IV

871 22 1
                                    

Chapter IV

♣️♣️♣️

Hari ketiga MOS.

"Ra, cepetan! Udah pada ngumpul, tuh!" Suruh Nika dari balik pintu, memanggil Clara yang sedang sibuk membereskan tasnya.

"Iya bentar! Ini tempat pensil ngajak ribut banget!" Seru Clara sibuk sendiri. Setelah selesai, keduanya menuruni tangga dengan cepat, lalu bergabung dengan barisan di lapangan. Demo ekskul bakal dimulai 5 menit lagi dan murid-murid baru SMA Langit Biru sudah berkerumun dilapangan, tak sabar melihat atraksi-atraksi dari ekskul favorit mereka atau tak sabar melihat cogan-cogan anggota futsal dan basket.

Clara diam-diam juga sudah bersemangat untuk menyaksikan demo ekskul ini, berangan-angan bisa melihat ekskul apa yang dipilih Arvel. Ups.

"Halo!!" Sapa cowok berambut ikal dipodium, membuat seluruh anak baru membalas dengan sapaan 'Hai'

"Udah pada siap ngeliat demo ekskul nih??" Tanya si kakak bersemangat.

"SIAAP" sahut anak-anak.

"OKE! Tolong jangan ada yang didalam lapangan ya! Semua diluar lapangan aja demi keamanan dan kenyamanan eak," potong seorang cowok yang menyambar mic.

"Langsung mulai aja ya! Yang pertama, ekstrakulikuler pemandu sorak alias cheerleader!"

Sahutan anak-anak ramai memenuhi lapangan, terutama sorakan cewek-cewek borjuis yang sudah gak sabaran kepingin masuk cheers.

Lagu hip-hop remix terdengar dari speaker dan anggota-anggota cheerleader mulai mengisi lapangan depan, disambut tepuk tangan dari cewek-cewek borjuis itu.

Rok rumbai sepaha berwarna biru terang dengan highlight kuning dipadu dengan tank top berwarna sama dan bertuliskan 'Labstantic' (nama tim basket SMA Langit Biru) membuat penampilan cewek-cewek cantik itu makin bersinar. Kaki-kaki mulus ditutup stocking warna kulit mulai meloncati lapangan, lalu sebagian loncat keatas tubuh temannya dan membentuk piramida sempurna. Sorakan dan tepukan tangan menggema dengan hebat. Wow, cheerleader SMP Clara yang menjuarai berbagai kompetisi bahkan jauh lebih payah dibanding cheerleader SMA ini yang begitu detail dan rapih.

Tetap saja, Clara gak minat sama sekali.

"Yeeey!" suara cowok tadi menggema, masih dengan penampilan cheerleader dilapangan. "Kalo ada cheerleader, pasti ada tim yang didukung dong! Now, Please Welcome, basketball team from Langit Biru High School, LABS-TAN-TIC!!!!!!" Suaranya mengeras saat menyebut kata Labstantic. Cewek-cewek yang tadinya berbaris berjarak-jarak kini merapat untuk mendapat barisan terdepan.

Mata Clara melotot mendengar kata tim basket, membuatnya menyeruduk kerumunan sehingga berada dibaris paling depan, dengan teriakan paling membahana diseluruh lapangan.

Kerumunan cheerleader membentuk piramida setinggi 3 meter dan pecah dengan cepatnya, mengagetkan para penonton dan tak lama, cowok-cowok proporsional muncul dipimpin kaptennya yang men dribble bola basket.

"AAAAAAAAAAAAAA" Teriakan histeris para cewek-cewek menulikan telinga siapapun yang mendengarnya. Cogan-cogan itu mengisi lapangan, melakukan demo pertandingan. Mata Clara mencari-cari berlian ditengah padang pasir alias Arvel, namun yang ia dapat hanya punggung-punggung bernomor tanpa wajah.

"Elah, pada madep sini kek." Kata Clara tak sabaran, kepalanya mendongak-dongak mencari pangeran kuda putihnya itu.

"Naksir sama cowok yang kemaren ya?" Tanya sebuah suara yang tak asing lagi ditelinga Clara.

Clara menengok ke asal suara dengan tatapan judes, tau siapa yang berbicara tadi. "Gak usah sotoy lu." Semprot Clara.

"Ditanya baik-baik, jawabnya begitu. Serah dah," balas cowok tadi yang tak lain adalah Dylan.

Happily Never AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang