Sejak awal, Sehun tahu betul kalau mengajak Irene sarapan bersama—oh, Sehun bahkan benci mengakui dia sarapan bersama dengan gadis itu—adalah pilihan yang salah. Dan semakin salah saat dia—entah mengapa bisa—mengantar gadis itu pulang. Sehun menarik nafas berat, semenjak bertemu Irene setiap detik dalam hidupnya menjadi penyesalan. Dan kini, apa yang harus lelaki itu lakukan terhadap gadis terkutuk yang tengah terlelap pulas di sampingnya. Mengapa justru Sehun yang merasa dirinya menjadi asisten pribadi disini? Sehun memijat pelan pelipisnya, pusing memilih dua pilihan yang sama-sama tak menguntungkan. Satu, membangunkan gadis yang tertidur seperti orang mati itu; atau dua membuka pintu mobil dan mendorong tubuh gadis itu secara tragis ke trotoar.
Ah, sial, Sehun sama-sama tak berminat melakukan kedua hal itu. Alhasil, pria Oh itu menghidupkan kembali mesin mobilnya dan mengarahkannya ke basement apartemen yang Irene tinggali. Sesampainya di sana dan memakirkan mobilnya secara sembarangan, Sehun menoleh ke arah Irene yang sama sekali tak bergeming. Dengkuran halus bahkan terdengar dari kedua bibir gadis itu. Sehun meraih ponsel Irene yang berada di pangkuan gadis itu. Menghubungi gadis yang menjadi teman beradu cek-coknya tadi pagi guna menjemput Irene ke posisi mereka sekarang.
Tapi mata Sehun tak sengaja menangkap sosok yang baru saja akan dia telepon. Gadis itu—Kang Seulgi—tengah melangkah malas melewati mobilnya dengan beberapa kantong kresek di tangannya. Sehun segera keluar dari mobil dan memanggil gadis itu.
"Hei, selingkuhan," panggil Sehun dengan nada sarkas. Entah bagaimana bisa kepala Seulgi tertoleh dan lekas saja gadis itu memasang ekspresi masam melihat wajah Sehun yang datar.
"Mau apa kau kemari?" Seulgi bertanya sinis. Sehun pun membuka pintu penumpang bagian depan dan memamerkan sosok Irene yang masih berkelana di dunia mimpi.
"Bangunkan dia," perintah Sehun seraya bersandar ke badan mobil dengan kedua tangan di saku celana. Seulgi memutar kedua bola matanya keki sebelum akhirnya melangkah menghentak mendekati Irene.
"Yak, Bae Irene. Bangun!" Seulgi menyentak tubuh Irene cukup kasar. Nyatanya usaha Seulgi berhasil membuat kedua kelopak mata Irene terbuka perlahan.
"Oh? Seulgi-ah? Kenapa kau di sini? Kau juga sedang sarapan?" tanya Irene sembari mengucek-ucek matanya. Tubuhnya bergerak merenggang lalu menguap perlahan. Sehun memutuskan untuk tak mencampuri apapun. Lebih baik jika Irene tak melihat dirinya saat ini.
"Sarapan apa maksudmu? Sudah, cepat bangun. Ayo, kita pulang," ucap Seulgi seraya menarik tangan Irene pelan. Irene beringsut turun dari mobil dengan wajah bantalnya. Kesadarannya belum terkumpul seutuhnya.
"Mana Sekretaris Oh?" tanya Irene yang kini lengannya digandeng oleh Seulgi karena langkah kaki gadis itu belum seimbang. Sedangkan Sehun hanya diam memperhatikan kedua gadis itu.
"Mati!" sinis Seulgi seraya diam-diam melirik Sehun yang kini melempar tatapan mengancam padanya. Tak disangka, Irene memungkul punggung Seulgi hingga menimbulkan suara.
"Hei, jangan berbicara sembarangan tentang sekretaris Oh! Dia itu pria yang baik dan hangat," protes Irene yang berhasil menggundang perut Seulgi berkocok mual.
"Oh, astaga. Kau sudah sinting rupanya." Seulgi menggeleng-geleng tak percaya yang hanya mendapat balasan sunggingan senyum bodoh dari Irene.
Secara tak sadar salah satu ujung bibir Sehun terangkat ke atas kala mendengar ucapan Irene. Entahlah, Sehun merasa sedikit lega ketika akhirnya ada orang yang menyebutnya pria yang baik. Namun sejurus kemudian Sehun mendecak pelan, "Aku pasti sudah gila."
❦
Chanyeol baru saja keluar dari toilet saat dia tak sengaja menangkap suara berwibawa ayahnya berbicara dengan nada serius dengan seseorang di depan pintu ruangannya. Chanyeol buru-buru bersembunyi dan diam-diam menguping pembicaraan mereka yang sepertinya terkesan rahasia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Like A Cat
Fanfiction[COMPLETED] Sehun yang dingin diserang oleh jurus ala kucing milik Irene, asisten pribadi dadakannya. ©2O17 | rekata