VII

785 26 5
                                    



Chapter VII

♣️♣️♣️

Clara belum membuka chat room Arvel. Debar jantungnya masih tak karuan karena rasa senang sekaligus bingung, apa kata-kata yang pas untuk membalas pesan Arvel.

"Ah, Nika pasti les. Gak bakal mau diganggu deh kalo udah les. Huft." Clara bergumam sendiri. Di kepalanya, huruf-huruf berterbangan dan Clara tak tahu bagaimana harus merangkainya menjadi kata-kata. Beberapa menit kemudian, akhirnya terlintas kalimat pertanyaan yang menurutnya, cukup bagus (ya mau gak mau pasti tentang basket..).

Oke kakk... Aku mau tanya, basket itu kegiatannya ngapain aja ya kak?

Send.

Tak menjelang lama, balasan dari Arvel masuk.

arvel : macem2 dek, selain latihan kita jg sering ikut kejuaraan gt deh, atau klo capek kita refreshing kmn gt, haha

Mata Clara melotot membacanya. PANJANG BANGET BALESANNYAA!!!

Yah, kalo lagi ngefans begini, hal kecil dan sepele kayak gitu aja bisa jadi hal yang bikin kupu-kupu beterbangan di perutmu, bukan?

"Manda! Ayo, jangan main HP terus! Cepetan ganti baju, temenin mama ke mall!" Panggil Mama dari lantai bawah. Dalam otak Clara langsung tersirat kalimat 'gak ikut', tapi Clara ingat bahwa ada buku baru dari penulis favoritnya yang baru sampai di toko buku hari ini. Ia pun langsung berubah pikiran. Demi buku yang baru terbit, apapun harus ia korbankan.

Padahal saat itu Clara baru saja akan membalas pesan Arvel dengan kalimat pertanyaan lagi (ya biar chat nya gak berhenti..).

"Papa kemana?"

"Loh, Papa kan kerja dari pagi! Ada klien yang nunggu."

Clara berfikir sejenak dan terlintas dipikirannya kejadian tadi pagi saat Papa mencium keningnya untuk berangkat kerja.

"Ooo.... Mampir ke toko buku ya, Ma!"

"Hah? Iya, iya! Yang penting temenin Mama!"

Clara berjingkak girang. "YEESS!!"

♣️♣️♣️

"Jangan lama-lama, Mama nanti kesini kalo udah dapet barang yang mau dibeli. Jangan kemana-mana ya. Nih, segini aja, sisanya pake uangmu sendiri." kata Mama sambil menyodorkan selembar uang seratus ribuan.

"Yah segini mah cuma dapet sampulnya doang, Ma." keluh Clara.

"Yee, segini atau gak sama sekali!" Mama menarik kembali uangnya dan memasukkannya ke dompet.

"Eh, jangan, jangan! Ih Mama, Manda kan cuma becanda. Siniin, dong!" pinta Clara. Mama tertawa kecil kemudian mengeluarkan lagi lembaran seratus ribu tadi, namun kali ini dibuntuti dengan selembar lima puluh ribu. "Nih deh, ditambahin dikit."

"Waahh makasih, Ma!" sorak Clara girang. Lalu wanita berumur empat puluh tahun itu melenggang pergi setelah mendapat pelukan dari Clara.

Clara menyusuri toko buku itu dengan mata tajam, mencari rak dengan kategori buku baru. Satu per satu rak dilewatinya. Dari deretan komik, novel, buku laris, sampai buku masak dilewatinya. Namun langkahnya terhenti saat melewati rak buku kategori Agama Islam dan Al-Qur'an. Ada sosok tak asing yang sedang memilah-milah buku disana. Clara memicingkan mata agar pengelihatannya lebih tajam. Mata yang tadinya sipit itu seketika melebar saat sosok itu menoleh kearahnya. Clara langsung berjalan dengan cepat dan mengumpat di rak buku yang ada dibelakang sosok tersebut.

Clara tahu siapa cowok itu.

"Pangeran gue! Pangeran gue ada disini! Di deretan buku Agama?!" Clara bertanya-tanya dalam hati. Ia mendongakkan kepalanya keatas rak buku tempat ia bersembunyi dan mendapati punggung gagah itu.

Happily Never AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang