V

731 21 4
                                    


Chapter V :

♣️♣️♣️

"Eh, maaf! Maklum, gue lagi gak pake kacamata. Sorry ya. Sini, gue bantu berdiri." tawar Arvel sambil mengulurkan tangannya yang disambut Clara dengan ragu-ragu.

"Gak ada yang sakit kan?" Tanya Arvel setelah Clara berdiri. Clara hanya membalas dengan gelengan pelan. Padahal sih, kayaknya pantatnya bakal memar tuh. Arvel memberi senyum hangat, membuat jantung Clara mendadak korslet.

"Yaudah, sorry ya sekali lagi. Tadi lagi buru-buru soalnya, makanya gue lari." Kata Arvel sembari tersenyum, lalu menaiki tangga dengan cepat.

Clara masih terdiam di tempatnya dengan tatapan tak percaya. Bahkan rasa sakit di pantatnya pun serasa sirna setelah melihat senyuman itu.

"Eh, tunggu. Lo yang kemaren dipanggil Fiza ke BK, kan?" Tiba-tiba Arvel kembali dan menepuk bahu Clara. Clara terdiam sesaat sebelum kemudian menjawab, "Eh... I-iya, kak.."

Arvel tersenyum lagi. "Hmm, Clara, kan? Yaudah. Sorry ya, Clara." kata Arvel sambil mengedipkan sebelah matanya. Kemudian cowok yang masih memakai seragam basket itu berlari lagi menaiki tangga dan hilang.

Clara benar-benar shock. Ia tak bisa bergerak sama sekali. Padahal banyak pasang-pasang mata yang menatapnya dengan iri dan sinis. Beberapa diantaranya bahkan sampai menangis dan garuk-garuk tembok saking iri pada Clara. Eh, gak deng.

Nika menyabet tangan Clara dan menariknya menjauh dari tatapan-tatapan menerorkan itu. Clara masih termangu dan lemas, sehingga ia hanya pasrah pada Nika yang menariknya kekamar mandi.

"LO STRES YA?!!" Semprot Nika sambil melotot.

Clara diam dan malah menatap Nika dengan tatapan kosong.

"Lo diem aja padahal senior-senior dan cewek-cewek itu ngeliatin lo dengan sinisnya!" omel Nika lagi.

Clara masih diam.

"Tuh, kan! Gue tanya malah diem aja! Stres lo emang!"

"He... He gaves me a wink.." Akhirnya Clara membuka mulut, namun tatapannya masih kosong.

"I know! Dan lo malah diem aja, bukannya langsung kabur atau ngumpet kek!" Nika menggeram kesal.

"Dan gue iri banget sama lo, Ra. Secara, seorang cogan yang taken baru aja mengedipkan matanya dan menjabat tangan sahabat gue dan dia bahkan gak ngeliat gue yang udah senyumin dia dan tepe-tepe. Ngelirik aja enggak!" Nika sebal sendiri.

"Pulang yuk, Nik...." kata Clara lirih.

"Huft! Yaudah!" Tukas Nika. Kemudian Clara, masih dengan tatapan kosongnya berjalan keluar kamar mandi.

"Ugh! Gue tuh gak habis pikir deh, sama lo. Udah diliatin segerombolan senior kayak gitu malah diem aja. Mencep. Gak bergerak. Huh!" Nika kembali mengomel saat keduanya sudah mencapai lapangan.

Clara memutar bola matanya, lelah akan semburan Nika yang tak ada habisnya.

"Ahh, kapan sih gue ngerasain hal yang sama!!"

"Gue pengen banget deh, diliatin cogan kayak gitu!"

"Apalagi dibantuin berdiri!"

"Apalagi dikedipin!"

"Apalagi disenyumin!"

"Apalagi nama gue disebut-sebut!"

"APALAGI TANGAN GUE DIGANDEENGG!!" Nika jadi seperti mengomel sendiri karena Clara hanya berjalan menuju gerbang tanpa memperdulikan ocehan Nika.

"Ayo Nik, pulang. Tuh, angkotnya lewat.." kata Clara sambil menunjuk kendaraan biru muda yang lewat didepannya. Nika menganga tak percaya. Yah, sahabatnya yang satu ini kalo udah ngefly, ya gini. Susah turunnya. Maklumin aja yah kawan-kawan....

♣️♣️♣️

Dylan sedari tadi mencuri-curi pandang kedalam kelas X IPS-1 itu. Setelah Mika memberitahunya bahwa 'si dia' masih dikelasnya, ia langsung ngacir dan berusaha mengintip dari jendela, seperti yang ia lakukan sekarang. Sesekali, ia berpura-pura berkutik dengan handphone nya saat ada orang yang melintas di koridor. Dylan berusaha menguping dari luar dan dapat mendengar beberapa percakapan 'si dia' yang sedang berkumpul bersama teman-temannya.

"Ya abisnya gue iri sama lo, Ra! Pacar lo kan ganteng gitu!" kata cewek 1.

"Iya tuh! Ganteng banget. Kok bisa ya cowok seganteng dia mau sama lo? Hahaha!" sindir cewek 2 yang disambut kekehan kecil kawan-kawannya.

"Eh, kalo diliat-liat, mantan lo cakep-cakep semua ih, Ra! Gue makin iri aja deh!" keluh cewek 3.

"Iya juga ya! Kecuali si.. Siapa namanya? Dylan ya? Nah, dia paling biasa aja tuh.. Hahahaha! Padahal sih, namanya kayak nama cogan, ya." Cewek 2 tertawa geli. Di luar, Dylan mengutuknya habis-habisan.

"Hush! Gak boleh gitu, ah! Dia tuh pacar pertama gue, tau." Akhirnya, suara yang sedari tadi ditunggu-tunggu Dylan akhirnya menyahut. Dylan tersenyum mendengarnya. Eh? Ngapain dia senyum?!

"Hehehe, maaf, Ra. Lagian emang bener, kok. Apalagi pacar lo yang sekarang tuh, si Jody. Blasteran gitu, kan! Ganteng banget!!!" Seru si cewek 3, lalu cewek 1 dan 2 berteriak semangat.

"Iya, dong. Pacarnya siapa duluu, Tara gitu loh!" Sahut 'si dia'.

Dylan tersenyum, lalu mengintip kedalam untuk yang terakhir kali kemudian pergi. Benar apa yang dikatakan Mika, perempuan itu makin cantik dengan rambut barunya. Dan benar lagi apa yang dinasihatkan Mika, ia memang harus melupakan perempuan itu.

Dylan menengok kebawah dari koridor di lantai 3 ini, matanya tertuju pada dua cewek yang sedang berjalan bersebelahan di samping lapangan. Yang satunya ngomel sendiri, yang satunya...

Yaelah.

♣️♣️♣️

BRUK!

"ADUH! WOY! Punya mata gak sih?!" Bentak Dylan sambil meringis kesakitan.

"Elah, sorry bro. Gak sengaja. Gue lagi buru-buru." Arvel mengulurkan tangannya. Entah kenapa ia merasa deja vù.

Dylan mengernyitkan alis. "Apaan sih. Gue bisa ya berdiri sendiri!"

"Wes selo aja dong! Lo gak tau ya, gue tuh kakak kelas!"

"Ya terus? Gue harus takut gitu sama lo?"

"Ya lo harus hormat lah!"

Dylan mendengus. "Cih. Lo pikir lo siapa sampe patut gue hormatin? Bendera merah putih?" Dylan berdiri, lalu segera melengos pergi meninggalkan Arvel yang melotot kesal.

"Gila tuh anak!"

♣️♣️♣️

"Jadi, siapa yang udah nemu calon nih di hari ketiga ini? Hahaha, kecepetan sih, tapi gapapa lah." Ketua Rush itu mengatakannya sambil sesekali menghisap rokok yang diapitnya diantara telunjuk dan jari tengahnya itu.

"Yah, gue sih belom tau ya. Tapi agak susah nyarinya nih, angkatan sekarang mukanya polos-polos semua." Cowok kedua menyahut.

"Yaelah, pasti ada lah satu atau dua yang keliatan selengean." Reza, sang ketua menjentikkan rokoknya dan abunya jatuh keaspal.

"Iya sih. Eh, gue nemu satu. Baru hari pertama aja, dia udah masuk BK. Pasti ngocol lah," Arvel mengambil bungkus rokok dari pangkuan Reza.

"Dan lebih lagi, dia berani banget ke kakak kelas. Tadi aja gue marahin, malah ngomel balik trus kabur gitu aja seakan gue yang paling salah." Timpal Arvel sambil menyalakan rokok yang terselip diantara bibirnya itu.

"Wah. Bagus tuh, Vel. Namanya siapa?"

Arvel menghembuskan asap rokok dari mulutnya. "Dylan. Aksana Raudina Dylan."

Reza tersenyum licik dan puas. "Kris, masukkin ke daftar."

Happily Never AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang