Bagian 40 - Gelombang yang menenangkan

1K 69 1
                                    

Avery.

Aku melihat mereka memesan makanan dan mengambil tempat beberapa jarak dariku. Tampaknya Harry tak menyadari aku berada disini. Mereka berbincang dan sedikit tertawa seraya perbincangannya semakin serius ekspresi wajah Harry semakin tegang. Aku melihat Sophia dengan eskpresi terkejut di wajahnya.

"Apa?" aku mengernyit seraya ia menaikkan bahu.

"Ku pukir mereka sudah putus tapi nyatanya tidak" ia melihatku dan aku memindahkan tatapanku ke mereka. Bahkan jika Harry bersikap seperti bajingan terhadapku bersama temannya dan bersikap cukup aneh jika sedang berada sendiri denganku. Aku memiliki sedikit perasaan cemburu jauh di dalam lubuk hatiku dan aku tak tahu mengapa. Ia membullyku demi Tuhan!

"Berapa lama mereka sudah berpacaran?" tanyaku seraya rasa penasaran menguasai perasaanku.

"Mereka sudah berpacaran setahun penuh, semua orang berkata 'Oh Tuhan Harry telah bertemu dengan seorang perempuan dan mereka berpacaran ia pasti orang yang spesial' sebab ia tak pernah berpacaran lama, ia hanya meniduri mereka lalu pergi. Jadi saat ia berpacaran semua orang membicarakan mereka" aku mengangguk. Aku tak dapat membuang gambaran akan bagaimana rasanya jatuh-cinta dan mempunyai seseorang yang kau cintai dan yang memberimu cinta. Mereka terlihat imut. Ia pasti terkenal dengan wajah cantiknya itu dan Harry tampan jadi mereka cocok seperti puzzle. Aku menghela.

"Siapa namanya?"

"Taylor, tapi panggilannya Tay" pikiranku kembali pada saat di rumah Harry ketika ia berbicara di ponsel, itu dia. Banyak pertanyaan yang memasuki otakku dan banyak pikiran. Ia cukup kesal setelah aku bangun pada saat yang kedua kali. Apa ia kesal karena aku terlalu lama menginap, mungkin ia ingin bersamanya dan mungkin itu alasan mengapa ia berteriak di ponsel. Aku menghela penuh dengan kesedihan.

"Aw, ada yang sedang jatuh-cinta dan cemburu" ujar Sophia dan terkekeh tapi tak lama memudar seraya ia melihat ekspresiku. Apa aku menyukai Harry? Tentu tidak, ia memperlakukanku seperti sampah. Aku kembali melihat seksama, yang lalu kusesali, Harry melihatku. Ia tak langsung berpaling. Perempuan Taylor itu melihat ke arahku, senyum kecilnya memudar, dan wajahnya penuh dengan kemarahan. Ia bangkit dari kursi dan berjalan ke arah kami. Harry memanggil namanya tapi ia tak ingin mendengarkan, ia terus berjalan. Berhenti di hadapan kami.

"Jadi kau pelacur yang diselingkuhi oleh Harry" mataku terbelalak kaget dan aku mendengar Sophia tersedak minumannya.

"Apa tidak!" ujarku dan melihatnya. Aku tak pernah tidur dengan Harry, kan? Aku tak mungkin semabuk itu hingga aku lupa kalau aku sudah tidur dengan pembullyku!

"Jangan bohong padaku, kau akan terima balasan te-. Tunggu, apa kau Avery Clark?" aku mengangguk.

"Ya ampun, kau perempuan di sekolah itu yang..." ia menghentikan kalimatnya selagi tertawa. Aku menunduk dan tak ingin mendengar apa yang ia akan katakan.

"Tay ada apa?" ucap Harry dengan suara kesal.

"Harry mengapa kau tak memberitahuku tentang Avery. Perempuan yang menghisap kelamin kepala-sekolahnya dan memposting foto telanjang lalu ia berikan kepada gurunya" ia tertawa dan aku merasakan tangisan yang mengalir di wajahku. Tak ada yang berbicara, yang terdengar hanyalah suara Taylor yang tertawa. Aku bergumam kata 'hentikan' secara pelan tapi ia tak ingin berhenti.

"Tay diamlah!" suara Harry sedikit meninggi dibandingkan nada normalnya tapi ia tak mau mendengarkannya.

"Oh Tuhan Harry, ia pelacur dan sampah" sudah cukup. Aku berdiri dan keluar dari toko dengan tangisan yang mengalir di wajahku. Aku menemukan gang yang kemudian ku masuki untuk menenangkan diriku. Aku tak ingin kembali mengalami serangan-jantung. Aku terus mengambil napas dalam, aku merasakan tanganku berkeringat, dan detak jantungku mulai berdegup kencang.

"Avery!?" aku mengabaikan suara itu. Aku membenci masa-laluku tapi tak ada satupun yang ia katakan itu benar, itu semua kebohongan menjijikkan yang dibuat-buat oleh Amanda tapi tak ada seorangpun yang mempercayaiku. Aku menaruh tanganku di dinding bata sebagai pernyangga dan menghirup udara.

"Avery, astaga" suara yang berada di kepalaku membuat detak jantungku meningkat. Aku merasakan lengannya di pinggangku seraya ia menarikku dari dinding dan membuatku menghadapnya.

"Shh... Tenanglah, ambil napas dalam" aku sudah mencobanya tapi tak berhasil, aku merasa seperti ingin mati. Sangat sulit untuk bernapas dan menenangkan diri. Aku merasakan lengannya memelukku dan ia mengusap punggungku.

"Shh...jangan dengarkan dia. Tenanglah" suara tenangnya membuat pernapasanku sedikit tenang lalu aku merasa lengannya memelukku semakin erat. Pernapasanku masih histeris, terus menghirup udara. Ia melepas dan menyambung bibir kami, memberi tubuhku gelombang yang menenangkan. Seperti sengatan listrik

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~


The Senior (Indonesian Translation)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang