Saat ini..
Jakarta, Agustus 2015, ruang pengadilan negeri. Sidang sudah berlangsung selama tiga puluh menit. Di tengah perhatian yang masih tertuju ke jalannya sidang, suara teriakan memekik penuh histeris. Menyentakkan perhatian semua orang, menoleh ke sumber suara.
"Buka! Biarkan Darrius masuk! Mami bukan penjahat!!"
Hakim ketua memberi isyarat ke para petugas untuk membiarkan suara milik seseorang yang berada di luar itu masuk. Pintu utama ruang terbuka, dan dalam sekejap sosok pemuda berusia lebih dari 14 tahun itu langsung berlari kencang menuju ke arah terdakwa.
Tetapi langkahnya segera terhenti oleh hadangan tangan-tangan kekar milik para petugas. Darrius terus meronta-ronta, berusaha sekuat tenaga agar terbebas dari kekangan.
"Mami!! Darrius punya bukti kalau Mami bukan penjahat!" gema suaranya makin menjerit, memekik penuh histeris. Dengan cekatan pengacara Febri meminta agar hakim ketua memperbolehkan mengambil bukti tersebut.
"Tenang! Percayakan semuanya sama, Om. Kita akan buktikan kalau Mami tidak bersalah! Sekarang kita harus sabar!" perlahan Darrius mulai reda, lalu menyerahkan sebuah amplop cokelat, seukuran A4, ke pengacara Febri. Amplop itu pun segera diletakkan ke meja hakim ketua.
Melalui tatapan tajam, hakim ketua lekas mengeluarkan isi di dalam amplop. Membuka halaman per halaman, kemudian menyerahkan ke hakim lainnya. Setelah berhasil melihatnya, hakim ketua bersama hakim lainnya, saling berpendapat dengan volume suara nyaris tak terdengar. Kemudian hakim ketua angkat bicara.
"Perhatian! Dengan ini sidang di skors selama beberapa pekan mendatang!"
Jaksa penuntut umum cepat menyambar, "Mohon maaf Yang mulia! Saya belum menyelesaikan semua pertanyaan!"
"Sidang berikutnya, masih pada pokok acara pernyataan saksi dan dilanjutkan dengan agenda sidang lainnya," hakim ketua mengetuk palu, sebagai tanda sidang telah berakhir.
Sementara Darrius yang tak mampu membendung rindu, lekas menyergap ke tempat Kristalia Calysta hendak dibawa,
"Mami jangan pergi! Mami!!" nyatanya rindu itu harus bertepuk sebelah tangan. Keinginan untuk sekedar memeluk, lagi-lagi tertahan oleh kesiapan para petugas.
Pengacara Febri bersama Reyhan berusaha meredam gejolak emosi Darrius, "Kamu jangan seperti ini! Sudahlah!!"
"Om Febri akan berusaha maksimal membebaskan Mami dari semua tuduhan. Tapi sekarang kita harus bisa tenang. Oiya, yang tadi kamu kasihkan itu apa sudah ada fotokopi-nya?" Darrius mengangguk halus.
Dari dalam tas selempang, di raih salinan yang diminta, "Ada Om.. Ini semua sudah di fotokopi."
"Semoga saja dengan bukti tambahan ini, kita bisa membuat Mami terbebas dari semua tuduhan ini."
"Aku juga berharap demikian, Feb."
Reyhan, pengacara Febri dan Darrius keluar dari ruang sidang. Seirama dalam langkah, fotokopi salinan itu pun dibuka.
***
Now..
Jakarta, August 2015, the court of the country. The trial lasted for thirty minutes. When attention is still on the way to the trial, the shouting voice is full of hysterics. Jolting everyone's attention, turning to the sound source.
"Go! Let Darrius in! Mommy is not a villain !!"
The presiding judge gestures to the officers to let the voice of someone outside in. The main door of the open space, and in an instant the figure of the boy over the age of 14 years immediately raced toward the defendant.
But his steps were soon stopped by the heavy hands of the officers. Darrius continued to struggle, trying his best to be free of restraints.
"Mommy !! Darrius has evidence that Mami is not a criminal!" the echo of his voice increasingly screaming, screaming full of hysterics. Deftly lawyer Febri requested that the presiding judge allow the evidence to be taken.
"Calm down, trust us all the same, Uncle, we will prove that Mami is innocent! Now we must be patient!" slowly Darrius began to subside, then handed him a brown envelope, the size of A4, to Febri's lawyer. The envelope was immediately placed on the table of the presiding judge.
Through sharp eyes, the chief judge quickly took out the contents inside the envelope. Opening the page per page, then submitting it to another judge. After seeing it, the presiding judge along with the other judges, mutual opinion with the volume barely audible. Then the Chief Judge spoke up.
"Attention! With this trial on suspension for the next few weeks!"
The prosecutor quickly grabbed, "Apologies Your Majesty! I have not solved all the questions!"
"The next hearing, still on the subject of witness statements and proceeding with other agendas," the chief judge knocked on the hammer, as the sign of the hearing was over.
While Darrius is unable to stem the longing, quickly ambushed to where Kristalia Calysta was about to be taken,
"Mommy do not go! Mommy !!" in fact longing it must be clapped one hand. The desire to simply hug, again stifled by the readiness of the officers.
Uncle Febri's lawyer along with Reyhan tried to muffle Darrius's emotional turmoil, "You do not like this! Never mind !!"
"Uncle Febri will do her best to get Mami out of all the charges, but now we have to be calm, what are you talking about already copied? Darrius nodded gently.
From inside the sling bag, grabbed the requested copy, "It's all copied."
"Hopefully with this additional evidence, we can get Mami free of all these charges."
"I hope so too, Feb."
Reyhan, lawyer Febri and Darrius out of the courtroom. Along the way, the photocopy of the copy was opened.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Terdalam (Publish)
Mystery / Thriller#Ready in English version# (Translate by google.😚) ____________________________ RAHASIA TERDALAM PENULIS: Pasya Ukuran : 14 x 21 cm ISBN : 978-623-7532-45-3 Terbit : Oktober 2019 Harga : Rp 74000 www.guepedia.com Sinopsis: Sosok Trainer popule...