HANDPHONE

37 2 2
                                    


"Disya, halo?, kenapa?" sapamu menyadarkanku dari lamunanku.

Lagi-lagi aku seperti berada dimensi yang lain. Berada di dimensi dimana segala sesuatunya masih menjadi milik KITA. Dimana segala sesuatu bersamamu begitu mudah bagaikan tarikan nafas. Dan entah bagaimana juga segala sesuatu yang terjadi hari ini seakan mengorek semua kenangan yang ada. Seakan akan semua benda dan kejadian selalu ada hubungannya denganmu. Dengan kita.

"oh iya, kak, gak kenapa napa kak hehe" sahutku seraya menyunggingkan senyum sebelum melanjutkan
"anyway masalah prioritas, memang ada kejadian yang memaksa kemarin kak. Salah satunya karena sakitnya buya."

Mulutmu membulat membentuk huruf O bertepatan dengan handphonemu yang berdering.

"halo" sapamu kepada si penelepon sambil mengucapkan kata 'sorry' tanpa suara padaku.

Entah siapa yang saat itu meneleponmu, tapi kuliat kau begitu serius menjawabnya. Bahkan saat selesai menerima telepon kau terlihat sibuk memencet mencet layar handphonemu. Anehnya, melihatmu sibuk memainkan handphone membuatku kembali bernostalgia. Aku mengingat salah satu kejadian paling penting yang menjadi awal seluruh cerita kita. Sebuah kejadian yang semakin mendekatkan kamu dan aku.

***

"Handphone adek rusak kak, gak bisa di charge" seruku saat istirahat sekolah.

Seperti biasa aku merasa kau punya segudang solusi dari setiap masalah yang kuhadapi. Dan buatku dulu, masalah itu besar sekali. Alasannya tak lain adalah karena aku takut dimarahin umi dan buya. Hahaha terkadang lucu mengingat masalah terbesar dalam hidup anak-anak sekolah itu hanyalah sebatas PR matematika yang sulit, nilai jelek ataupun barang yang rusak. Hahahahahaha

"mana sini kakak liat!" katamu sambil mengambil handphone dari tanganku dan mencoba menchargenya berulang-ulang

"duh gak bisa kan kak. Adek takut dimarahin sama umi" seruku dengan wajah memelas.

Melihat wajahku yang begitu memelas dan memucat. Kau tersenyum menguatkan sambil kembali memegang kepalaku, "kakak cari solusinya ya. Adek tenang aja. Sekarang adek balik ke kelas dulu. Nanti pulang sekolah ke kelas kakak ya."

Maka akupun berlari ke kelasku karena bel masuk telah berbunyi. Seluruh resahku lenyap sudah karena aku yakin, kau pasti akan menyelesaikan masalahku dengan baik. Aku sama sekali tak ingat kapan aku berhenti memanggil namaku denganmu yang diganti dengan panggilan adek. Tapi aku tau, kau memperlakukanku dengan spesial dan sekali lagi kukatakan. Aku sungguh beruntung.

***

Bel pulang sudah berbunyi dan aku menyeret langkahku menuju kelasmu dengan penuh harap. Sesampainya disana kulihat kau telah menunggu dengan menggenggam handphoneku yang sudah menyala.

"Loh kak, uda bisa handphone adek?" seruku gembira. seandainya aku tak ingat itu di sekolah aku pasti sudah memelukmu karena sekali lagi berhasil melepaskanku dari masalah.

"Handphonenya uda gak bisa di charge dek. Ini pakai baterai kakak. Kebetulan sama nih tipenya"

Mendengar itu, senyumanku pun hilang dan kau tertawa melihatnya.

"Jangan sedih gitu. Adek bawa baterai kakak aja. Setiap pagi adek kesini ya, jadi kakak kasi baterai yang uda full ke adek. Jadi gak masalah walaupun gak bisa di charge. Nanti kalau kita uda ada uang, kita benerin ya dek."

Aku mengangguk dan tersenyum. Hari itu dalam hatiku aku bersyukur handphoneku rusak. Karena itu artinya aku bisa punya alasan untuk berbicara padamu setiap hari.

Hari itu juga aku menyadari, bahwa aku telah jatuh cinta padamu. Keinginanku hanya terus ngobrol dan berbagi cerita denganmu. Tidak pernah terlintas di dalam pikiranku untuk memilikimu. Karena aku amat sangat tau banyak sekali wanita yang saat itu jatuh cinta padamu. Tapi, aku bersyukur akulah orang yang memiliki kesempatan untuk dekat denganmu lebih dari yang lainnya. Untuk saat itu, aku rasa itu sudah cukup. Dan ternyata kelak aku menyadari saat itu dewi keberuntungan memang sedang berada dekat sekali denganku.

***

"Disya, kenalin ini leader kakak di band ini, Andri namanya"

"oh iya,disya bang" kataku seraya menjabat tangannya.

Sejujurnya aku tidak menyadari kapan Dia datang. Mungkin aku terlalu sibuk dengan fikiranku sendiri. Aku merasa hanya badanku yang berada disini. Tapi pikiran dan jiwaku serasa kembali ke masa SMA. Saat aku melintasi lorong-lorong sekolah sambil menggenggam tanganmu, melihat kau melambaikan tangan padaku saat jam pelajaran akan dimulai, ataupun memelukmu diatas motor saat waktunya pulang telah tiba. Dimana tak seorangpun bisa melakukan itu bersamamu kecuali aku.

My D!Where stories live. Discover now