BAB VI - Kerja Sama

17.3K 2.7K 791
                                        


***

Gegap Bermuda
Executive Chef Of W.Hotel
08xxxx

"OH, MY, BIG BUTTS! GUE DIMODUSIN CHEF GANTENG! HAHA HOHO CIAT CIAT CIAAAT!"

Gemi Shaluna belum pernah sebahagia ini pasca patah hati. Pemilik The Chubby-toko kue berjaringan ritel food & baverage taraf international ini mengelilingi apartemen Jovanca sembari mempraktekan gerakan seni bela diri amatir yang pernah ia tekuni di bangku Sekolah Dasar. Penyebabnya? Tentu saja Art paper segi empat berkarikatur chef di dalam genggam ini.

"Lihat?" Shalu mengibaskan kartu itu di depan wajah para sahabatnya bergantian. Jika di depan laki-laki, Shalu terlatih menerapkan seni jual mahal, pada teman-temannya, ia menelanjangi segala atribut wanita terhormat bermartabat tinggi. "Dia ngasih kartu nama ke gue."

Jo menjawab tanpa mengalihkan mata dari layar ponsel yang menontonkan vlog seorang make up artis di Paris, "Kartu nama bisnis?"

"Yang private, Rapunzel!" pekik Shalu, gemas.

"Lo nggak halu, kan?" Si sarkastis Agatha sedang memainkan batu es pada gelas Heineken Light-nya.

"Iya, bisa saja Lulu print sendiri," sambung Glory, santai.

"Astaga... kalian baru saja meragukan daya pikat gue. Thanks, ya, Friends!"

Mendapati wajah berenggut Shalu, Jovanca tergelak puas. "Dora, lo belum spesial kalau cuma dikasih kartu nama. Bisa aja lo mau diajak jadi model video clip promosi. Perempuan gemuk lebih meyakinkan calon konsumen. You know, kan, bagian dari company profile."

"Maksud lo, gue dijadiin alat advertising?"

Jo biarkan Shalu menarik kesimpulan.

"Tapi dia ramah. Kelihatan tulus. Dan, gue ditawarin tumpangan pulang!"

"Lo baper hanya karena keramahan? Gawat! Besok-besok, lo bisa cinlok sama pegawai Alpa Mart, Satpam di Bank, dan semua Abang Ojol yang lo tumpangi."

Perkenalkan, yang berkomentar barusan adalah mahluk malang sinis pembenci laki-laki. Pernah gagal nikah dua kali. Dan sampai saat ini sedang berusaha mengubah orientasi seks ke sesama jenis-meskipun setiap kali melihat postingan beberapa cowok, ia masih suka men-zoom area tonjolan di balik boxer lalu memprediksi ukuran dan rasanya.

Bedebah. Shalu tak pernah mendengar komentar sinisnya.

"Hihi, Lulu lemah iman. Dasar tukang baper!"

Bah, Shalu melirik Glory dengan arti tersirat 'Lihat. Siapa yang bicara?" Si polos yang belum pernah pacaran satu kali pun. Yang bahkan pernah menangis haru berjam-jam hanya karena disenyumin teman abangnya. Tukang baper katanya? Lalu dia apa?

"Oke, kasarnya, gue ngak layak dimodusin?" Shalu bergabung dengan Jovanca dan Glory di sofa. Kesimpulannya langsung ditepis para sahabatnya.

"No, Cassandra. Lo layak." Satu dari Glory.

Jo mengimbuh, "Kita begini hanya nggak mau lo ditipu dua kali."

"Ya," Agatha duduk berdesak-desakan dengan mereka bertiga. "Masih ingat betapa bapernya lo sama Akbar waktu pertama kali kali ketemu?"

Ya, Shalu ingat. Akbar yang memakai kemeja putih dan jeans biru itu langsung mencuri perhatiannya sejak pertama kali bertandang ke rumah. Dengan kuluman senyum memikat, sembari menyalami tangan Shalu, laki-laki itu bilang, "Ornamen wajah yang bagus. Boleh nggak, saya berharap kalau anak-anak saya kelak, punya jenis wajah begini? Dari kamu...."

ChemistryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang