CHAPTER 22

51 23 4
                                    

Di bilik toilet perempuan tempat Rey bersembunyi dari kejaran para sekuriti. Keringat mengalir bersama rasa panik yang kian mengekang pikiran. Dia putuskan untuk berjongkok di wastafel closet.Berdiam diri sambil mendengar debaran suara jantung yang kian berdegup kencang. Rey berpikir hanya Febri jalan keluar satu-satunya terbebas dari kejaran.

"Halo, Feb! Tolong aku!! Sekarang aku di lantai sembilan, di toilet perempuan. Kamu cepatkemari, sebelum mereka berhasil menangkapku!" kata Rey dengan nada berbisik.

"Oke! Kamu jangan bersuara apapun, sampai aku datang. Sebentar aku kesana! Aku sudah ada di lift, sebentar lagi sampai!"

"Dugh.. Dugh.. Keluar!!" sayup-sayup Rey mendengar para sekuriti yang berteriak sambil menggedor-gedor pintu toilet lelaki. Kepanikan mulai berubah menjadi rasa takut yang luar biasa.

Dalam waktu singkat, pengacara Febri sampai di lantai sembilan. Dia bergegas mencari toilet. Bersamaan dari itu, seorang sekuriti mencoba masuk ke dalam toilet perempuan. Keinginan itu segera terhalang dengan datangnya pengacara Febri.

"Pak tolongg!!! Aduh!! Asma saya kambuh!!!" para sekuriti kalang kabut saat menemukan pengacara Febri yang sempoyongan. Dihempaskan tubuhnya ke badan salah seorang sekuriti itu.

"Asma bagaimana, Pak?"

"Aa-ss-ma!!" beberapa yang lainnya berusaha mempobong untuk segera turun, tetapi ditahan Febri.

"Obb-at jja-tuhh di baww-ahh!!" para sekuriti itu langsung siaga mencari lift dan bersama-sama mereka turun, menemukan obat yang diminta. Setelah situasi terasa aman pengacara Febri berseru, "Rey!! Keluarlah. Sudah aman!"

Dari tempat persembunyian, Rey keluar membawa wajahnya yang pucat pasi karena ketakutan. Kehadiran pengacara Febri mengusir ketegangan itu sampai mulai mengendur, susut, lantas berganti dengan seraut wajah penuh harapan.

"Terus bagaimana caranya kita bisa turun, Feb? Mereka semua pasti sudah menunggu di lobi!"

"Sekarang lepas sepatu sekuriti itu! Jangan kamu masukkan baju itu. Keluarkan! Nah begitu. Sekarang jaket kamu itu di buka,terus dipakainya terbalik! Ini saya bawakan kamu topi, dan ini kacamataku kamu pakai saja!Cepat kamu rangkul saya!!" Rey turuti semua yang didengarnya. "Ingat, kalau ada yang mendekat, kamu harus lebih galak dari mereka! Termasuk nanti waktu kita mau ambil KTP di resepsionis!"

Keduanya masuk ke dalam lift yang membawanya sampai ke lobi apartemen. Tatkala pintu lift terbuka, beberapa sekuriti langsung menghampiri.

"Jatuh dimana obatnya, Pak?" tutur salah seorang sekuriti mendatangi pengacara Febri.

"Percuma mengharapkan bantuan kalian!! Biar saya bawa kakak saya ini ke rumah sakit! Karena kalian tidak becus kerjanya, saya akan lapor ke pengelola gedung!!!" bentak Rey bersama sorot matanya yang melotot tajam. Mendengar makian, semua sekuriti perlahan mundur menjauh.

Rey memapah Febri menuju ke meja resepsionis. Dia segera meminta identitas yang semula disita sebagai ganti acces card yang diberikan pihak resepsionis.

"Mana KTP bapak ini!! Ayo cepat!! Kakak saya ini sudah semaput!! Ayo!!" ucap Rey dengan nada tinggi.

"Ii-ya, siapa namanya, Pak?

"Cari nama Febri!! Ayo cepat!!"

"Terimakasih. Sekalian saya mau tahu alamat penghuni di lantai sepuluh bernama, Monalisa. Bisa saya dibantu?" mendengar perkataan terahkir itu, pengacara Febri menarik paksa.

Rahasia Terdalam (Publish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang