Chapter 10 Satou Takeshi dan Terakhir

17 2 0
                                    

"Kouichi itu, aku kan?"

Mata Miyako menatap kosong menghadapku. Sedangkan aku bahkan belum bisa sadar dari pengelihatan yang barusan kualami. Aku langsung mengeluarkan pertanyaan itu dari mulutku. Ruangan itu hening. Aku bahkan bingung pada pertanyaanku sendiri.

Aku ini Kouichi—Miyahara Kouichi, Kehidupan masa laluku. Aku yang dilindungi oleh Miyako. Aku anak yang dilindungi Miyako itu—

"kenapa kau sampai melakukan itu?—"

Miyako sedari tadi hanya mendengar pertanyaanku tanpa menjawabnya. Aku tidak yakin apa dia mendengarnya. Dia hanya terdiam, mematung, tak bergerak sedikitpun. Dia seolah tak sadar. Aku bahkan sampai merasa dia tidak ada di tempat itu lagi. Dan tiba-tiba, dia lenyap, menghilang dari hadapanku seperti mimpi.

***

Hasil ujian dipajang di depan kelas. Aku melihat namaku yang tertulis di paling depan. Aku melihat namaku di tempat peringkat pertama. Tapi hatiku serasa tidak berdetak. Miyako—dia dimana sekarang?—apa dia menghilang?—apa sekarang dia sudah di alam baka?—

Jangan—aku tidak ingin dia pergi—kenapa dia menghilang begitu saja dari hadapanku?—

"Takeshi—"

Suara itu—Miyako...

Aku menoleh ke arah mana pun dia tak terlihat. Aneh—kali ini suaranya bukan terdengar di telingaku. Suaranya—ada di kepalaku.

Aku berlari melesat keluar sekolah berharap dia masih menungguku. Aku tahu dimana dia—aku bisa merasakannya. Aku tahu itu—

"Takeshi—"

"kenapa?!—" melihat sosoknya di bawah tugu itu, membuat air mataku yang susah payah kutahan sejak tadi, mengalir deras. "kenapa tiba-tiba menghilang seperti itu?—"

Suaraku yang bercampur dengan isak tangisan berusaha menahan sakit di dadaku ini. Bodoh sekali—aku ini payah—apa tidak ada cara lain—apa Miyako harus pergi?—melihatnya seperti ini saja membuatku tidak bisa menahan air mataku. Senyumannya itu terlihat setulus dulu—saat ia menyelamatkanku. Sekilas aku melihat wajahnya tersenyum padaku, saat aku sudah di ambang kematian. Melihat wajahnya itu—aku semakin menangis.

"Maaf, Takeshi—", katanya, "aku bohong—"

Aku tidak mengerti maksudnya—apa?—bohong?—

"apa maksudmu?"

"sejujurnya—kalau aku boleh bilang—aku masih ingin, sangat ingin waktu lebih lama lagi bersama Takeshi—"

Mendengarnya, dadaku semakin sakit. Kenapa dia baru bilang sekarang?—kenapa?—

"payah!—jangan bilang kau bohong karena lupa—"

"haha.. maaf, Takeshi," wajah Miyako tampak sangat pasrah, seolah sudah siap pergi ke alam baka. "dunia ini—bukan tempatku yag seharusnya, aku ini sudah mati—"

"tapi—"

"maaf—Takeshi, aku sudah harus memenuhi janjiku—"

"tapi, kau bisa tinggal kan?—nggak harus pergi—"

Aku yang sudah tidak berdaya untuk berkata-kata, berusaha mencegahnya pergi—aku tidak ingin kehilangan Miyako. Aku bahkan belum bisa membalas budinya setelah mempertaruhkan nyawanya melindungiku saat itu. Walaupun akhirnya aku mati—tapi, dia tetap menjagaku. Bahkan sampai kehidupanku yang saat ini, sampai usia 90 tahunnya—

"Maaf, Takeshi, sepertinya aku sudah waktunya—"

Melihat sosoknya mulai menghilang diantara sinar matahari senja, aku semakin tidak ingin melepaskannya. Seharusnya aku tidak mendapat ranking 1, seharusnya aku mencarikannya es krim delima sampai ke ujung dunia sekalipun, seharusnya aku belajar 10 jam sehari, seharusnya—

Ghost-senseiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang