Yaa, dia menganggap Barra sebagai seorang sahabat. Tapi tidak dengan Barra, ia menganggap lebih. Dan yang lebih menyakitkan lagi, Chaca tak tau akan hal itu. Ia baru mengetahuinya setelah Barra pergi, pergi untuk selama-lamanya.
Vano yang menyadari Cacha mulai terisak merasa bingung "Lo gak mau gue disini ya Cha? Kalau gitu gue balik aja, jaga diri lo baik-baik."
Chaca yang menyadari bahwa masih ada Vano di sekitarnya pun mengadahkan kepala keatas sambil menghapus jejak air matanya, "Eh bukan gitu maksud gue, gue cuma lagi rindu sahabat gue." Ujar Chaca sambil tersenyum paksa.
"Bila baik-baik aja kok Cha, malahan tadi dia nyariin lo di sekolahan." Saut Vano bingung
"Bukan dia yang gue rindu. Barra, gue rindu Barra. Lo bisa tolong anterin gue nggak?" Tanya Chaca
"Ah bisa kok, mau kemana emangnya?"
"TPU Melati Van, lo tau gak lokasinya?"
Ujar Chaca lirih"Kok ke pemakaman? Tadi katanya mau ketemu sahabat lo." Heran Vano, tidak mungkinkan sahabat Chaca penjaga kuburan?
"Iyaa, sahabat gue udah pergi Van. Dia ninggalin gue untuk selama-lamanya. Dia jahat ya, padahal dulu dia janji gabakalan pergi ninggalin gue. Tapi nyatanya dia gak bisa pegang janjinya itu." Ujar Chaca lirih dan kembali meneteskan air matanya sambil terisak
Vano mendekat ke arah Chaca dan mendekapnya "Dia tetap nepatin janjinya kok, dia gak ninggalin lo. Karna gue yakin dia tetap jagain lo dari sana. Yaudah sana siap-siap, masa mau ketemu sahabat lo dengan pakaian kaya gini sih?" Ujar Vano sambil terkekeh kecil, berusaha menenangkan Chaca.
Chaca berusaha tersenyum, "Sebentar ya, gue siap-siap dulu."
******
Don't forget to Vomment guys🐣🐣
Thankyou.
KAMU SEDANG MEMBACA
Annoying Cute Boy
Teen FictionDia sangat menyebalkan, selalu saja membuat darahku mendidih. Tapi itu yang membuat aku jadi menyukainya Ya Aku menyukainya Ah tidak Kini Aku mencintainya -Salsabilla Maulika- [Jangan lupa Vote + Comment guys] *Since : 15th January 2018