11. Officially

362 30 6
                                    

Bodohnya Choco pasrah didalamnya.



Lengan kekar Mino masih mengerat melingkar di pinggang Choco. Mengikis jarak antara mereka. Memperdalam tautan mereka. Entah mengapa Choco ikut pasrah didalamnya.

Hingga tepukan tangan keras Choco ke dada bidang Mino karena rasa sesak kekurangan pasokan oksigen, memundurkan wajahnya masing - masing. Semburat merah menghiasi wajah keduanya. Atmosfer disekitar mereka terasa panas, kaku dan canggung. Keduanya berlomba menghirup udara sebanyak mungkin. Mengisi ruang paru - paru yang tertahan. Sekaligus berusaha menetralkan debaran jantung masing - masing yang masih tidak karuan kecepatannya.

Mino mendehem lalu menyunggingkan senyuman. Sebuah senyuman kemenangan. Choco kali ini tidak menolak. Tidak mengeluarkan jurus andalannya. Kali ini gadis mungil itu penurut sekali. Badak dalam diri Choco tidak tampak sama sekali. Ia malah seperti kelinci, imut dan menggemaskan, berasa ingin dikantongin trus dibawa pulang. Lalu dipeluk - peluk kayak bantal setiap malam.

"Ketiga kalinya. Ini ciuman kita yang ketiga kalinya." tutur Mino masih mengatur napasnya pelan.

Tatapan teduhnya tertuju pada wajah tertunduk didepannya.

"Choco-" bisiknya lagi. Menunggu respon dari gadis mungil itu.

Kepala Choco mendongak. Matanya menatap langsung pada milik Mino. Ia berurai air mata. Ia merasa bodoh ikut terhanyut pada ciuman Mino barusan.

BODOH!!!, Choco merutuki dirinya sendiri yang mau ikut terhanyut. Menyesal.

"Ke-kenapa Cho?" tanya Mino panik setengah mati. Bingung sekaligus gusar. Ibu jarinya naik ke pipi Choco mengusap air matanya penuh hati - hati.

Bibir Choco mengerucut. Menampakkan rasa kesal sekaligus malu pada kecerobohannya. Ia ingin marah sebenarnya tapi anehnya susah untuk diungkapkannya. Karena memang ada rasa indah itu.

Rasa Mino tidak sepihak. Choco juga memiliki perasaan yang sama. Namun saat ini enggan ia jawab. Ia masih memiliki misi bersama Ardidan dan ia masih tidak terima atas sikap Mino selama ini.

Diam - diam Mino merasa gemas memperhatikan tingkah Choco itu. Ingin rasanya ia cubit pipi dan bibir mungil itu. Lalu kembali ia kecup hangat lagi.

"Kenapa kamu main cium aku begitu saja?! Hah!!!" pekik Choco dengan mata melotot.

"Ma - maksudnya?" sahut Mino bengong. Bukankah Choco memang mau dicium. Kalau tidak, kan pastinya dia akan menginjak kakinya atau menghajar milik masa depannya seperti biasanya.

"Yah ini barusan?!!!" sewotnya lagi. Mata Choco menunjuk kearah bibirnya sendiri.

"Ta - tapi bukannya kamu mau?" ucap Mino gagap. Ia garuk kepalanya sendiri gusar. Seakan - akan ia adalah terdakwa yang telah melakukan kesalahan besar.

"Siapa juga!" elak Choco tidak mau kalah. "Kamunya saja yang main sosor tau! Tiga kali lagi!!!"

Wups! Keceplosan!

Seketika Choco panik. Mengatupkan bibir mungilnya. Takut ketahuan oleh Mino jika dia sudah tahu mengenai ciuman pertama mereka sewaktu kecil dulu.

Mata Mino membulat. Wah, akhirnya Choco mengakui ciuman ketiga mereka setelah sebelumnya menyangkal. Sudut bibirnya menyeringai senyuman.

"Tahu juga akhirnya." Mino terkekeh senang. Senyumnya melebar.

"Apa - apaan sih? Bukannya jawab pertanyaan aku!" Choco berusaha menghindar.

Masih tersenyum, Mino merasa sedang diatas angin. "Baiklah. Aku cemburu, Cho." ungkap Mino jujur. "Aku tidak akan memakai lagi alasan calon tunangan. Aku memang cemburu melihat kedekatan kamu sama Ardidan. Dan karena kamu bilang kamu tidak pacaran sama dia. Makanya aku cium kamu. Supaya hati kamu hanya untuk aku."

OUR DNA (Sekuel 'Kakak, Kamu Sangat Cantik') ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang