Rasa ini menyiksa bodoh!
###
Bel pulang sekolah berbunyi.
Choco pulang sendiri menunggu bis di halte.
Tak lama Wilow lewat membonceng Sindi. Jujur terasa menyebalkan untuk Choco. Berasa banget sama status 'jomblo' yang disandangnya saat ini. Namun bila itu untuk Sindi, tentu dia akan membuang rasa egoisnya dan kejengkelannya kepada Wilow, adik laki - lakinya.
"Selamat deh wahai adik dan sobatku tersayang." gumam Choco tersenyum bangga pada dirinya sendiri.
Tak lama diantara siswa yang pulang, lewatlah Mino membonceng gadis cantik di koridor tadi.
CIH! Sok mesra - mesra - an di jalan. Gak tau malu!
Si wajah tampan itu tersenyum miring kearah Choco. Bukan kebetulan, memang sengaja. Itu sukses bikin hati Choco dongkol luar biasa.
Ia hentak - hentakkan kakinya ke tanah. Menyalurkan kemarahannya.
Eh, marah? Mengapa Choco harus merasa tidak suka akan kedekatan Mino dengan gadis cantik? Seharusnya dia turut bahagia, Mino punya gandengan baru setelah terakhir putus.
Entah pacar ke berapa gadis itu. Prihatin deh.
Bis datang. Segera ia menepis pikirannya akan Mino. Tubuhnya sudah terlalu lelah. Ia ingin segera tiba di rumah dan pergi ke kantor Lovin, bundanya.
###
~Kantor Bunda Lovin~
Choco tersenyum sumringah sampai disana. Sudah lama juga dia tidak kesana. Kira - kira setahun yang lalu.
Ia melangkah riang mengitari seisi kantor yang selalu sibuk. Interior yang menyenangkan, kreatif dan nyaman bagi siapapun yang masuk kedalamnya. Kagum ia kepada Bundanya yang selalu memperhatikan detail apapun yang dikerjakannya.
Sesekali ia berpaspasan dengan karyawan yang tampak asyik mondar mandir. Style berpakaiannya ada yang keren seperti artis namun ada juga gayanya nyentrik terus ada pula resmi ala kantor sampai sedikit berantakan dengan gayanya rada swag. Oke disini Choco sangat suka.
Kreativitas tetap dihormati di tempat ini.
Melewati koridor - koridor, sesekali matanya mengerjap memandangi poster - poster film yang terpampang di kanan kiri dinding koridor. Wah, keren. Rata - rata film - film yang sukses ditayangkan di bioskop. Tetapi ada juga yang pernah gagal. Bahkan hampir membuat perusahaan Bundanya nyaris bangkrut. Syukurnya semuanya dapat teratasi berkat - berkat tangan kreativitas para pekerjanya yang setia pada dedikasinya.
Sampai di lantai 5. Kantor Bunda Lovin berada di ujung koridor.
"Dek Choco, mau bertemu Bu Lovin?" tanya sekretaris Anna kepada Choco yang masih kagum melihat seisi kantor dari balik dinding kaca tembus pandang.
Pandangannya beralih pada wanita cantik berusia 27 tahun itu. Ia paparkan senyuman polosnya. Ia sudah akrab dengan wanita ramah ini. Ibarat seperti kakak sendiri. Sayang masih jomblo. Choco akan mempromosikannya pada abang - abang super keren. Harus itu! Jangan cantik tersia - siakan.
"Iya mbak Anna. Bunda ada di kantornya?"
"Ibu sedang rapat. Lebih baik Choco tunggu saja di kantor. Sebentar lagi selesai."
"Nanti saya kesana. Boleh kan saya lihat - lihat isi kantor?" ujar Choco antusias.
"Tentu" Anna merasa lucu melihat tingkah Choco yang menggemaskan. Tentu saja boleh. Kan perusahaannya orang tua Choco. Anna menggeleng - gelengkan kepala dengan kerendahhatian Choco yang suka merasa bukan anak pemilik perusahaan. "Mbak tinggal dulu Choco"
KAMU SEDANG MEMBACA
OUR DNA (Sekuel 'Kakak, Kamu Sangat Cantik') ✔
Fiksi RemajaTentang anak - anak Lovin dan Wima (Choco) dan Chacha dan Rein (Mino) Mino dan Choco dibesarkan bersama. Bertetangga. Kedua orang tua mereka adalah sahabat dari semasa sekolah dulu. Choco tahu semua hal baik buruknya Mino. Begitupun Mino sangat meng...