Chapter 17

1K 47 8
                                    

***
Di tengah perjalanan pulang, Ralin terus memikirkan keadaan Anin. Ia tak tahu apa yang sebenarnya terjadi, setelah sampai di pagar rumah terlihat seseorang menunggu dengan senyuman manis.

"Eh Alfi?." Ucap Ralin.

"Emmm.. HBD lin." Alfi.

Ralin mengerutkan keningnya, pasalnya ia bingung. Ultah Ralin bukan hari itu, ia pun menjelaskan bahwa yang ultah Anin bukan dirinya.

"Maksud lo? Hari ini ultah Anin." Alfi kaget mendengar penjelasan Ralin, teringat hampir satu hari dengan Anin. Namun mengapa ia tak menyadari banyak kode keras dari sahabatnya sendiri.

"Emmm btw kan kamu deket sama Anin? Masa ultahnya aja gak tahu?." Ralin.

"Sumpah gua gak inget dan emang gak tahu." Timpal Alfi.

"Lo abis darimana?." Tanya Alfi kemudian.

"Emmm... abis dari rumah Anin." Ucap Ralin.

"Gini lin sebenernya tadi gua jalan sama Anin dan ada sesuatu aja buat lo, tapi gua rasa ini salah. Sorry lin." Alfi sembari duduk terdiam di teras Ralin.

"Jadi... semua ini salah lo fi??." Ralin  teriak membuat Alfi bingung.

"Maksud lo apaan?  Gua salah apa?." Alfi pun meneriaki Ralin, ia tak kontrol malam itu. Karena banyak pikiran di otaknya.

"Tadi Anin pulang dengan wajah bengkak dan beberapa lebam di wajahnya, dia terus nangis. Aku  ga ngerti karena dia sama sekali gak jelasin, dan yang bawa dia ke rumah Evan. Sekarang lo bilang sehari ini sama Anin berarti ada hubungannya sama lo fi!!." Teriak Ralin seketika membuat Alfi berpikir keras, ia tak mengerti. Mengapa Anin terluka? Apa ia jatuh? Dan jika Anin menangis karena luka jatuh itu tidak mungkin, sosok Anin tak pernah menangis karena hal spele.
Pikiran Alfi semakin ruwet ditambah Ralin terus bertanya, tak ada pilihan selain ia harus bertanya sendiri pada Anin.
Namun malam semakin larut, Alfi pun memutuskan menundanya esok dan kembali ke apartement milik Evan.

***

"Gua pul..." belum sempat Alfi menuntaskan, Evan seketika memukulnya dari balik pintu. Alfi memandang dan membalas pukulan Evan, kini mereka berdua bertarung tanpa batas. Sekitar 1 jam saling pukul, keduannya sama sama kuat. Melawan rasa kantuk yang berat,membuat mereka kehabisan tenaga dan berbaring di lantai sembari merasakan luka satu sama lain.

"Lo brengsek!!." Teriak Evan.

"Gua gak ngerti sama orang orang hari ini, Anin Ralin dan elo van." Menunjuk Evan yang tak berdaya.

"Lo masih ga ngerti? Tadi kenapa lo ninggalin Anin sendirian di tengah malam dan dalam keadaan menyeramkan hah!!." Evan dengan sedikit menumpahkan amarah pada tembok di sisinya.

"Tadi gua liat dia berjalan dengan wajah pucat, lebam dan mata bengkak akibat menangis. Gau ga tahan liat orang yang gua sayang merasakan hal kayak gitu fi, terlebih gua tahu elo jalan sama Anin. Sebagai sahabat gua percaya tapi sekarang lo bener bener banci!!. Lo tega fi lo tega ninggalin wanita!." Lagi lagi Evan berteriak membuat Alfi semakin bingung, Alfi mencoba mengingat kembali apa yang salah padanya hingga membuat Anin seperti itu.
Namun tetap teka teki tentang persahabatannya tak kunjung dapat terselesaikan, hingga penjelasan pun ia lontarkan pada Evan.

"Gua jelasin van, beberapa bulan ke belakang gua udah deket sama Anin. Kita saling bertukar cerita, ya dari awal emang salah gua yang nyangka jika gua deket sama Anin bakalan bisa deket sama Ralin. Cewek yang gua mau dari dulu van, tapi setelah gua pikir pikir Anin asyik buat gua nyaman van. Tapi ya gua kira ini perasaan nyaman sebagai sahabat, nah tadi malem kira kira jam 8 gua ajak dia ke pusat perbelanjaan buat beli hadiah ultah Ralin dan rencanannya mau nembak Ralin di saat saat hari bahagiannya. Gua coba praktekin cara nembak ke Anin, tanpa memberitahu dulu perasaan gua yang sebenernya ke Anin. Nah udah gitu dia pamit pulang tapi senyumnya ya sebiasannya kayak Anin yang gua kenal. Gua pun ke rumah Ralin dan kata ibunya Ralin pergi sebentar, gua nunggu agak lama Ralin pun pulang. Dia bilang bukan ultahnya hari itu melainkan Anin, sontak gua kaget kenapa  gak inget sama sekali. Ya mungkin nama mereka tak jauh berbeda, membuat gua ceroboh. Tapi masalah nangis dan luka gua sama sekali gak tahu van, karena saat pergi duluan Anin bilang ada penting sama seseorang dan ia terburu buru. Ya gua biarin dia pergi, lo tau sendiri kan? Anin orangnya kayak gimana." Jelas Alfi yang seketika membuat Evan berpikir dan tertawa menakutkan.

An Imposible First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang