Alan berjalan masuk ke dalam rumahnya. Seperti biasa, tidak ada orangtuanya di rumah.
Dia berjalan ke kamarnya. Mendengarkan lagu dan memainkan gitarnya di atas kasur. Mengingat hari-hari yang di lewatinya bersama musuh sekaligus orang yang di cintainya, Fanya.
Sepi, satu kata yang melambangkan keadaan rumahnya. Namun berbeda dengan pikiran Alan. Dia terus memikirkan saat-saat dia bersama Fanya. Disekolah, di rumah Fanya, di mobil, dimanapun. Walaupun mereka memang hanya pernah bertemu di sekolah, di rumah Fanya dan di dalam mobil tentunya.
Tidak pernah dia merasakan perasaan ini sebelumnya. Ketika perasaan sedih, senang, galau, semuanya dirasakan diwaktu yang sama.
Alan bisa mencium wangi khas Fanya masih menempel di bajunya hari ini. Rasanya dia ingin memeluk Fanya saat itu juga dan menyatakan semua perasaannya dan berharap Fanya akan merasakan yang sama.
Perasaan ini semakin aneh menurutnya setiap hari. Apakah dia benar mencintai Fanya? tetapi, Fanya bilang bahwa tidak ada yang namanya benci menjadi cinta. Namun apa yang dirasakannya saat ini jika bukan cinta?
Dia tidak suka jika melihat Fanya bersama laki-laki selain dirinya. Dia tidak mau melihat Fanya jatuh sakit. Dia tidak mau jika Fanya jauh darinya. Apa iya ini bukan cinta?
Alan tersenyum sendiri dikamarnya ketika mengingat Fanya. Namun lamunannya langsung hilang ketika ada panggilan masuk ke handphonenya.
"Halo?"
"Hai, kenapa? baru ditinggal udah kangen aja nih?"
"Nggak usah geer. Jaket lo yang waktu itu masih dirumah gue. Gimana? besok kan libur."
"Oh iya, yaudah Senin aja lah bawain. Atau kalau bisa, gue kerumah lo deh besok."
"Belum gue cuci."
"Gapapa. Besok gue ambil deh ya."
"Yaudah, bye."
"Eh tunggu!"
"Apaan lagi?"
"Lagi ngapain?"
"Idih malah nanyain itu. udah ah pulsa gue abis nih ntar."
"Ntar gue isiin."
"Php ah. Udah ye."
Tut. Sambungan terputus.
Fanya. Denger suaranya aja udah bikin hati gue tenang. Batin Alan sambil tersenyum.
Alan terus memainkan gitarnya. Tidak pernah ada satupun perempuan yang membuatnya seperti ini.
Mungkin dia memang mempunyai banyak mantan. Namun, tidak ada seorangpun yang membuatnya seperti ini. Tidak pernah sekalipun dia merasakan perasaan seperti ini kepada siapapun.
Alan tidak pernah rela untuk mengantar-jemput pacarnya ke sekolah tapi sekarang dia malah memaksa Fanya agar diantar-jemput olehnya ke sekolah.
Dia juga tidak pernah mau jika jaketnya di bawa dan tidak dicuci oleh pacarnya tapi sekarang dia malah membiarkan Fanya tidak mencucinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Troublemakers
Teen FictionKetika benci menjadi cinta yang bertepuk sebelah tangan. Dan ketika benci menjadi cinta yang datang terlambat.