7-GILANG

2.6K 181 2
                                    

"Bu Nirah ingin bertemu Bapak, Pak."

Aku menoleh kearah intercom dimeja kerjaku. Suara Bian---sekretaris sekaligus sahabatku dari SD---terdengar cukup keras diruanganku yang sunyi.

"Oke, suruh masuk aja." kataku lalu merenggangkan otot-ototku sebelum bertemu dengan mantan mertua. Bu Nirah itu Ibunya Jasmine, biasanya aku panggil Ibu. Kami tentu masih berhubungan baik sampai sekarang.

"Gilang?" kepala Ibu menyundul dari balik pintu.

Aku nyengir keki, "eh, iya Bu. Masuk aja nggak apa-apa."

Ibu membuka pintu ruanganku sedikit lebih lebar, lalu berjalan masuk diikuti Jihan, mantan adik iparku. Lha? Jihan ngapain ikut kesini?

Aku menelan ludahku perlahan. Jihan berjalan mengikuti Ibu menuju kearahku. Ia menenteng tas tangannya berwarna hitam, mengenakan dress pas badan berwarna merah, dan memakai stiletto berwarna merah darah. Shit!

Jihan itu bertolak belakang sekali dengan Jasmine. Jasmine yang lebih sopan, Jasmine yang lebih kalem, Jasmine yang lebih tertutup, Jasmine yang lebih manis. Sedangkan Jihan? Yah, kebalikan dari itu semua. Tapi mereka berdua adalah kakak beradik yang kompak dimataku.

"Nak Gilang mau ada meeting? Kok Ibu nanya dicuekin aja daritadi."

"Eh?" Aku mengerjapkan mataku beberapa kali. Tau-tau Ibu sudah ada didepanku.

"Enggak kok, Bu. Gilang nggak ada meeting. Ibu sudah makan siang?" tanyaku sekalian mencium tangan Ibu.

Ibu mengernyit, lalu geleng-geleng kepala. Beliau berjalan menuju sofa ruanganku dan menghempaskan bokongnya disana.

"Belum? Ya sudah, makan siang bersama aja, yuk!" Ajakku semangat. Aku melepas jas-ku dan menyampirkannya di kursi kebesaranku.

"Ehm, Mas Gilang. Ini kan masih jam sepuluh pagi, belum waktunya makan siang."

Heh?

Aku menoleh kearah Jihan, lalu melirik jam tanganku. Bodoh! Gilang bodoh! Mau ditaruh dimana harga dirimu?

Aku menggaruk pelipisku yang tidak gatal, "hehehe, tadi Gilang mau nge-test konsentrasi Ibu sama Jihan aja. Ternyata pada fokus. Hehehe,"

Demi Tuhan, Gilang. Image-mu sebagai mantan menantu yang sopan dan kalem sudah sirna.

-

"Mas Gilang jemput Jeje jam berapa?" tanya Jihan seraya menyedot minumannya.

Kali ini kami sedang makan siang berdua di salah satu restoran cepat saji. Iya, berdua. Ibu nggak ikut karena ada arisan.

"Jam setengah sebelas biasanya saya udah berangkat dari kantor kesekolahnya Jeje, supaya jam sebelas kurang saya udah disana. Jadi Jeje nggak nunggu."

Jihan manggut-manggut, lalu melirik jam tangannya, "ini udah jam setengah sebelas, Mas."

"Iya, tapi kan karena saya ada makan siang sama kamu, Jeje dijemput Mang Toyo. Saya sudah bilang, kok." paparku datar sambil menyuwir-nyuwir ayamku.

"Mbak Jasmine mau menikah lagi, Mas udah tau?"

Aku mengangguk tanpa menoleh, mataku masih terus menuju kearah ayam, "saya juga sudah dapat undangannya."

"Jeje juga udah tau, Mas?"

Aku mengangguk lagi.

"Mas bakal dateng, kan?"

Aku menoleh kearahnya, lalu mengernyit. Kenapa sih, daritadi Jihan ngoceh melulu? Kayak nggak ada waktu lain aja. Maksudku, ini kan sedang makan. Rasanya nggak etis aja.

The Distance Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang