Chapter 7 - Scary Mommy

946 49 4
                                    

 Roda travel bag menggelinding di lantai marmer Bandara Incheon. Suara lembut seorang wanita dari pengeras suara nyaris tak terdengar karena tertutupi oleh derap langkah sepatu bercampur dengan suara-suara berisik manusia-manusia yang berkeliaran di bandara itu.

Ketika pintu kedatangan Internasional terbuka, tampak seorang wanita mengayunkan kaki mulusnya yang terbungkus highheels sepuluh senti dengan sangat anggun. Pinggangnya berlenggak-lenggok bak model papan atas. Tubuh langsingnya terbalut gaun terusan ketat selutut dan ditutupi blazer hitam. Tampaknya pakaian itu merupakan hasil rancangan kelas dunia yang harganya selangit. Di lengannya tergantung sebuah tas Hermes keluaran terbaru. Sebuah kacamata hitam terpasang di matanya. Bibirnya yang mungil dipoles dengan lipstick merah, tetapi tidak tampak norak di wajahnya. Rambut panjang gelombangnya ikut terayun-ayun indah tiap kali ia mengayunkan langkah.

 Intinya, wanita itu tampak sempurna, hingga terkadang membuat para makhluk bernama pria terpesona memandangnya, sedangkan makhluk yang sejenis dengannya didera rasa iri yang teramat sangat.

 “Selamat datang, Hoenjang-nim,” sapa seorang pria yang warna rambutnya didominasi dengan warna putih.

 Wanita itu mengangguk sekilas sebelum masuk ke dalam sebuah mobil yang tampak kinclong dan mahal. Setelah duduk di kursi penumpang belakang dengan nyaman, ia melepaskan kacamata, tampak sepasang bola mata yang bening namun tajam.

 “Sekretaris Lee, ada kabar apa selama aku di Amerika?” tanya wanita itu sambil mulai menyalakan iPad-nya.

 “Keadaan di perusahaan berjalan seperti biasa, bahkan bisa dibilang banyak kemajuan sejak kursi direktur dipegang oleh Kim Daepyeo-nim.”

 “Benarkah?” tanya wanita itu dengan nada yang amat datar, seperti tidak sedang terkejut, kemudian sudut bibirnya tampak sedikit tertarik, “Jadi anak itu memang mewarisi bakat bisnisku. Lalu, bagaimana dengan kondisinya?”

 “Tampaknya Kim Daepyeo-nim sehat-sehat saja. Tetapi akhir-akhir ini dia sering pergi ke rumah sakit.”

 Wanita itu mengalihkan pandangannya dari iPad kepada Sekretaris Lee, “Kalau tidak sakit, mengapa ke rumah sakit? Apa jantungnya terganggu lagi? Bukankah operasi terakhir itu sangat sukses dan kata dokter tidak perlu sering-sering check-up?”

 “Hal itu… saya kurang tahu, Hoenjang-nim,” jawab Sekretaris Lee dengan agak terbata.

 Wanita itu tersenyum namun matanya menatap Sekretaris Lee dengan pandangan yang sangat menusuk, membuat keringat sebiji jagung mengalir di pelipisnya, “Bukankah kau tahu apa saja tugasmu? Aku tidak suka menjelaskan sesuatu dua kali.”

 “Ma... maafkan saya, Hoenjang-nim. Saya akan segera menyelidikinya,” jawab Sekretaris Lee gemetar.

  “Good,”Wanita itu kembali mengutak-atik iPadnya. Namun kini matanya tidak fokus lagi ke layar itu. Ia tampak sedang memikirkan sesuatu.

***

“Go… Go Hoenjang-nim? Maksudmu ibuku? Ibuku sudah kembali?” tanya Nam Gil sambil membelalakkan matanya.

 “Benar, Daepyeo-nim. Ibu anda sudah kembali dari Amerika. Pesawatnya baru saja mendarat di Incheon,” lapor Sekretaris Yoo.

 Nam Gil terenyak di kursinya sambil memijit pelipisnya. Tak disangka, sudah sebesar (baca: tua) ini, ia masih saja takut kepada ibunya sendiri. Entah mengapa, aura yang terpancar dari tubuh ibunya selalu membuat bulu kuduknya meremang, seperti melihat hantu saja.

 Sejak dulu Nam Gil memang tidak terlalu akrab dengan ibunya, apalagi setelah ayahnya meninggal, Ibu lebih sering berada di luar rumah untuk mengurusi bisnis keluarga yang sangat besar. Ibu memang seorang wanita karier yang sukses luar biasa. Ia bertangan besi, disiplin, keras dan ambisius. Tetapi sifat itu berhasil membawa NG Group menjadi perusahaan yang sangat besar.

 Dalam mendidik anak pun, ibunya sangat keras. Namun ia tidak main pukul. Hanya dengan tatapan matanya, anak-anaknya langsung menciut dan menuruti segala hal yang diperintahkannya. Itulah yang membuat Nam Gil merasa ketakutan tiap kali ibunya muncul.

 Sebenarnya bukannya takut. Ia sangat mengagumi sosok sang Ibu. Wanita yang usianya sudah menginjak kepala lima ini masih tampak anggun dan cantik, juga berwibawa. Tubuhnya langsing dan wajahnya kencang, seperti wanita usia tiga puluhan. Nam Gil hanya merasa dadanya penuh sesak dengan beban yang menghimpitnya. Sebagai anak laki-laki satu-satunya, ia dituntut banyak hal. Ia harus belajar dan bekerja giat untuk mewarisi seluruh perusahaan NG Group. Dua kakak perempuannya sebenarnya juga mewarisi perusahaan, tetapi hanya beberapa, karena mereka telah menikah dan lebih cenderung mendukung bisnis suami mereka.

 Dan kini, ia semakin khawatir karena ia telah melakukan sesuatu yang paling dibenci oleh ibunya, yaitu bergaul dengan rakyat jelata alias miskin. Bahkan berpacaran dengan gadis miskin itu!

***

Suasana di ruang makan kediaman Kim sangat hening. Hanya terdengar denting sumpit dan sendok, itupun sangat pelan. Ibu Nam Gil tampak sangat menikmati hidangan khas Korea yang disediakan koki pribadinya, sedangkan Nam Gil susah payah menelan daging panggang yang sedari tadi terus dikunyahnya.

 “Bagaimana keadaan jantungmu?” tanya Ibu setelah meneguk sesendok sup kimchi.

 “Baik, Bu.”

 “Tidak pernah sakit?”

 “Tidak, Bu.”

 “Lalu mengapa sering ke rumah sakit?” tanya Ibu sambil menyuapkan nasi ke mulut mungilnya dengan tenang.

 Sumpit Nam Gil berhenti bergerak. Tangannya tampak sedikit gemetar. Bola matanya bergerak-gerak gelisah.

 “Aku… aku hanya check-up biasa.”

 “Setiap hari?” tanya Ibu, masih dengan ketenangan yang luar biasa.

 Skakmat. Nam Gil sudah tidak bisa beralasan apa-apa lagi. Lidahnya kelu.

 “Perempuan itu… kapan-kapan kenalkan pada Ibu.”

 Nam Gil memejamkan matanya pasrah. Tampaknya informasi sekecil apapun bisa Ibu dapatkan. Ia meletakkan sumpit di sisi mangkuk, kemudian menatap Ibunya dengan ekspresi datar.

 “Baik. Kapan ibu ada waktu senggang?”

 Ibu tersenyum lebar, namun lagi-lagi senyum itu hanya berhenti di bibir saja. Matanya tidak memancarkan senyum itu, malah sedikit ada pancaran keterkejutan di sana, namun ia bisa menghandle keterkejutan itu dalam hitungan detik.

 “Kapan saja, Anakku. Kalau bisa secepatnya. Ibu tidak sabar ingin melihat siapa perempuan yang mencuri hati putra kesayanganku. Bagaimana kalau besok malam?”

tbc

[QSD FF] Destiny's Game✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang