"Hayo, lihat apa?" Bian mengagetkanku.
Aku berjalan di belakang Bian. Tidak jauh dari pintu masuk, di ruang tamu, ada satu foto yang membuatku cukup penasaran. Aku terdiam sementara. Sepasang pria dan wanita menggunakan kebaya dan setelan jas berwarna putih. Wajah bahagia sangat tergambar dari sang wanita. "Ini Bunda?" tanyaku.
Bian tertawa kecil, "Bukan, itu Cetta" Ck! Aku berdecak kesal. Menatap tajam matanya yang senyum-senyum gak jelas, dan aku masih saja mengekor di belakang Bian yang berjalan ke arah jendela. "Aku serius," rontaku.
Tak lama kemudian, ada seorang wanita yang berhasil merebut perhatianku lagi, "Ini diminum..." Dengan membawa nampan berisi secangkir teh hangat, wanita itu mampu membuatku terpatung sesaat. Setelahnya aku hanya bisa tersenyum membalas tawarannya.
Ya Tuhan, sejak kapan sih aku punya penyakit jantung? Denyut nadiku bergerak lebih cepat dari biasanya, ritme jantung pun tidak semestinya. Anologinya seperti sedang naik roller coaster. Ini kali pertama aku bertemu dengan orang tua pacar, aku harus bagaimana, bilang apa, terlebih kalian ingat kan sewaktu Kinaan bilang kalau Bundanya Bian sama tetangga komplek lagi ngomongin aku? Tuhan, jangan sekarang ya, Cetta belum siap.
"Biasa aja, Ta"
"Apa?"
"Anggep aja ini rumah kamu juga"
"O-ohh" Aku masih syok, Bian. Kalau saja kamu bilang kita mau ke rumahmu, aku bisa ganti baju dengan yang lebih rapi. "Kok sepi?" tambahku mencoba mencairkan suasana.
"Rangga sama Ringgo bentar lagi pulang,"
"Ayah?" Percuma juga aku tanya kalau jadinya tambah bikin deg-degan.Sebelum aku pacaran sama Bian, tidak pernah ada yang secara langsung mengajakku ke rumah mereka, apalagi sampai bertemu dengan orang tuanya. Jadi aku tidak tahu hal mengerikan apa yang akan kutemui nanti.
"Siapa yang cari Ayah?" tanya laki-laki berkulit sawo matang dengan kumis tipis yang keluar dari dalam rumah.
-Sepotong Kisah-
Siapa sih yang pertama kali mencetuskan tak kenal maka tak sayang, aku pengin tahu seperti apa visualnya, sayangnya aku selalu tertipu dengan praduga awalku tentang orang yang baru dikenal pertama kali. Ternyata semua tidak seburuk kukira. Menyenangkan, sangat menyenangkan bisa berkumpul dengan ayah dan bunda. Setelah cukup lama cuap-cuap yang sesekali dijeda dengan kue kipo buatan Bunda, aku pun pamit pulang.
Bian menyodorkan kotak putih polos padaku, "Bawain ya, Ta"
"Ini apa?" Ucapku sembari mengintip isi si kotak berukuran lebih kurang tiga puluh centi itu.
"Punya temen Bunda, nanti mampir dulu, ya?"Aku hanya mengangguk pelan. Lagi-lagi cerita memakan habis waktuku saat bersamanya, tadi itu seperti mulut sudah bisa bikin bubble gum karena asik ngobrol. Padahal, jarak rumahku sama rumah Bian cukup jauh dan jam-jam segini biasanya jalanan ramai, sebab ini malam... Itu loh malam yang jomblo berdoa agar turun hujan.
"Sudah sampai Tuan Puteri" katanya.
"Apaan sih,"Jujur saja, perempuan mana yang tidak akan 'terbang' kalau disanjung? Se-tomboy dan se-cuek apapun perempuan itu pasti akan tetap melukis lingkaran merah dikedua pipinya, kan?
"Loh, ini kotaknya lupa"
"Aduh! Iya, Ta. Kebanyakan cerita nih tadi"
"Anterin dulu Bian, aku temenin..." Aku yang sudah turun dari motor segera mendekat lagi, antara merasa bersalah dan ingin saja mencuri waktu untuk tetap ada di jok belakang si Mega. Tapi, Bian mencegahku, merangkul kedua bahuku dan memutar baliknya sampai tepat di depan teras.
"Kenapa?" tanyaku.
"Buat kamu aja deh itu"
"Aku?"
"Iya"
"Emang ini apa? Katanya buat temen Bunda? Aku kan bukan temennya Bunda"Bian tidak menjawab, dia hanya meninggikan lengan kemeja sebelah kirinya, melihat jam tangan seperti orang sibuk lainnya. "Aku pulang, ya"
"Gak pamit?" tundaku.
Dengan menghilangnya suara knalpot yang hampir setengah tahun akrab di telingaku, aku masuk dan bergegas membersihkan diri. Melepas ikatan kotak dengan perlahan dan aku seperti mencium aroma yang sangat harum.
♥♥♥
SELAMAT ULANG TAHUN KE-17
LUCETTA PUTRI OXYNA..
♥♥♥
Tulisan itu aku tangkap pertama kali saat membuka kotak putih yang kubawa sedari tadi. Blackforest nya sedikit rusak diujung, ini pasti karena aku yang ceroboh membawanya. Mama dan yang lainnya sudah tidur, aku tidak mungkin membangunkannya hanya gara-gara si coklat cantik ini. Tanpa kusadari, cairan bening itu menetes tipis menghampiri pipi. "Bian..." bisikku pada ponsel yang terdapat fotonya.
Lucetta: Thank you, Bian..
Febrian: Suka gak? Maaf aku baru bisa kasih itu saat ini, aku harap kamu gak alergi sama blackforest buatan aku. Maaf juga ya, Ta, aku gak ada pas waktu kamu tujuh belas tahun kemarin. Jangan lihat apa yang aku kasih, Ta. Lihat aja seberapa usaha aku buat nyenengin kamu. Bagiku, laki-laki itu tugasnya hanya membahagiakan perempuannya. Kalau belum bahagia, bilang ya? Aku bakalan berusaha lebih baik lagi. Selamat tambah umur, selamat malam, pacarku.
Sinar matahari mengganggu pemandanganku di alam mimpi, cahaya-nya mampu menembus gorden yang memang sudah sengaja dibuka mama daritadi. Kicauan burung sengaja mengucapkan selamat pagi untukku saat ini. Saat membaca ulang pesan Bian sebelum aku tidur, rasanya mungkin tidak ya wish aku sewaktu di Bali akan terwujud?
"Cetta!" Ah mama, anaknya lagi mau flashback nih, terus aja teriakin meskipun udah gak sekolah.
"Ini kue dari siapa, Ndok?" uti menggigit cherry yang ada di permukaan. Sementara aku garuk-garuk kepala sambil menahan hati yang saat ini berubah menjadi taman bunga. "Dari Bian, Uti" jawabku.
"NAK GUSTAF?"Oke baiklah, sepertinya sudah bukan saatnya kaget ya, kan sudah kenal. Mama dan uti justru kompak berteriak seakan baru mengetahui sikapnya Bian. "Iya. Emangnya kenapa, sih?"
Mama merangkul tubuhku dan menggiringnya ke ruang tengah, sementara uti masih sibuk dengan si cherry sekaligus memotong blackforest-nya. "Cetta, masa depan kamu masih panjang banget dan dia lagi nunggu kamu buat sampai kesana"
"Lalu?"
"Mama tau, kalian saling sayang dan gak mau kehilangan.."
"Maksud Mama gimana sih?"
"Cetta, pacarannya jangan serius-serius dulu ya. Jaga diri, jaga perasaan kamu" mama menunjuk tengah dadaku. "Kalau dia udah patah dan rapuh, sulit buat balikinnya"
"Ma?"
"Mama gak larang kalian deket kok, dia laki-laki yang baik tapi inget Cetta gak semua cinta monyet akan berakhir sempurna."
"Trus Cetta harus apa?"Rambut panjang yang masih terurai itu, kini diraba mama, mengetuk lagi tengah dadaku yang bunyinya tidak seperti tong kosong, "Hati-hati saat kamu bawa hati ini, kalau yang sakit hanya hati kamu saja itu gak masalah, kalau hati orang lain yang sakit, langit pasti gak akan terima, Cetta."
-Sepotong Kisah-
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepotong Kisah (On going)
Literatura FaktuKetika intuisiku berkata aku akan menjadi milikmu, lalu ragaku bisa apa? Saat sebagian orang tak ingin kembali ke masa lalunya dengan melupakan, aku justru ingin berlama-lama menikmati harumnya kenangan. Keadaan kita yang pernah remaja, mengantarkan...