Kembali kupandang kau yang saat ini duduk persis didepanku dan hanya terpisah meja ditengah kita. Aku melihat kau sedang berusaha membangun komunikasi denganku. Dan mungkin karena telah 7 tahun terputus tali silaturahmi kita, kau kelihatan sangat gugup dan kesulitan berbicara. Kau bertanya dengan terbata-bata dan ini sangat aneh untukku. Kau adalah orang yang sangat luwes dalam bergaul. Tentu wajar mengingat banyaknya bidang yang kau pimpin di sekolah kita dulu. Tapi saat ini didepanku terlihat sangat jelas kau tak bisa menguasai dirimu. Kenapa dan apa gerangan yang ada di hatimu yang sedang kau coba sembunyikan?. Maka akhirnya aku mencoba mengambil alih pembicaraan kita.
"kakak gimana kabarnya sekarang? Kegiatanya apa aja?" tanyaku.
Percakapan kita pun mulai mengalir. Dari bertukar kabar, saling bertanya hal-hal yang sifatnya tak terlalu pribadi, seputar keluargamu dan keluargaku juga. Sampai di titik kau bertanya tentang pendidikanku yang terputus karena aku memilih untuk lebih fokus menjalankan bisnisku.
"Disya ngerasa saat itu Disya memang harus memilih untuk fokus bisnis kak, karena saat itu memang prioritas Disya di situ. Yaah.. jadi memang selalu harus ada yang dikorbankan kan?"
Mendengar jawabanku , kulihat matamu menerawang seraya menganggukkan kepalamu perlahan dan berkata, "Dari dulu kamu selalu punya prioritasmu sendiri."
Aku tersenyum melihat ekspresimu, aku tau kau mengingat kejadian yang sama. Dan aku juga seperti memutar memori yang tersimpan manis di sudut ingatanku.
***
Waktu itu aku sangat sibuk sekali latihan paskibra. Karena selain masuk organisasi keagamaan, aku sejak awal menentukan bahwa Paskibra adalah prioritas utamaku. Setiap kali masuk sms dari Kak Finta mengingatkan kewajibanku untuk hadir di syuro' ataupun kegiatan menthoring setiap hari Jumat, aku selalu berasalasan Latihan Paskibra ataupun segudang alasan lainnya. Sejujurnya it terjadi juga karena aku merasa tidak nyaman dengan anggota disana. Kebanyakan dari mereka memandang sinis padaku yang belum berhijab.
Sampai puncaknya Kak Finta datang menemuiku siang itu saat aku baru saja selesai shalat dzuhur dan sedang melipat mukenaku.
"Disya, kamu tidak bisa seperti ini terus. Kita punya program kerja departemen yang harus dijalankan dan kamu jarang sekali hadir. Lagipula kamu kan bendahara kita, seharusnya kamu harus lebih bertanggung jawab dengan posisi kamu. Kamu ditanyain terus sama Kak Difi." Serunya sedikit berang.
Aku memaklumi kemarahannya. Aku pun memaklumi kekecewaannya. Hanya saja saat itu aku memang sedang padat latian Paskibra karena banyaknya lomba dan acara-acara yang sedang berlangsung.
"Maaf kak, Disya tau Disya salah kak. Tapi memang sekarang-sekarang ini jadwal latian Disya lagi padet kak. Disya minta maaf kalau mengecewakan kakak."
Aku tau kelalaianku kali ini akan sangat berdampak pada kepemimpinanmu. Dan aku tau betul bahwa kau pasti kecewa dan lelah menghadapi pro dan kontra yang terjadi, dan diperparah dengan ketidak becusanku kali ini.
"Yaudah kak, Disya boleh minta nomer Kak Difi kak? Biar Disya langsung minta maaf kak."
Kulihat Kak Finta menganggukkan kepala dan mengucapkan sederet nomor yang dengan cepat aku save di ponselku. Dan setelah mengucapkan terima kasih, aku pun berlalu dan kembali kekelasku.
Telah 15 menit aku mengetik pesan singkat untuk dikirmkan padamu. Pesan yang berkali kali aku hapus untuk ditulis ulang. Dan akhirnya dengan mengucapkan 'Bismillah', aku mengirimkan pesan itu padamu
'Assalammualaikum Kak Difi, ini saya Disya kak. Disya mau minta maaf atas semua kesalahan Disya kak. Disya tau kalau Disya uda ngecewain kakak. Disya minta maaf yang sebesar-besarnya. Disya siap seandainya mau ditukar kak bendaharanya. Sekali lagi maafin Disya kak.'
Tak lama berselang muncul status pesan 'delivered' dan aku menunggu balasanmu dengan hati yang tidak tenang. Kau tahu, aku berdebar menunggu sms yang tidak kunjung kau balas itu. Semarah itukah kau padaku?
Sore itu, ponselku berbunyi menandakan adanya pesan yang masuk. Pesan itu darimu yang berbunyi
'waalaikumsalam Disya, iya kakak paham kamu lagi sibuk di paskibra. Kakak juga liat kok kalau kamu memang sibuk latian. Kakak maafin kamu, dan kakak juga gak ada niat untuk ganti kamu kok. Kamu tenang aja tapi jangan diulangin lagi ya, kakak tau pasti Paskibra memang prioritas kamu. Tapi paling tidak tolong diatur waktunya ya dek. Kakak percaya kok kalau kamu bisa bagi waktu dengan baik.'
Sebaris pesan singkat itu benar-benar melambungkan hatiku. Caramu menasehatiku dan menjelaskan bahwa kepercayaanmu padaku tidak hilang sungguh luar biasa. Ahh, seharusnya kau tidak sepercaya itu padaku. Apalagi kala kau percayakan sepotong hatimu untuk kumiliki.
Hari itu aku merasa ada bagian dari hatiku yang bergetar. Kau telah mengetuk hatiku dan aku sepertinya berniat membukanya lebar lebar. Karena dari pesan singkat itu diikuti dengan banyak pesan singkat yang akhirnya menguntai cerita indah masa SMA kita.
Pesan singkat yang saling berbalas itu berlanjut menjadi rutinitas kita dan tanpa kita sadari, bukan hanya pesan kita yang saling berbalas tapi hati kita pun mulai mengikat satu sama lain. Aku menemukan sosok kakak laki laki yang tak kumiliki. Sebagai anak tunggal, tentu aku tak pernah merasakan kasih sayang seorang kakak laki laki. Tapi sejak bertemu denganmu, aku merasa aku punya orang yang akan selalu bisa kuandalkan untuk melindungiku. Aku ingat betul kita duduk di depan kelas di lorong sekolah, ketika aku bercerita dengan berurai air mata tentang salah satu laki laki yang hampir mencuri hatiku tetapi pergi meninggalkanku begitu saja tanpa kejelasan apapun.
Sambil membelai kepalaku dan menatap mataku kau berkata, "Dia tak cukup beruntung untuk memilikimu. Tenanglah, ada kakak disini." Seulas senyum pun kau berikan untuk menguatkanku kala itu.
Aku mengangguk dan menatapmu dalam dalam. Aku mendapatkan kekuatan yang luar biasa dari bola mata yang saat itu juga memandang sejurus padaku. Sungguh aku beruntung bertemu denganmu dan mendapatkan perhatian luar biasa darimu. Kau mungkin tak tahu apa pengaruh kata kata dan belaianmu di kepalaku. Tapi aku punya firasat yang baik bahwa sesuatu akan terjadi antara aku dan kamu. Lebih dari hubungan adek kakak yang selama ini kita jalani. Aku berdoa bahwa apapun posisinya, aku hanya mau terus bisa menatapmu seperti ini. Bisa bercerita dan berkeluh kesah padamu yang selalu bisa menenangkan dan menguatkanku menghadapi masalah apapun. Karena aku tau, kau takkan membiarkanku menghadapi apapun sendirian. Sebuah firasat yang benar-benar terbukti kelak.

YOU ARE READING
My D!
RomanceKarena semua kisah cinta memiliki cerita masing-masing, Disya juga sedang memperjuangkan apa yang selama ini menyesaki hatinya. walau dia tahu bahwa ada saatnya untuk menyerah, kali ini dia sedang berusaha dan memilih untuk melakukan perjuangan tera...