part 11

12 1 0
                                    

"andai takdir bisa berganti. andai rasa pedih dapat ditukar"

rayhana pov

aku berlari kecil.
ku lihat wajah ceria raihan tersembunyi dibalik raut kesalnya.

aku sampai dipintu ruang rawatku, raihan menyusul setelahku.
sella dan mama ada disana.

"REY !!!" pekik sella lalu memelukku.
"gue pikir lo kecelakaan parah !" lanjutnya setelah memastikan kondisiku baik-baik saja.

"lo pengen ya gue kecelakaan ?" kataku pada sella.

"kok gitu si ngomongnya ?" dahi sella mengernyit sebal. aku tersenyum melihatnya.

"eh, tapi ngomong-ngomong mekasi ya han, udah kabari gue !" ucap sella sambil melempar pandang kearah raihan.

"mmm". angguk raihan.

"mama udah ngomong sama dokter. katanya gak ada masalah serius sejauh ini.  tapi tetap gak boleh pulang sebelum punggung kamu dironsen".

"ahhhh... mamaaaaa !!!! udah baikan kok ni, itu dokternya aja yang lebai. kita pulang aja yukk !!!" aku merengek, sejadi-jadinya. gak kebayang kalau harus tidur berbaring diruangan ini seharian.  

"gak bisa !" tegas mama spontan.

sella menepuk halus bahuku lalu berkata enteng :
"ya udah rey, tenang aja !!! sepulang sekolah gue pasti dateng kesini. lagian malam ini jugak gue nemenin lo kok ".

"ah, nyebelin lu sel ! bukannya nolongin gue jugak !"

"tapi mama lo bener rey. lo belum terlalu pulih, ikuti kata mama lo, entar lo nyesal !"

raihan ikut menimpali. tiga lawan satu. mending diam aja kalau udah begini. akan menjadi akhir yang buruk jika aku tetap bersikeras.

*****

raihan pov

langkahku lunglai menaiki anak tangga
ku buka pintu kamar dan seketika merebahkan diri keatas kasur.

lama berbaring dengan fikiran yang kian lama kian terbang, kurasakan mataku berat dan terpejam.

*****

suara berisik orang-orang yang sibuk berlalu-lalang dengan koper dan pakaian tebal mereka sedikit menggangguku. sesekali suara berisik itu bertambah-tambah jika pesawat-pesawat itu lepas landas.

aku duduk dikursi tunggu. ini kali pertama bunda pergi seorang diri ketempat yang jauh.
biasanya ayahlah yang selalu nenemaninya. kemanapun itu, bunda mendapat perlakuan paling istimewa dari ayah.

bunda datang. ditariknya koper kecil itu dan dipegangnya buku kecil yang disebut resmi sebagai paspor.
seulas senyum hangat menghampiriku. aku lantas berdiri dan memeluknya erat.

"bunda yakin mau pergi sendiri ?, mau aku temenin ?" aku bertanya dengan nada khawatir.

"eh, raihankan ada kelas besok, ! anak shaleh bunda gak boleh bolos !" tutur bunda lembut.

aku mengangguk-angguk paham.

hari itu, tak seperti biasanya. ayah pergi keluar kota mengurusi bisnis yang sedang sulit.

"semangat raihannya bunda !"

bunda berlalu meninggalkanku. entah mengapa hatiku getir melihat punggungnya yang semangkin mengecil dimakan jarak.

"bunda...bunda... bunda !!!"

mataku mengerjap, pandangan yang kabus kini semangkin jelas.

hari sudah gelap. ku hidupkan lampu kamar.
kini aku duduk ditepi tempat tidur. ku usap pipi kiriku.
air.

ya, ini mungkin mimpi yang menyedihkan.tapi... setidaknya aku bisa bertemu denganya, walau didalam mimpi dan kenangan.

"tok,tok,tok !" suara pintu.
memecah pikiranku.

"den, makanan udah siap den !"
terdengar panggilan wanita paruh baya dari balik pintu.

"iya, bi !" jawabku datar. segera ku turuni tangga.

"maaf pak ! kegiatan den raihan hari ini..."

"....."

" maksudnya pak ?"

"....."

"oh, enggak ! den raihan mah baik-baik aja minggu ini pak !"

"....."

"enggak pak gak ada masalah, dia udah berhenti buat onar pak!"

"......"

"oh, iya pak ! jadi laporanya gimana pak ?"

"....."

"kapan-kapan aja ? baik pak baik!"

dengan emosi yang meluap-luap segera kutarik telefon genggam yang sedari tadi tersemat ditelinga pak dodi. pak dodi tampak terkejut.

"yah, ini raihan !" ucapku mengendalikan diri.

"oh raihan ! kenapa jadi sama kamu telfonnya, kasi sama pak dodi, ayah..."

"ayah, raihan mau ngomong"

diam, ayah menunggu pembicaraanku.

"ayah gak perlu capek-capek nyuruh pak dodi mantau kegiatan raihan kalau ayah gak peduli sama hidup raihan. jika ayah cuma mau mastiin raihan gak ngulang masalah kayak yang dulu, ayah tenang aja. buat onar itu bukan gaya raihan lagi sekarang".

"kamu ngomong apa ini, papa lagi sibuk sekarang ! baguslah kalau kamu gak buat masalah  lagi ! sekarang kasi telfonnya ke..."

aku terus saja memotong pembicaraan ayah. masa bodoh dengan apa yang terjadi nantinya.

"kesalahan waktu itu, bahkan ayah tak pernah menanyakannya pada ku kan ? ayah gak pernah mau peduli.
ayah cuma peduli sama almarhum !!!"

"RAIHAN !!!" ayah membentakku. aku langsung mematikan sambungan dan menyerahkan hp itu pada pak supri yang masih terpana.

aku berlari, keluar rumah. berlari dan berlari sekuat tenaga. sejauh yang ku bisa, secepat yang ku mau. meski tak bisa ku pastikan semua kenyataan ini menghilang dari hidupku.

langkahku terhenti, seiring tenagaku mulai habis...

"AAAAA, KENAPA BUKAN AKU AJA YANG PERGI ! DENGAN BEGITU AYAH BISA HIDUP BAHAGIA DENGAN BUNDA KAN !!!"
aku berteriak sekuat tenaga. tak peduli betapa sepinya taman kecil ini.
mungkin lebih dari 100 putaran sudah kulalui. kini lututku terkunci ditanah. bersama keringat dan sisa kekuatan yang ku punya.

dan..
bagus ! sekarang air hujan turun.
aku tertunduk gamang. rumput ini mulai basah.

lama tertunduk kini ku lihat sepasang sepatu putih berada didepanku. seseorang berpakaian pasien rumah sakit berdiri menaruh kakinya dihadapanku.

aku menoleh kearahnya. begitu pula denganya, penampilannya sama kacau denganku. 

bodoh ! bagaimana bisa dia menahan air hujan dengan sweater yang tertahan dilenganya itu.

*****
rayhana pov

"rey, tuan super idiot itu... mencampakkan anaknya, karena gagal move on dari istrinya...".

"ha ?"'apa yang dibicarakannya ?

To be continue...

my white bearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang