Chapter 8

1.4K 39 0
                                    

Keesokannya...
Pagi tiba, cuaca hari itu di seoul cukup cerah. Cahaya masuk menerobos gelapnya ruangan dimana alfi tertidur ia mulai merasakan hangatnya sang surya, meski luka semalam masih menyisakan kepedihan mendalam. Beranjak dari ruangan itu menuju kamar tidurnya, dengan berjalan tertatih tatih alfi memantapkan langkahnya.

Kriettt......
Membuka pintu dan mencoba mengamati sekitar, ayahnya tak terlihat. Tidak ada siapa pun kecuali wanita tua dan beberapa pegawai di rumahnya yang terlihat.

"Ekhem, bi? Ayah pergi?." Tanya alfi pada wanita tua yang sudah lama bekerja di rumah besar milik ayah alfi itu.

"Sudah den, bapak sudah pergi tadi pagi." Jawab wanita tua.

"Ahhhh begitu, baiklah terima kasih bi." Timpal alfi.

"Hemm.. sama sama den." Wanita tua.

Setelah mendengar bahwa ayahnya telah pergi alfi merasa dunia yang menghimpitnya kini benar benar luas, ia pun sedikit tersenyum pada wanita tua itu meski luka yang ia dapati di bagian bibirnya terus meneteskan darah.

"Den, kemarilah biar bibi bersihkan lukanya." Wanita tua

"Ahhhhh baiklah bi, aku pun sangat lapar. Semalam aku benar benar belum memakan apa pun." Alfi sedikit merengek.

"Uhm.. kasian kamu den, sebentar biar bibi masakan nasi goreng kesukaanmu." Jawab wanita tua.

Alfi hanya dapat tersenyum ke arah wanita tua itu, hanya ia yang dapat mengerti keadaannya sekarang. Wanita tua itu sudah lama bekerja di rumah ayahnya , ketika mendiang ibunya sudah meninggal pun ia masih setia bekerja disana. Ia merawat Alfi kecil hingga sekarang dengan kasih sayangnya seperi anak sendiri, Wanita tua itu adalah mengapa Alfi bisa bertahan dari ketidak adilan yang ia terima.

Alfi *POV*
Benarkah ibu meninggal karenaku? Mengapa ibu rela mempertaruhkan nyawanya demi aku? Apakah ibu tahu disini tak ada yang bahagia tak ada tawa, ibu tahu? Aku tak pernah melihat ayahku sendiri tersenyum padaku. Tak pernah bangga dengan prestasiku, yang ia inginkan dariku mungkin hanya kematianku saja bu. Aku tak pernah terlahir untuk bahagia dapatkah ibu mendengarnya? Rasanya ingin ku putar balikkan waktu. Aku benar benar tak tahu rasa disayangi Yang kutahu hanya tekanan dari tangan seseorang yang keras mengenai pipiku, yang ku tahu hanyalah cacian. Dan seseorang itu ayahku..
Alfi *POV* end

Author *POV*
air mata dari pria sejati itu pun tak dapat dihentikan, kembali ia terpikir kata kata ayahnya semalam. Tengah menangis wanita tua datang dengan membawa sepiring nasi goreng dan kotak p3k di tangannya, kemudian ia meletakkannya mendapati alfi memandangnya dengan berlinang air mata. Sudah tak heran seakan ia sudah tahu semuanya, wanita tua itu memeluk dan membelai rambut Alfi dengan meneteskan air mata.

"Sudahlah den, makanlah dulu." Ucap wanita tua.

"Iya nanti bi, biarkan begini dulu aku sangat merindukan ibu." Jawab Alfi.

"Aishhhh kau masih saja keras kepala ya? Cepat makan! Biar bibi bersihkan lukamu." Timpal wanita tua sembari mengkompres luka di bagian pelipis mata alfi.

Setelah lama bercengkrama dengan wanita tua itu, ia pun bergegas masuk kamar mandi untuk membersihkan badannya.

***
Tring....
Pesan masuk
Nin? Nanti jam 4 sore gua jemput!
Pesan singkat itu dari alfi, sontak anin terbangun dengan muka kaget.

Anin *POV*
Jam 4 sore? Ada apa sebenarnya dengan jam itu? Bukankah kemarin ia mengajakku ke taman jam 4 sore? Benar benar tak dapat ku tebak!

Membalas sms dari alfi
"Iya fi." Balas Anin singkat

Namun tak lama pesan itu terkirim,ralin mengirim pesan pada anin.

An Imposible First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang