8-KATYA

2.4K 198 3
                                    

Ini sudah 10 hari semenjak Om Gilang berkunjung kerumahku dengan membawa martabak sebagai ganti makanan yang pernah aku antarkan kerumahnya.
Om Gilang itu aneh, makanan yang aku anterin itu kan, sebagai gantinya karena keluargaku memang belum mengadakan syukuran rumah baru. Nunggu Ayah pulang dari Banjarmasin. Lalu kenapa harus dia ganti? Memangnya dia nggak tau arti syukuran?

Tapi nggak apa-apa. Selain Om Gilang kesini, Jeje juga ikutan main kerumahku. Jeje itu anak yang super duper aktif dan ceria. Dia juga nurut banget denganku. Kalau aku bilang enggak ya, enggak. Nggak pernah ngeyel. Coba aja Jeje jadi anakku, pasti aku bakal seneng banget.

"Katya, mau ikut Abang nggak?" Tanya Bang Regan disebelah TV dengan pakaian rapih. Jarang-jarang Bang Regan kayak gini. Biasanya juga amburadul.

"Abang emangnya mau kemana, kok rapi banget?"

Bang Regan berjalan menuju gantungan kunci disebelah kulkas. "Ada mamanya relasi Abang ulang tahun, terus Abang diundang. Kamu temenin Abang, ya? Daripada kamu dirumah sendirian, nggak ada makanan. Bunda juga masih dirumah Eyang,"

Aku menimang-nimang sebentar. Yah, bener juga, sih. Nggak ada lauk di meja makan. Kalaupun mau makan juga paling mie instan. Nggak sehat, bikin ususnya lengket.

"Ya udah, deh. Katya ikut."

Bang Regan menunjukkan senyuman puasnya, lalu mengambil kunci mobil. "Sip. Dandan yang cantik, tapi nggak usah cantik-cantik, entar digenitin temen-temen Abang. Abang nggak suka,"

Aku yang sudah sampai di anak tangga paling atas menoleh, lalu memasang wajah ngeri, "temen-temen Abang pedofil!"

-

Aku berjalan beriringan bersama Bang Regan dengan tanganku yang menggadeng lengan kokohnya. Lengan Bang Regan ini bener-bener, deh.

"Mamanya relasi Abang ini, udah 61 tahun tapi masih muda lho Kat, wajahnya. Kata temen-temen, sih. Abang belom pernah liat." jelas Bang Regan tanpa aku tanya.

"Oh, ya?"

Bang Regan mengangguk. Ia menoleh kearahku sebelum tangannya kembali menata anak rambutku dan menyelipkan dibalik telinga.

"Nah, udah cantik deh. Kalau kamu bukan adik Abang, kayaknya udah Abang nikahin dari jaman orok."

Aku mendelik kesal, lalu menyingkiran tangan Bang Regan dari wajahku. Bisa-bisa dikira kami pacaran, terus aku dilabrak para wanita yang sedang menatap Bang Regan dengan garangnya, kayak macan betina cemburu gitu.

"Abang mau ke teman-teman Abang sekalian ngucapin selamat. Kamu mau ikut Abang atau.." Bang Regan menggantungkan ucapannya saat aku buru-buru menggelengkan kepalaku.

"Katya disini aja,"

Bang Regan mengangguk, lalu segera mengecup pucuk kepalaku dan mengacak-acak rambutku. "Nanti kalau Abang udah selesai, Abang kabarin."

Aku gantian mengangguk sembari menatap punggung Bang Regan yang perlahan tenggelam diantara banyaknya manusia.
Aku menatap sekeliling, berharap aku menemukan sesuatu yang bisa membuat aku nggak mati kebosanan disini. Mungkin ada anak kecil yang mau dengan sukarela aku ajak main, atau apalah, terserah.

"Kakak cantik!"

Aku menoleh, itu bukannya suara Jeje? Tapi anaknya nggak ada.

"Kakak cantik!"

Aku mengedarkan pandanganku, lalu berhenti di stand zuppa soup. Ada Jeje yang sedang berlari kearahku dengan wajah sumringahnya, diikuti dengan anak laki-laki yang kayaknya aku nggak asing dengan wajahnya. Ah, Rafka. Anak yang dituduh Jeje menendang bolanya hingga mengenaiku.

"Halo, jagoan." aku mengelus pipi gembulnya. Jeje terkikik geli. Sumpah lucu banget, gemes.
Aku sebenernya agak bingung kenapa Jeje ada disini. Berarti si Om ada disini juga, kan?

"Kak Katya udah ngucapin Oma belom?" tanya Jeje dengan mata bulatnya berbinar seperti biasa.

Aku mengernyit. Oma? Oma siapa? Kan aku disini nemenin Bang Regan. "Oma siapa, Je?"

"Oma-nya Jeje. Kan ini acara ulang hatun Oma Jeje,"

Aku tersenyum. "Ulang tahun kali, Je maksudnya?"

Jeje merengut sebal, tapi akhirnya mengangguk, "iya itulah pokoknya sama aja."

"Kakak nggak tau Oma dimana, Je. Kakak disini nemenin Abang,"

Mata Jeje makin berbinar, dia menggoyang-goyangkan tanganku dengan semangat, "Kakak punya Abang? Jeje mau! Jeje mau liat! Mau ketemu!"

"Lafka juga! Lafka juga mau ketemu!" Aku bergantian melirik Rafka yang juga ikut-ikutan menggoyang-goyangkan tanganku yang sebelah kiri.

Dua anak kecil ini, memang benar-benar menakjubkan.

"Jeje sama Rafka mau ketemu Abangnya Kakak?" tanyaku yang dibalas dengan anggukan antusias mereka. Aku tertawa geli lalu melepaskan gandengan Jeje untuk mengambil ponsel didalam clutch-ku.

"Jeje, Rafka, makan dulu yuk."

Aku menoleh kearah suara wanita dibelakangku. Wanita dengan tubuh semampai dan paras yang ayu terlihat tersenyum manis.

"Mama! Sini!" Jeje melambai-lambaikan tangan gendutnya, menyuruh wanita yang dia panggil mama itu mendekat.
Lha, berarti itu mamanya, dong? Mati aku.

"Eh, anu mbak, saya bukan penculik, bukan." Aku cepat-cepat mengangkat tanganku dan menjelaskan sebelum wanita itu bertanya.

"Mama! Kenalin, ini Kakak Cantik. Kakak Katya. Kak, ini Mamanya Jeje. Mama Jasmine!" Jeje menarik tanganku untuk bersalaman dengan Mamanya---Mbak Jasmine---serta menarik tangan Mbak Jasmine untuk bersalaman denganku.

"Hai, Katya. Aku mamanya Jeje, panggil Jasmine aja."

Aku menyalami Jasmine dengan senyum canggung menghiasi wajahku. Sumpah, ini tuh rasanya kayak awkward banget. Aku ketemu ibu kandungnya Jeje, anak yang aku kagum dan idam-idamkan.

"Jadi kamu, yang suka diceritain sama Jeje ke aku.."

Heh? Memangnya Jeje cerita apa tentangku?

"Katanya, dia ketemu kakak cantik yang jadi tetangganya, namanya Katya. Ternyata itu kamu. Jeje senang banget kalau udah ngomongin tentang kamu." Kata Jasmine seolah menjawab pertanyaan yang ada dikepalaku. Ia melirik kearah Jeje dan Rafka yang udah berlari entah kemana.

"Aku bahagia banget, Kat, rasanya. Waktu denger cerita Jeje tentang kamu. Dia selalu semangat banget tiap ngomongin kamu, bikin aku penasaran kayak apa sih Katya yang selalu dibanggakan Jeje? Kayak apa sih, Katya yang diidamkan Jeje untuk menjadi ibu tirinya?" Jasmine tersenyum, tulus. "Rasanya tuh, antara senang, bahagia, lega, dan takut bercampur jadi satu. Tapi sekarang perasaan takut itu udah berubah jadi perasaan lega yang amat sangat, karena kamu keliatan bakal menjadi sosok ibu yang baik untuk Jeje."

Aku sedikit tersentuh mendengar perkataan Jasmine. Hatiku menghangat, senyumku mulai terbit perlahan menghiasi wajahku.
Tapi tunggu. Tadi apa katanya? Ibu yang baik? Sejak kapan aku jadi ibunya Jeje?

"Ibu yang baik gimana maksudnya?" tanyaku nggak ngerti. Iya, aku nggak ngerti banget.

Jasmine mengernyit, "kamu calon istrinya Gilang, kan?"

HEH?

Sumpah, sejak kapan pula aku jadi istri Om Gilang? Gimana bisa jadi istri orang kawin aja belom!?

"Kamu calon istrinya Gilang?"

Aku dan Jasmine menoleh. Disana sudah ada Jeje, Om Gilang, dan ibu-ibu yang sudah pasti aku jamin beliau adalah ibunya Om Gilang.
Aku menggigit bibirku gugup. Kulihat mereka satu persatu.

Ibu itu dengan tatapan kaget sekaligus bahagia, Om Gilang dengan tatapan kaget yang amat sangat, dan Jeje dengan tatapan bahagia serta matanya berbinar lebih dari biasanya.
Tuhan, cobaan apa lagi sih, ini?

-

left ur votes and ur comments here, peeps! 😜

The Distance Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang