7. Lebih Dari Sekedar Sahabat......

383 39 2
                                    

Mino berpaling kearah depan mobil. Kemudian berkata.

"Kita sudah dijodohkan dari kecil."

Sejurus kemudian Mino mengalihkan pandangannya tepat pada mata Choco lurus - lurus. Dan Choco menegak ludahnya tak percaya.

******

Mana mungkin, batin Choco. Kami dijodohkan? Kami kan sahabat dari kecil. Tak mungkin ada rasa itu. Ini gila namanya.

Choco terdiam mendengar alasan Mino yang baginya tak masuk akal. Sesuatu yang baginya mustahil untuk mempunyai rasa lebih dari seorang sahabat kepada Mino.

Dahinya mengerut bertanya pada Mino apakah itu sungguhan. Dan kepala Mino mengangguk dua kali, memastikan.

"Aku tidak berbohong. Itulah alasanku. Dan aku~~~"

Tubuh Choco kembali pada posisinya. Menghadap keluar jendela sebelah kirinya. Ia masih syok mendengar itu.

"Sebaiknya kita pulang saja. Aku belum bisa membahas hal itu." potong Choco segera. Ia masih belum siap kelanjutan kata - kata Mino.

"Baiklah." jawab Mino mengerti.

Mino kembali melanjutkan mobilnya yang berhenti tadi.

Sesungguhnya Mino ingin menyimpan fakta itu. Dia tidak mau Choco merasa terbebani.

Mereka masih sangat muda. Akan tetapi perjodohan akan tepat di depan mata. Apa yang harus dilakukannya? Ia saja masih bimbang pada perasaannya sendiri.

Choco, perjodohan ini malah membuatku jauh darimu, menyakitimu sahabatku, maaf

***********

Mino menghela napasnya kasar. Gusar. Pening. Sedikit menyesal telah mengatakannya pada Choco.

Sampai di rumah, Choco hanya diam saja. Lampu kamarnya saja tidak dinyalakannya. Padahal Mino sangat tahu gadis itu tidak suka kegelapan. Ia benci pada gelap.

Ia yakin Choco belum bisa tidur. Bersembunyi dibalik selimutnya.

Dari balik jendela kamarnya, Mino terus memperhatikan kamar Choco. Sampai lampunya menyala, baru kemudian Mino merebahkan tubuh lelahnya ke atas tempat tidur.

Memandang langit - langit kamar, pikirannya melayang pada kejadian itu. Dimana ia tahu akan dijodohkan dengan Choco.

Flashback

Tepat saat keluarga Wima dan keluarga Rein berlibur ke puncak. Seminggu sebelum masuk SMA.

Hari itu malam. Mereka sedang menikmati api unggun.

Wima dan Rein memanggang ayam. Lovin dan Chacha sibuk di dapur mempersiapkan bahan - bahan makanan lainnya yang dibantu Choco dan Mino buat dibawa ke taman depan. Tempat mereka menyalakan api unggun. Sementara Wilow, remaja yang selalu dingin plus cuek hanya asyik menjaga api unggun saja. Hal lainnya tak sudi dia melakukannya.

"Dasar pemalas!" gerutu Choco setiap kali sampai di taman menaruh bahan - bahan penyaji makan malam mereka.

"Sudahlah. Nanti makin jelek lho kalo marah - marah terus." ingat Mino tersenyum melihat tingkah kakak beradik yang jarang akur tetapi saling sayang.

"Bagaimana ga marah Min. Lihat tuh! Kakaknya sudah capek disini. Dia nya duduk dengan tenangnya jagain api unggun yang nyalanya melebihi badan pendeknya."

Punggung tangannya mengusap peluh di sekitar wajahnya. Memang Choco terlihat kelelahan.

"Ya udah kamu duduk saja dulu. Biar aku yang kedalam."

OUR DNA (Sekuel 'Kakak, Kamu Sangat Cantik') ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang