Api a(s)marah

108 9 1
                                    

Vano pikir semenjak ia menemani Chaca ke makam Barra mereka akan lebih dekat dibanding sebelumnya. Namun ternyata tidak. Tidak ada yang berubah diantara mereka, masih tetap sama dengan sebelumnya. Chaca masih saja ketus dan Vano masih saja menyebalkan.

Hal yang serupa juga terjadi pada pagi ini, dimana Vano dan Cacha bercekcok hanya karna hal sepele. Teman sekelas yang lain pun hanya menggelengkan kepala.

"Vanooo!!! Lo kok gak bilang sih kalau buk Ratih ngasih tugas?! Mana tugasnya banyak banget lagii. Nyesel gue sebangku sama lo." Cerca Chaca pada Vano yang baru memasuki kelas

Vano yang disuguhi dengan teriakan Chaca di pagi hari hanya tersenyum samar.

"Sorry gue lupa Cha, lo buat gih. Daripada gak dapet nilai kan. Sekalian masukin nama gue ya Cha, kan lo tau kalau bu Ratih paling gak suka kalau tugas kelompok dibuat perorangan atau pribadi gitu."

Muka Chaca merah padam. Ia sangat kesal saat ini, mungkin rasanya sudah hampir meledak. Karena tak punya waktu banyak, Chaca kemudian mengambil kertas double folio di bagian laci mejanya yang selalu ia sediakan agar tak bersusah payah pergi membeli saat dibutuhkan.

Jam dinding kelas Chaca menunjukkan pukul 06.45 dan bel masuk berbunyi pukul 07.15 . Berarti Chaca mempunyai waktu sebanyak 30 menit, jadi ia harus pandai memanfaatkan waktu itu untuk menyelesaikan tugasnya. Tapi, yang menjadi masalahnya sekarang bukanlah waktu melainkan jumlah yang harus dikerjakannya. Banyak sekali. Karena ia hafal sekali bagaimana tipe bu Ratih itu. Ia akan memberikan tugas di sekolah sekedarnya tetapi berbanding terbalik dengan tugas di rumah yang jumlahnya luar biasa.

15 menit kemudian

Chaca melirik sebentar kearah jam dinding yang terletak di bagian belakang kelas. Sudah menunjukkan pukul 07.00 yang berarti ia masih memiliki 15 menit lagi untuk menyelesaikan tugas sekaligus menyelamatkan nyawanya dari cercaan bu Ratih.

Melihat Cacha yang kacau balau di pagi pagi seperti ini, Vano lantas tersenyum miring. Lucu pikir Vano. Namun juga terbesit rasa kasihan dan sedikit menyesal karena telah mengerjai Chaca sehingga seperti itu.

"Ekhem.. " Vano berdehem bermaksud ingin membuyarkan konsentrasi Chaca dan mengatakan yang sebenarnya kalau Vano telah menyelesaikan tugas pemberian bu Ratih. Tapi ternyata deheman Vano tidak dianggap apa - apa oleh Chaca.

Vano melirik jam yang melekat di tangannya, bel masuk akan berbunyi 3 menit lagi dan Cacha masih sukar untuk dinganggu.

Kringggg... kringgg... kringgg......

Mendengar bunyi bel yang begitu nyaring, gerakan Chaca lantas terhenti begitu saja. Di dalam otaknya ia sibuk memikirkan apa yang akan dikatakannya pada bu Ratih dan bagaimana nasibnya nanti. Sedangkan tugas yang baru dikerjakannya masih setengah dari jumlah keseluruhan. Bahkan belum genap setengah, masih ada yang kurang.

Dalam hati Chaca membaca doa tanpa henti sampai ketika kaki bu Ratih memasuki kelas dengan gayanya. Bu Ratih ialah guru wanita satu-satunya yang memilih pergi mengajar menggunakan sepatu kets bukan seperti guru lainnya yang memilih menggunakan pansus atau heels, padahal dia bukanlah guru olahraga. Dari style yang dipilih bu Ratih sudah tertebak bukan bagaimana kepribadiannya?

Saat bu Ratih mulai menduduki mejanya yang terdapat di bagian depan kelas sebelah kanan, jantung Chaca seakan berhenti berdetak. Keadaannya sangat pucat saat ini, entah mengapa ia merasa takut pada bu Ratih padahal bu Ratih tidak segarang wali kelas mereka,pak Wahyu.

"Baik, kumpulkan tugas minggu lalu diatas meja saya."

Srrrrr

Keringat Chaca mengalir deras saat mendengar kalimat yang dilontarkan bu Ratih. Lain keadaan dengan Vano,  dengan semangat '45 ia maju dan mengumpulkan tugas yang sudah diselesaikannya jauh-jauh hari itu di atas meja guru.

Chaca yang tertegun dengan tindakan Vano itu jadi linglung sendiri, bagaimana bisa Vano maju dan mengumpulkan tugas tersebut. Padahal tadi pagi ia menyuruh Chaca untuk membuat tugas itu dan menyertakan namanya di dalamnya.

"Vano, barusan yang lo kumpul di meja bu Ratih itu apa?" tanya Chaca dengan nada rendah.

"Tugas Cha." jawab Vano dengan sangat enteng seakan itu bukanlah suatu persoalan

"Tugas apa no?" pancing Chaca yang sudah semakin geram

"Tugas kelompok Cha, kan bu Ratih ngasih tugas minggu lalu. Oh iya gue lupa,lo kan gak dateng minggu lalu pantesan gak tau."

Chaca menarik napas dalam dalam sebanyak tiga kali.

"Jadi, maksudnya lo udah nyiapin tugas itu?" tanya Chaca dengan menekankan nada bicaranya

"Iya, soalnya gue tau kalau lo lagi gak mood kemarin buat ngerjain tugas sebanyak ini makanya gue siapin sendiri di rumah. Gak usah bilang makasih, gue tau kok kalau gue itu baik dan peka sama keadaan lo." Vano tersenyum sangat manis

Muka Chaca merah padam seketika. Napasnya memburu dan matanya menajam ke arah Vano.

"Jadi lo ngibulin gue van?" Chaca tak memutuskan pandangan tajamnya ke arah Vano.

"Ah itu, tadi gue cuma bercanda doang. Anu.. Itu... Gue tadi udah mau bilang kok ke lo kalau tugas dari Bu Ratih udah gue selesaiin tapi lo gak ngasih gue waktu untuk ngomong karna lo terlalu sibuk nyalin itu tugas. Jadi sorry ya Cha, gue gak maksud gitu." Ujar Vano panjang lebar sambil menggaruk tekuknya yang tak gatal sama sekali.

Chaca menghela napasnya, lagipula tak ada artinya lagi ia marah-marah pada Vano.

"Ki Zakiiiiiiiii" Panggil Chaca pada teman didepannya

"Ada apa Cha?" balas Zaki pada Chaca

"Tukeran duduk dong, gue gak nampak nih duduk di belakang." Kilah Chaca

"Tumben bangett lo minta tukeran, biasanya juga lo bakal ngamuk kalo tempat strategis buat tidur lo itu diambil."

"Intinya lo mau gak tukeran tempat duduk?" Karna dirinya dikuasai emosi, Chaca jadi tak mampu mengendalikan dirinya untuk bersikap lebih tenang.

Zaki menghela napas panjang karna ia tahu kalau Chaca sudah marah maka murkanya melebihi murkanya Pak Wahyu apalagi kalau situasinya ada yang mengganggu waktu tidurnya di sekolah. Namun yang lebih menyeramkannya lagi, saat ini hawa di sekitar Chaca lebih mencekam daripada saat waktu tidurnya diganggu, "iyaiya sabar elah rileks aja, tu muka ga perlu di serem seremin."

Setelah bertukaran tempat duduk dengan Zaki, Chaca mulai memperhatikan bu Ratih yang tengah menjelaskan mengenai bab baru di bidang pelajarannya.

*****

Hallo readers,
Sorry banget aku udah lama banget gak update cerita Annoying Cute Boy karena ide aku lagi stuck terus juga aku baru selesai ukk. So guys, semoga gak bosen ya sama alur cerita yang aku buat ini walaupun sedikit absurd. Aku juga minta bagi readers tercinta buat vote dan comment karena vomment dari kalian merupakan motivasi buat aku semangat nulis lagi ehehe.

See you at next chapter ❣❣

Annoying Cute BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang