Twenty

11.8K 682 3
                                    

Hari ini Fanya bangun jam setengah 7 dan langsung buru-buru mandi, memakai baju dan juga sarapan sedikit. Fanya langsung berlari keluar dan menemui Nata di rumahnya.

Fanya dan Nata langsung berangkat ke bandara. Fanya benar-benar tidak ingin melewatkan saat-saat terakhir dimana dia bisa melihat Alan dan memberi tau Alan semua perasaan yang dimilikinya selama ini.

Mereka sampai di bandara pukul setengah 9 kurang 5 menit. Jarak antara rumah mereka dan bandara memang tidak terlalu jauh dan jalanan juga belum terlalu macet. Nata juga mengendarai mobilnya dengan cukup cepat karena dia tidak mau jika sahabatnya tidak bisa melihat Alan karena kesalahannya.

Nata langsung menelfon Alan untuk menanyakan keberadaannya dan memberitahu bahwa Fanya ingin bertemu dengannya.

Alan langsung bangun dari tempat duduknya.

"Kamu mau kemana?" tanya mamanya Alan.

"Aku mau ketemu Fanya bentar, Ma. Nanti aku balik lagi kok," kata Alan lalu langsung berlari mmeghampiri Fanya dan Nata.

Alan langsung memeluk Fanya erat. Dia berusaha untuk memahan air matanya. Karena dia tidak mau jika harus terus menangisi Fanya.

"Lan, maafin gue kemarin langsung kabur gitu aja," kata Fanya sambil membalas pelukan Alan.

"Gapapa kok. Gue nggak nyangka lo bakal dateng kesini," kata Alan masih memeluk Fanya.

Fanya melepaskan pelukannya dan menatap Alan. "Nata yang ngasih tau jadwal terbang lo."

Alan melirik Nata dan tersenyum. "Jaga diri lo baik-baik ya. Kalau ada cowo yang macem-macem jangan mau. Kalau bisa lo sekampus sama Al atau Gilang atau Perfan atau siapa kek biar ada yang jagain lo di kampus."

"Alan, gue--" omongan Fanya langsung dipotong oleh Alan.

"Pokoknya kalau liburan panjang gue bakal selalu kesini dan nemuin lo sama yang lain ...." kata Alan lalu Fanya memanggil Alan lagi tetapi Alan tidak berhenti berbicara, "Lo juga harus janji ya nggak bakal ngelupain gue."

"Lan--" omongan Fanya lagi-lagi dipotong Alan.

"Gue sayang sama lo, Nya. Inget itu. Gue nggak akan ngelupain lo sampe kapanpun. Mungkin sampe gue punya istripun gue bakal tetep inget sama lo. Karena lo adalah satu-satunya orang yang ngebuat masa-masa SMA gue berwarna. Jadi gue mohon sama lo jangan lupain gu--" Fanya memotong omongan Alan.

"Gue nggak akan ngelupain lo, Lan. Sampe kapanpun. Nggak akan pernah. Gu .... gue juga sayang sama lo, Lan. I love you," kata Fanya lalu memeluk Alan erat sambil menangis dalam pelukan Alan.

Alan melepaskan pelukan dan memegang pipi Fanya. "I love you too."

Fanya tidak bisa berkata apa-apa lagi sampai akhirnya Alan mendekatkan mukanya ke muka Fanya. Dan kedua bibirnya bersatu. Fanya memejamkan kedua matanya dan air matanya langsung tumpah. Tidak peduli siapapun yang melihatnya.

Alan menjauhkan mukanya lalu tersenyum. "Gue harus pergi sekarang, Nya. Doain gue dan jangan lupain gue ya. Bye. Love you."

"Iya, Lan. Love you too," Alan langsung mencium kening Fanya dan berjalan menjauh darinya.

Fanya hanya bisa terdiam di tempatnya sambil menahan air matanya. Dia mengusap air matanya dan membalikkan badannya ke Nata.

"Pulang?" tanya Nata lalu Fanya mengangguk.

"Udah, Nya jangan di tangisin mulu. Gue tau lo sedih tapi udahlah bentar lagi kita bakal kuliah, banyak yang harus lo pikirin juga. Kalau lo mikirin dia mulu nanti kuliah lo nggak bener lagi," kata Nata mencoba untuk menenangkan Fanya.

TroublemakersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang