part 4

17 1 0
                                    

raihan pov
pagi ini dirumah baruku, aku baru saja melepas kepergian ayah keluar kota.
2 minggu lagi baru pulang katanya.
aku menurut saja. sudah biasa.
rumah sebesar ini cuma aku dan deny-kucing kesayanganku- yang menempati.

3 hari lagi semua berkas clear selesai.
3 hari yang membosankan.

ku ambil kemeja kotak-kotakku. ku pakai seadanya. dan topi pemberian papa, akan cukup berguna menyamarkan wajahku dari pak dodi. ya bapak satu ini selain ditugasin nyetir mobil dia juga ditugasin mengintai kegiatanku setiap saat. yah, begitu lah, sejak kejadian itu. ayah memperlakukanku seperti anak balita ditempat penitipan anak saja. selalu diawasi dan dimarahi jika salah.
benar-benar, memuakkan.

aku berjalan kepintu belakang. tembok pagarnya lumayan tinggi. ah, tapi bukan masalah. bukankah sudah biasa bagiku- panjat dan lolos.

"hup !!!" seruku kecil. setelah berhasil melompati pagar tinggi ini.

hah, ku hirup nafas dalam. jelas kurasakan aroma kebebasan. sesuatu yang paling ku suka.

ku atur langkah kaki. kutapaki setiap sudut daerah ini. semua seperti pemukiman pada umumnya. perumahan, taman, pasar. hanya satu yang menarik.
rumah ini, rumah dengan pagar merah kecoklatan berlantai dua dengan halaman penuh tanaman hias. jujur saja sebenarnya bukan rumahnya yang menarik.

tapi, dilantai 2, ada seseorang yang selalu ku perhatikan belakangan ini. aku bahkan tau kalau setiap malam gadis itu selalu belajar diatas meja yang menghadap kejendela kamarnya itu.
cahaya lampu belajar menggambarkan bayangan itu dari balik gorden putih.

entahlah, entah darimana kebiasaan itu mulai merasukiku. hanya saja sejak kecelakaan itu aku kehilangan barang berhargaku. dan... dia, aku punya firasat kalau dia tau dimana benda itu. hanya saja aku tak cukup berani menanyakannya.

bosan berkeliling, aku kembali kerumah. pagar tampak tak terkunci. kulihat pak dodi sedang asik tidur dipos satpam. aku mengendap-endap masuk. seperti maling dirumahnya sendiri.

segera ku buka garasi. tampak sepeda
berwarna hitam teronggok disudut garasi terhimpit oleh motor ninja merah kesayanganku.
tapi untuk kali ini tak mungkin motor itu yang ku bawa untk pelarian. pak dodi akan segera terbangun begitu mendengar suaranya.

ku tuntun sepeda itu keluar garasi. kembali mengendap-endap ku bawa sepeda itu keluar pagar. pak dodi tengah mendengkur lelap dalam mimpinya.

baguslah !.

ku kayuh sepeda itu diluar pintu pagar.
"yes !" sepeda siap meluncur dengan kekuatan tinggi.

"den !!!, den raihan !!!" aku menoleh kebelakang. ternyata pak dodi memanggil-manggilku diatas motor hondanya.

"ah, sial !"

segera ku melesat cepat sepeda ku membelah jalan bergang ini dengan cepat. ah, sekencang apapun yang namanya sepeda pasti akan kalah cepat dengan motor.

aku memutar akal. tepat disudut sana sepertinya ada pagar rumah warga yang terbuka. untung pak dodi masih jauh. aku berbelok kehalaman rumah itu dan bersembunyi disana.

sementara pak dodi terus lurus kehilangan jejakku.

ku tarik nafas lega.
"hei, kamu siapa ? apa yang kamu lakukan disini ?". aku menoleh, ku lihat seorang wanita menatapku dengan tatapan heran.
"eh, ma,maaf ! cuma numpang bentar kok , permisi !" kataku kikuk, sembari mengayuh sepeda dan beranjak pergi meninggalkan wanita yang masih mematung heran itu.

*****

akhirnya aku sampai ditoko buku. segera aku masuk. lama melihat-lihat aku mulai bosan. selesai memilih beberapa komik. aku bergegas menuju kasir.
"siang mas" tegur nya ramah.
aku tak acuh. segera ku sodorkan buku pilihanku.
"raihan ?"
ah, "kenapa dia manggil nama ku ?"
segera ku arahkan pandangan kearahnya.
"eh, elo dik ?"
"iya, ini gue" dika tersenyum
"lama gak ketemu. mangkin tinggi aja lo han !" kata dika sambil memegang pundak ku. ku balas merangkulnya.
ya iya lah, terakhir kita ketemu kan kelas 2 MTS.
"bukanya lo pindah kekairo ya ? kenapa lo disini sekarang ?" tanya ku heran.
" panjang ceritanya han, ntar kalau ada waktu gue ceritain ya !" tutur dika sambil melayani pelanggan setelah ku.
aku mengangguk-angguk, mengerti.
dering hp dika berbunyi. dika menerima sebuah SMS, yang aku tak tertarik mengetahuinya. aku melihat-lihat buku dirak depan meja kasir.
"eh, han lo, lagi sibuk gak ?" tanya dika.
"mmm, ngak tu, kenapa ?
"gue boleh minta nomor lo ?"
aku segera membari nomor telfonku
"gue ada urusan mendadak han. lo mau gak gantiin gue jadi petugas kasir bentar. 1 jam aja paling gue udah balik. ntar gue kasi komisi deh". tawar dika dengan wajah serius.
aku tertawa kecil
"komisi ? buat apa dik , waktu gue lagi senggang banget malah. yaudah, sini gue bantu ! lo pigi sana entar urusan lo gak kelar-kelar lagi !" tutur ku kemudian.

"thanks, kalau gitu han, gue pergi dulu. kalau ada masalah hubungi gue, ntar gue miss call ke nomor lo".
aku mengangguk faham. tak lama dika pergi meninggalkan toko.

lama aku melayani pelanggan. 1 jam berlalu, 2 jam berlalu. hatiku mulai mempertanyakan kemana dika pergi. ku pandang pintu kaca toko.
tak ku dapati dika disana. malahan aku terkaget. tampak pak dodi memarkirkan motornya diparkiran. aku menunduk. khawatir ketahuan kututup wajahku dengan topi hitam.
sukses. pak dodi berlalu pergi ketoko sebelah.

"siang mbak !" sapa ku sok ramah, tanpa melihat kearah pelanggan. aku yakin pelanggan ini pasti bertanya-tanya mengapa tingkahku seperti ini. tapi apa boleh buat daripada tertangkap basah sama pak dodi. dan berujung pada kemurkaan papa karna mengira aku bekerja ditoko buku selama kepergiannya. jelas aku lebih memilih bersembunyi begini.

"siang" balasnya.
oh, sepertinya suara ini tak asing. tapi dimana aku pernah mendengarnya ya ?
segera ku olah buku-buku pilihanya.
"ini mbak" ucapku sambil menyodorkan sekresek buku pilihannya tadi.
"mekasi mas !" jawabnya. saat hendak meninggalkan toko ku beranikan diri untuk melirik kearah wanita itu.
"apa?"
"bukannya dia ???"
tentu saja aku tak lupa, dia wanita berisik yang pernah ku lukai diladang bambu itu.
"sepeda pink"
aku mulai bimbang. haruskah aku menghampirinya ?
lalu pak dodi...
ah, sudahlah. bahkan disaat seperti ini masih sempat ku membuang-buang waktu.
aku berlari mengejar wanita itu. ah yang benar saja !, hanya beberapa saat sebelum ia meninggalkan toko. sekarang ia sudah diujung jalan sana dengan sepeda pink nya.
"Tunggu !!!" pekik ku kehabisan akal untuk menghentikannya. benar saja ia berhenti. bahkan lebih baik lagi, dia menoleh kearah ku.
aku menambah laju langkah ku.

huh, nafas dan jantung ini. kenapa sulit sekali diajak kerjasama. menyebalkan !

hah, sekarang aku tepat didepannya.
ku pegang lututku mengatur nafas. sekarang aku jelas bisa melihat wajah bingungnya.
"lama tak bertemu ! apa kau baik-baik saja ? apa lukamu sudah pulih ?"
ah, apa yang aku bicarakan. ini awal yang buruk untuk membuka perkenalan. kenapa aku bisa segugup ini !.

"maaf ?" ucapnya sopan. sepertinya dia masih bingung.
" kamu tak mengenaliku ?"
langsung saja ku buka topi ku.
"hah ?, beruang putih" ucapnya dengan ekspresi terkejud.
oh, yang benar saja begitukah selama ini dia menjulukiku ?
"aku..."
"den ! den raihan !!! jangan lari lagi !"
niat hati ingin memperkenalkan diri, dari kejauhan aku melihat laki-laki paruh baya berlari kearahku.
aku kehabisan waktu untuk berfikir.
bahkan lebih buruknya kehilangan kesadar untuk bersikap.

"sepeda pink !. maaf, tapi ada keadaan mendesak jadi..."

LARIIII !!!

sontak kutarik lengan gadis ini. mau tak mau dia harus ikut. sambil meringis kesakitan dia terus saja mengikutiku.
jujur saja. aku benar-benar merasa bersalah saat ini. aku tak ingin menyakitinya 2 kali. tapi.. keadaan ini sangat mendesak. aku tak ingin tertangkap pak dodi, tapi entah mengapa aku juga tak ingin kehilangan nya. oh, yang benar saja. apa yang aku lakukan
"akhhh !!!" aku benar-benar tak mengerti situasi apa ini.

reihana pov

orang ini. aku tak mengerti laki-laki seperti apa dia ini. sudah sukses membuatku terkejud melihat tampangnya. sekarang aku harus rela digeretnya mengikuti aksi tak menyenangkannya ini.
ah, menyebalkan. padahal aku sudah berdoa agar ku tak bertemu denganya lagi. "benar-benar sial !!!"

dia memutar arah dibalik pagar rumput taman kami bersembunyi. lagi-lagi aku mengikut. ah, bagus. kini kami berjongkok sembunyi. rumput ini, ku harap cukup menutupi diri kami. aku telah lelah terus berlari dibawa si menyebalkan ini.

"sepertinya kita sudah aman" tuturnya sambil melirik kekanan dan kekiri.

aku mengatur nafas. segera ku hempaskan tangannya yang sedari tadi mengikat lenganku.
dia tampak tersentak. aku tak peduli.
"hei lo, gue peringatkan kali ini. kalau lo jumpa gue. dimanapun itu. jangan anggap gue ada jangan tegur gue, sapa gue, atau apapun itu yang membuat kita terkesan kenal !" ujarku masih menyopan-nyopankan diri. berusaha sabar.

"gu, gue minta maaf tadi itu ..."

"maaf ya beruang putih , tapi gue gak butuh penjelasan lo. dan yang terpenting turuti permintaan gue. mari kita saling mengabaikan oke"
aku terpaksa memotong penjelasanya lantaran terlalu kesal dan marah.
aku beranjak pergi. sementara dia hanya diam dengan raut menyesal itu.
"nama gue raihan, bukan beruang putih"
tuturnya kemudian. membuat langkahku terhenti. "raihan ? gak salah ?" batinku tak percaya.
tapi aku tetap melanjutkan langkah pergi meninggalkannya.

my white bearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang