CHAPTER 09

44 37 0
                                    


Dari luar sudah begitu panjang antrian orang-orang yang ingin masuk. Aku datangi staff Pak Gatot yang berdiri berdampingan dengan penjaga tiket. Setelah berada di dalam, staff yang memiliki perawakan tinggi besar lagi hitam pekat itu, aku minta untuk berhenti mengikuti. Sesampainya di dalam, aku layangkan pandangan ke beberapa deret bangku yang perlahan mulai terisi. Kupilih tempat duduk dibarisan belakang.

Lampu panggung mulai menampakkan keperkasaan. Sorot kuat cahayanya membuat pandangan sedikit silau. Dari arah belakang panggung, gema microphone pembawa acara terdengar lantang membuka acara.

"Apa kabar!!"

"Fantastis!"

"Tepuk tangan buat kita semua yang super fantastis!" gemuruh tepuk tangan rampak, penuh semangat.

Di tengah semangat para peserta seminar, tubuh alamiku tak kuasa untuk mencari pelampiasan. Aku bangkit dan segera melepas yang tertahan sepanjang perjalanan. Satu-persatu kulewati barisan tempat duduk dengan penuh kewaspadaan.

Aku masuk ke dalam bilik untuk meluruskan niat semula. Selesai dari sana, aku sempatkan bercermin, merapikan tatanan rambut yang tak lagi berbentuk. Sosok perempuan cantik, bertubuh semampai dengan gerai rambut panjang berwarna pirang kecoklatan bersama longdress merah pas bodi, tersenyum manis. Tersirat dari wajahnya menunjukkan usia yang masih muda. Ia mengangguk lembut, awal sapaannya. Kuberikan balasan dengan ekspresi sama.

"Sudah sering ikut seminar ini?" kataku ringan, sambil membersihkan tangan.

"Selalu. Baru pertama kali ikut?"

"Kebetulan lagi ada janji ketemuan dengan.."

Perkataanku cepat disambar, "Dengar! Sudah ada Pak Gatot Purba!"

Aku terkesiap atas kepergiannya sambil terus meneruskan perkataanku, "Gatot Purba.."

Segera aku keluar. Dan.., "Sungguh fantastis!" Aku hujat seisi ruang yang dalam sekejap sudah penuh dari sebelumnya. Bahkan mereka yang tidak mendapat kursi, rela berdesak-desakkan sampai berada persis dihadapanku.

Di atas panggung ada Pak Gatot yang membawakan motivasi, "Masalah akan selalu datang silih berganti. Membiarkan masalah bertumpuk, sama dengan menutup masa depan kita. Benar apa benar!"

"Fantastis!!" kompak suara dari para peserta berseru.

Aku terus bergeser, melangkah maju, mencari posisi nyaman. Setelah mendapat sedikit ruang menghirup udara, pandanganku menyergap keberadaan sosok Id yang tengah duduk. Aku menyipitkan mata, mengusir keraguan. Tapi Id sungguh nyata ada di sana. Makin lama, semakin bertambah rasa penasaran, dan kudekati dirinya. Ketika berhasil sampai diantara barisan tempat duduknya, kuamati tiap gerak-geriknya yang seakan kerap kali mencari keberadaanku. Benar semua prediksiku selama ini. Dia memang suruhan dari pesaing Pak Gatot di PILKADA.

"Aku musti laporkan kejadian ini!! Tapi sama siapa aku melapor! Pak Ben? Oh, tidak. Mana mungkin dia tahu-menahu dan mau tahu semua masalah ini. Yah! Sekarang juga!"

Kusingkap beberapa orang yang menghalangi aku melangkah. Tak mudah menembus barikade pejagaan ketat berlapis-lapis. Tapi nasib baik rupanya sedang berpihak. Lelaki dengan kulit hitam pekat yang tadi membawa masuk ke dalam acara, berhasil kutemukan. Berkat bantuannya, dengan mudah aku lewati sekuriti yang berjaga.

"Ibu tunggu disini, biar saya cari bapak!"

"Saya akan tunggu," kataku sambil melirik singkat ke sebuah identitas kecil berbentuk persegi panjang yang terdapat di atas saku kemeja safari.

Dari jauh Pak Gatot disusul Pak Ridwan datang mendekatiku. Ia berjalan dengan tergesa-gesa bersama air keringat yang membasahi wajahnya.

"Kristal! Kenapa kamu ketakutan seperti itu?" kami saling berjabat tangan, dia menunjuk ke ruang privasi yang telah disiapkan.

Rahasia Terdalam (Publish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang