2. Lulus

94 37 34
                                    

Taman Kanak-kanak Mekar Sari. Tepat di samping gerbang ku parkirkan mobilku untuk mengantar Lulu masuk. Di ambang pagar sudah ada ibu guru yang bertugas, biasanya di TK Lulu selalu ada ritual cium tangan ibu guru yang sedang bertugas.

"Jangan lupa salim ya, Dek, sama bu guru,"
"Iya tante, Lulu tetolah dulu ya,"
"Iya sayang, harus semangat ya. Jangan lupa buat se--"
"Tenyum,"
"Pinter..." pujiku diikuti mencium keningnya.

Saat ini mungkin harusnya Kak Shita yang mengantar Lulu. Sudah hampir seperti mamah muda belum ya? Ku lambaikan tangan saat Lulu sudah melewati pagar. Dan aku akan menyelesaikan tugasku pagi ini.

Setelah meninggalkan sekolah Lulu, rasanya mobilku sepi. Aku menyalakan radio untuk sekadar memberi suara-suara di dalam mobil. Hanya satu saluran yang tidak bersuara semut.

CIITTT!!
Keadaan memaksaku menginjak pedal rem dengan cukup tertahan. Jalanan yang belum begttu ramai kini pas sekali untuk mendengar lagu semangat. Tapi, justru lagu yang mengingatkanku pada seorang laki-laki yang sempat singgah dalam hidupku.

"...Dan kau hadir

merubah segalanya menjadi lebih indah

Kau bawa cintaku setinggi angkasa,

membuat ku merasa sempurna dan

membuatku utuh tuk menjalani hidup

berdua dengan mu selama-lamanya..."

'Adera?' gumamku lirih. Terlihat dari spion kanan tidak ada kendaraan yang melaju, aku melanjutkan perjalananku. Kenapa masih ada lagu Adera sih hari gini? Bukannya membuat mood pagiku membaik, malah membuat ingin tidur sepanjang hari. Menghabiskan stok tissu yang ada di kamar dan membasahi bantal.

Sesampainya di meja kerja, bukannya langsung menyelesaikan tugas yang ku rancang sedari tadi, aku mencari lagu Adera tadi di youtube. Sial! kenapa harus galau pagi-pagi gini sih? Lagunya enak, lirik nakal dan enerjik yang tersirat mampu kurasakan. Sepasang kekasih yang mabuk asmara mampu kubayangkan. Lamunanku kini kembali pada memori yang ada.

-Sepotong Kisah-  

Mei, 2013

"

Ndok!" teriak uti sembari mengetuk pintu kamarku, "Itu lho, Mas Gustaf wis di depan" lanjut uti dengan bahu kanannya yang dikalungi meteran jahit. Aku membalikkan badan dan mencopot earphone yang terhubung mp3 di ponsel. Bergegas menuju keluar menemui tamu yang tidak pernah absen setiap hari datang ke rumah.

Febrian Agustaf, laki-laki berpawakan tinggi dan berkulit sawo matang itu memang sedang dekat denganku beberapa bulan. Lebih tepatnya dia lah yang menghiburku saat pusing-pusingnya segala macam mata pelajaran yang harus ku tempuh untuk Ujian Nasional. Belum lagi, mengingat tentang Tyo yang... Ah sudahlah, aku tidak mau membahasnya lagi. Jangankan untuk membahas, mengingat namanya saja aku sudah tidak mau.

"Uti, aku pergi dulu ya,"p
"Sing ngati-ati ya, Ndok."

Tepat pukul dua siang dia menjemputku. Panas, ngantuk dan malas sekali sebenarnya untuk keluar rumah. Tapi hari ini, 25 Mei adalah hari yang bersejarah. Hari yang paling menegangkan. Saat-saat menanti pengumuman Ujian Nasional yang akan menentukan hasil belajar dua belas tahun. Ah, tidak, tiga tahun. Sisanya kan sudah dipastikan berhasil. Tidak perlu waktu lama, aku sampai di depan gerbang sekolah.

Sepotong Kisah (On going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang