14-KATYA

2.2K 168 7
                                    

Aku melirik Davian yang berada dihadapanku, dia menatapku dengan tatapan memohon. Seperti biasanya, dia masih dengan usahanya mengajakku balikan.

"Katya, aku minta maaf.."

Aku tersenyum masam, jengah dengan permintaan maaf dari dia, "Dav, udah berapa kali gue bilang kalo gue udah maafin lo? Lo tuh, udah lah, nggak usah lagi ngemis-ngemis maaf ke gue."

Tangan Davian bergerak memegang tanganku, dia meremas dan menahan tanganku biar nggak terlepas, "bisa kan kita balik kayak dulu? Sumpah, aku udah nggak berhubungan sama cewek itu lagi, tapi memang aku masih membiayai anaknya, ya itu kan anak aku juga. Tapi beneran aku nggak ada hubungan sama ib--"

"Dav!" aku menghempaskan tanganku dari genggamannya, "masalah lo sama cewek itu, masalah lo sama bayi itu, sama sekali nggak ada urusannya sama gue. Lo nggak perlu cerita karena gue sama sekali nggak peduli."

Aku berdiri, ekor mataku menatap mobil yang biasa dikendarai Om Gilang memasuki pelataran kampusku. Aku mengambil tasku dan berjalan menuju mobil Om Gilang.

"Apa alasan kamu nggak mau nerima aku lagi? Semua orang berbuat kesalahan, Kat. Semua orang juga punya masa lalu yang buruk, nggak ada manusia sempurna di dunia ini."

Aku menghentikan langkahku, tersenyum samar, lalu berbalik menghadap Davian yang membelakangiku. "Lo mau tau alasan gue nggak mau nerima lo lagi? You're cheating on me, for God's sake! Apa dengan lo minta maaf semua akan kembali kayak semua? Lo perlu tau, memaafkan bukan berarti melupakan, gue maafin lo karena gue malas berurusan lagi sama lo. Gue pengen masalah ini cepetan kelar, nggak ketemu lo lagi."

Aku menarik nafasku dalam-dalam, "nggak usah buang-buang waktu lo untuk hal yang nggak penting dan nggak mungkin." Aku melirik Om Gilang yang berjalan kearahku sambil melambaikan tangan dan senyumnya yang mengembang kearahku, "gue bakal menikah setelah wisuda. Gue harap lo nggak usah menghalangi gue lagi dengan ajakan-ajakan mustahil lo itu."

Aku segera berlari kearah Om Gilang dan mengajaknya untuk langsung masuk mobil. Rasa bersalah langsung menyelinap kedalam hatiku. Aku melirik kearah dia, yang sedang fokus menatap jalanan didepannya. Helaan nafas lolos dari bibirku, merasa nggak seharusnya aku membawa-bawa nama Om Gilang kedalam masalah ini.

"Kamu kenapa, Kat?" Om Gilang menatapku sekilas, lalu kembali menatap jalanan.

Heh? Aku mengerjap-kerjapkan mataku. "Apa? Nggak apa-apa, emang kenapa?"

Bisa kulihat sudut bibir Om Gilang sedikit tertarik keatas, lalu suara kekehan terdengar bersumber darinya. "Kok, malah jadi balik nanya?"

Aku meringis, lalu mengalihakan pandanganku ke jalanan sebelah kiri. Aku menggigit bibirku kuat-kuat, berusaha menghilangkan rasa gugupku. Sumpah, ini suasananya awkward banget, parah. Ini kali pertama nggak ada bahan obrolan antara aku maupun Om Gilang. Padahal biasanya, bahan obrolan dan candaan itu mengalir kayak keran air yang dibuka.

"Mau makan dulu nggak, Kat?"

Aku menoleh, lalu menggeleng pelan, "enggak deh, Om. Lagi nggak enak badan, mau istirahat aja."

Om Gilang cepat-cepat menaruh telapak tangannya di dahi dan leherku dengan wajah yang... khawatir?

"Kamu sakit? Kenapa? Pusing? Tenggorokannya perih? Mau cek dokter aja?"

Aku meringis melihat kepedulian Om Gilang. "Nggak, Om. Cuma kecapekan aja. Pulang aja ya? Istirahat bentar juga sembuh ini,"

-

"Nggak usah gila deh, lo! Mau-maunya aja sih dikawinin duda?!"

Aku mengapit hapeku diantara bahu dan telinga seraya memasukkan beberapa baju yang baru saja diambil Bang Regan dari tempat laundry.

The Distance Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang