XI

974 37 5
                                    


Chapter XI

♣️♣️♣️

"Lo bawa gue kemana?!" tanya Clara khawatir. Dingin AC mobil Dylan mulai menusuk, apalagi kemeja dan rok sekolahnya masih basah. Tapi Dylan enggan menjawabnya, matanya masih fokus melihat jalanan.

"Din! Lo bawa gue kemana anjir?!" Clara makin panik saat melihat jalanan disekitar mereka benar-benar tak pernah ia lihat sebelumnya.

"Apaan tuh, 'Din'?" Akhirnya Dylan bersuara, meski dengan nada ketus. Clara menggigit bibir bawahnya, rupanya ia keceplosan.

"Hah? Gue.. Manggil lo 'Dy' kok, bukan 'Din'. Periksa kuping lo gih. Taunya ada ulet kan repot." ejek Clara beralasan. Dylan mengernyit lalu menjawab, "Lucu banget tuh sampe gue lupa ketawa."

Dalam hati, Clara sangat lega. Untung saja Dylan tak membahasnya lebih jauh. Namun leganya langsung hilang saat mobil yang ia tumpangi ini berhenti didepan gerbang suatu rumah. Dylan menekan klakson dua kali, tak lama seorang wanita memegang payung datang berlari dan membuka gerbangnya. Ini pasti rumah Dylan.

"Lo masuk duluan sana. Kalo mobilnya udah masuk garasi keluarnya susah." suruh Dylan, lalu memanggil wanita tadi yang tampaknya adalah pembantu Dylan dengan menekan klakson. Clara tidak merespon, namun setelah wanita itu berdiri didepan pintu mobil, ia menggerakkan tubuhnya begitu saja. Aneh, tumben banget Clara mau disuruh sama bocah tengil itu. Hari ini memang hari paling aneh sepanjang sejarah hidup Clara.

♣️♣️♣️

BUGH

Dylan melempar setumpuk pakaian tepat kewajah Clara. "Apaan sih?!" bentak Clara lalu menyingkirkan pakaian-pakaian itu dari wajahnya. Kini mereka sedang didalam suatu kamar, entah kamar siapa. Yang jelas, bukan kamar Dylan karna interior nya sangat feminin.

"Pake."

"Idih? Gue aja gatau ini baju siapa, masa gue seenaknya pake gitu aja?!"

"Heh, udah mending gue pinjemin-"

"HAH INI BAJU LO?"

Tentu saja Dylan mengernyit. "Bukan lah, dasar bego. Itu baju adek gue. Udah pake aja, ribet lo."

Lalu Clara memajukan bibirnya cemberut. Mau gak mau ia harus memakainya karna ia sendiri juga sadar tubuhnya mulai masuk angin karna seragamnya yang basah.

"Piyama?! Seriusan lo?!" Clara mengeluh saat melihat pakaian yang diberikan Dylan. Bocah itu jadi harus membalikkan badannnya lagi, padahal tadi ia sudah hampir keluar pintu.

"Itu satu-satunya baju yang jarang banget dipake adek gue, hampir gak pernah. Terima aja elah!"

"Iya iya." jawab Clara pasrah. Ia merasa sudah sangat cukup merepotkan Dylan hari ini. Kasian juga kalau ia mengeluh lagi dan lagi. Toh, cuma sebentar. Setelah menatap Clara sejenak, Dylan menghilang dari balik pintu.

Clara mengganti bajunya dengan piyama berwarna putih dan garis-garis biru itu. Kemudian ia berkaca sebentar. Ia keliatan gendut banget!

Tanpa sepengetahuan Dylan, Clara menelepon taksi dan memberikan alamat rumah ini setelah mencarinya lewat GPS. Tubuhnya terkejut saat mendengar pintu terbuka. Muncul seorang wanita yang membawa nampan berisi mangkuk dengan asap mengepul.

"Silakan, Non." katanya sambil menunduk. Ia meletakkan nampannya diatas nakas kemudian menunduk dan hendak pergi, namun panggilan Clara menghentikannya.

"Ehh, Bi! Eh, Bu? Eh, mm... Mbak?" Clara tak tahu harus memanggilnya apa. Wanita itu berbalik dan tersenyum, hampir terkekeh.

"Panggil saya Bi Siti aja, Non." katanya, lagi-lagi sambil tersenyum.

Happily Never AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang