12. Event

241 8 0
                                    

   Sorry for typo..
Happy reading 😃😃

   Hari selasa yang terasa panjang dan dingin. Sepasang insan tengah berdiri dengan jarak 1-2 meter. Angin saja yang jadi penghalang.

    Sudah lama tak hujan, hujan deras pula. Angin juga cukup berhembus keras hingga meniup ujung-ujung kain persegi empat yang membelit kepala Zakiya.

    Mata tajam hijau yang tak pernah lepas memperhatikan kadang membuatnya risih dan menggeser pelan tubuhnya ke kiri. Semakin ia bergeser semakin mata  hijau itu menajam.

     Suara hujan yang mengenai genting tak elak membuat degup jantungnya terdiam. Kebisuan yang menyelimuti dengan sedikit suara nafas diantara mereka berhembus serta suara langkah kakinya yang terus bergerak ke samping pelan.

     "Hmm.. Aku bingung!  Sekalinya itu udah lama masih aja ada bekasnya. Sekalinya ketemu terus aja lari. Dulu ada yang pergi sekarang juga ada yang pergi. Aku tahu, ini salah..  Aku bukan orang yang kuat, aku bukan orang yang tebal penghalangnya..  Kya.." ia menjeda ucapannya, matanya ia hadapkan ke arah jalan yang sepi. Hanya tetesan air hujan yang bergerak jatuh dengan cepat.

     "Kalau misalnya aku bilang ggk sedih, bohong banget..." ia tertawa miris. Tangan kananya yang bebas bergerak menyentuh wajahnya dan bergerak dari atas ke bawah. Itu pun tak luput dari mata hitam bening milik Zakiya.

     "Kadang buat jalan terus terasa berat.." suaranya yang menjadi serak membuat Zakiya semakin terdiam. Ia juga mengalami hal yang sama, tapi.. Ia tak ingin mengulang sebuah kesalahan masa lalu yang terasa bodoh. Jahiliyah. Ia merasa ngeri dengan dirinya jika mengulangi semua hal itu kembali.

     Jika sama-sama terasa berat untuk melangkah, lalu siapa yang akan ada depan. Tak mungkin jika harus di belakang dan semakin ke belakang. Ia tak ingin jadi orang yang merugi.

     "Jub.. Andai kamu juga tahu, semua di awal terasa sulit. Hijrah Jub.. Hijrah. Setelah terus berjalan ke depan aku ggk mau mundur kebelakang. Bahkan kadang jalan kita pun agak berkelok Jub.." suara itu juga ikut serak. Menahan rasa perih di tenggorokan yang terus menerus ingin dikeluarkan. Tidak untuk sekarang. Biarlah ia menahan sedikit karena terkadang manusia juga harus perlu menahan kristal bening dari mata agar tak berjatuhan.

    "Istiqamah Jub.. Jangan terus lihat ke belakang!  Di depan sana masih ada jalan.. mungkin jalan itu sedang berasap hingga membuat kaki itu terhenti karena mata yang tak dapat menerobos pekatnya asap" satu.  Hal yang ia tahan akhirnya turun juga. Pria itu- Furqan terdiam tak ingin melihat wanita yang mungkin sama sakitnya. Fisik dan hatinya sakit.

    "Istiqamah. Assalamualaikum... Jub" dan dia pergi. Dia pergi. Entah kapan akan kembali. Satu tahun, dua tahun, tiga tahun atau selamanya? Dan lihatlah betapa ia akan akan terkejut mendapat sebuah kiriman pos bertuliskan undangan pernikahan atau surat dari rumah sakit,  atau bahkan suatu panggilan telepon yang menggema ke dalam Indra pendengarannya.

    Kata terakhir gadis itu masih terputar jelas dalam indranya. Istiqamah.  Ya.. Furqan lupa sebelum gadis itu pergi ada sebuah do'a yang sampaikan. Ya Allah.. Furqan belum menjawabnya.

     Wa'alaikumsalam...

                             🐾🐾🐾

      "Ukhti... Ukhti!  Konsumsi disini kurang ukhti" suara lembutnya begitu damai. Dus yang berada di tangannya nampak terlihat besar dan berat. Dengan tertatih ia berjalan dan meletakan kardus itu di atas meja panjang yang terhampar kain putih.

     "Masyaallah... Ukhti!  Itu berat. Ikhwan dimana?" salah seorang wanita berkalung nama "Nadia Salsabila" berjalan menghampirinya dengan langkah tergesa.

BERHIJRAH atau TIDAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang