Prolog

10.5K 287 17
                                    

Happy Reading
Hope you like this chapter

***


Hujan,  Seorang gadis bernama Mia sangat menyukai hujan. Baginya hujan adalah pengantar kenangan yang paling berkesan. Kenangan yang begitu indah saat bermain hujan bersama kedua orang tuanya dulu. Saat Mia masih kecil, mereka sering bermain hujan bersama di halaman depan rumah.

Hujan selalu membuat Mia merasa bahagia, perpaduan air hujan yang menyentuh tanah memberikan aroma tersendiri untuknya. Aroma itu selalu membuat hati dan pikirannya kembali jernih.

Namun hujan pula yang menjadi saksi kepergian kedua Orang tuanya. Hanya hujan yang setia menemani Mia di saat pemakaman Orang tuanya. Entah sejak kapan hujan telah menjadi teman setia dalam hidup Mia yang sunyi itu.

Mia akan sangat merindukan hujan disaat musim panas tiba atau saat ia merindukan Orang tuanya yang telah tiada. Baginya menangis dalam hujan seperti menangis dalam pelukan seseorang, tidak ada yang mendengar hanya ia dan hujan atau hanya ia dan ...

***

Hari ini London telah memasuki musim dingin. Biasanya Mia sudah menyiapkan payung di dalam tas kerjanya, namun karena pagi tadi Mia terlambat bangun dan sangat terburu-buru untuk pergi ke kantor, Mia melupakan benda kecil yang sangat bermanfaat itu.

Saat Mia keluar dari flat, langit masih terang benderang namun baru berjalan beberapa langkah rintikan air hujan turun dengan begitu derasnya, hingga akhirnya ia harus terdampar di depan sebuah Toko kue pastry terenak di kota London.

"Arghhh aromanya enak sekali," tiba-tiba perutnya bergejolak, cacing-cacing sudah berdemo minta jatah makan pagi mereka, karena tadi Mia tidak sempat sarapan pagi. Mia bangun terlambat dikarenakan semalam ia harus menghadiri pesta ulang tahun teman sekantornya di salah satu club ternama di London hingga larut malam.

Saat ini seharusnya Mia sudah duduk manis di kursi kebanggaannya di kantor dan mengerjakan beberapa design hotel dan penthouse untuk pembangunan di Singapore.

Mia adalah gadis manis yang lahir di kota London, usianya saat ini 22 tahun. Mia hidup di London hanya sendiri, sebatang kara. Kedua Orang tuanya tewas saat akan merayakan ulang tahunnya yang ke 17. Saat itu hidup Mia terasa menyedihkan, dunia dan mimpinya runtuh seketika.

Mia harus menerima kenyataan bahwa ia harus menghadapi dunia ini sendiri tanpa satu orangpun yang dapat ia jadikan sandaran.

Orang Tua Mia berasal dari kalangan berada, memiliki beberapa usaha yang terbilang cukup baik namun semua harta melimpah yang mereka tinggalkan untuk Mia diakuisisi oleh Paman dan bibiknya.

Karena saat itu Mia terlalu sedih, ia tidak memperdulikannya sampai suatu hari Mia di usir dari rumahnya sendiri.

Untuk dapat melanjutkan hidupnya Mia harus bekerja keras di berbagai tempat. Dulu sewaktu Orang tuanya masih hidup jika uang jajan atau limit kartu kredit pemberian Ayahnya telah habis, Mia hanya tinggal meminta kepada Ibunya. Jika ingin pergi ke suatu tempat selalu ada supir yang bersedia mengantarkannya kemana saja. Sekarang Mia harus melakukan semuanya sendiri, mencari uang dan pergi kemanapun dilakukannya seorang diri.

Mia si gadis hemat, begitulah panggilan dari teman-temannya. Jika besok masih ingin makan, ya Mia harus bisa berhemat. Mia tidak bisa seperti dulu lagi, menghambur-hamburkan uang sesuka hatinya.

Mia harus segera menghubungi Linda, partner kerja sekaligus sahabat baiknya. Mia dan Linda sudah bagaikan sahabat sejati, biasanya di mana ada Mia pasti ada Linda.

Mia melirik sekilas jam kecil berwarna silver di pergelangan tangannya. Hadiah ulang tahun dari Ayahnya waktu Mia berusia 16 tahun. Mia mengingat kembali jika jam tangan ini adalah kado terakhir yang Ayahnya berikan.

"Sudah pukul 08.05, menerjang hujanpun tetap akan telat sampai di kantor," Mia mengeluarkan ponsel berlogo apel dari dalam tas kesayangannya, sebenarnya itu adalah tas bermerek milik Ibunya yang sempat ia selamatkan saat ia di usir dari rumahnya.

"Hallo Linda, aku sedang dalam perjalanan ke kantor dan aku terjebak hujan, aku lupa membawa payung! tadi aku terburu-buru. Kau tau aku baru bangun pukul 07.30, hehehe,"

"Kau ini, sekarang di mana posisimu?" tanya Linda.

"Hehehe, saat ini aku sedang berteduh di depan Kafe Marrie, apa kau ingin menitip sesuatu," Mia sangat yakin pasti Linda akan menitip kue pastry kesukaannya, padahal hampir tiap hari mereka memakan kue itu namun tidak pernah bosan.

"Wah kau sangat tau dan pengertian sekali pada temanmu yang hampir kelaparan ini, pesankan kue seperti biasa untukku dan akan aku ijinkan kau datang terlambat pada Mrs. Laura,"

"Ya ya ya, akan ku belikan pesananmu dan segera meluncur ke kantor. Terima kasih Linda, sampai jumpa," Mia menutup sambungan telponnya, ia memandang langit yang masih begitu gelap dan hujan turun semakin deras.

Saat Mia akan melangkahkan kakinya ke Kafe Marrie, ia melihat seorang nenek tua yang ingin menyebrang jalan. Tanpa perduli hujan yang semakin deras, Mia langsung berlari ke arah nenek itu dan membantunya menyebrang jalan. Setelah memastikan nenek itu berteduh, Mia bergegas untuk segera ke Kafe Marrie.

Saat akan membuka knop pintu, kaki Mia tersandung karpet yang ada di depan pintu dan tanpa sengaja ia menabrak seseorang. Mia mendongak dan melihat Pria tampan di depannya yang sibuk membersihkan jasnya dari tumpahan kopi.

Mia terpana melihat pria di depannya itu. Pria tampan dengan brewok tipis di sekitar rahang kokohnya. Mia pernah beberapa kali membayangkan pria seperti ini yang akan mendampingi dan menjadi teman hidupnya.

"Arghh apa yang aku pikirkan, sadar Mia siapa kau ini hingga ingin menjadikan pria ini menjadi teman hidupmu," batin Mia.

"Ahh maafkan aku tuan, Aku tidak sengaja," Mia menatap mata pria tampan itu, Mia menyukai mata indah itu.

"Tunggulah di sini tuan, aku akan mengambilkan tisu untuk membersihkan jasmu," Mia bergegas menuju kasir, namun saat ia mendapatkan tisunya pria itu sudah tidak ada lagi.

"Kemana pria itu,"

Mia tidak mau ambil pusing, ia berbalik menuju kasir untuk membelikan pesanan Linda, setelah itu Mia buru-buru memesan taxi untuk segera pergi ke kantor.

"Axton Corp," dengan bangga Mia menyebutkan nama kantor tempat ia bekerja, dan ia langsung duduk manis di kursi penumpang yang akan membawanya menuju kantor.

***

08/11/2018

Not Future HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang