Bagian 39 - Pacarnya

1K 69 0
                                    

Avery.

"Kau memukulku?" aku mengernyit dan mendongak padanya. Ia terkekeh yang mana membuatku semakin mengernyit. Ia menertawai hal ini, apakah ia bercanda. Apa ia mengejekku aku merasa sangat kesal. Aku tak percaya aku bisa berada disini, bersamanya.

"Tidak, aku tak memukulmu cinta-"

"Jangan panggil aku itu dan apa yang kau lakukan?" ucapku menunduk ke tanganku.

"Kau harus mencari tahu sendiri" ia berkedip dan meninggalkan ruangan. Aku menggeleng dan berpakaian. Aku keluar dari kamar dan saat aku memasuki ruang-tamu Harry ia berada pada ponselnya. Ia meninggikan suaranya beberapa kali tapi aku mengabaikannya. Aku memakai sepatu dan jaket dan menunggu Harry datang.

'Tidak Tay aku tidak melakukan itu, berhenti mengada-ngada'

'oh diamlah Tay'

Aku mendengar langkah eratnya di lantai kayu mendekat ke posisiku. Ia berjalan ke arahku dan membuka pintu depan. Lalu kami berjalan keluar dan berjalan ke mobilnya dan meninggalkan rumahnya. Seraya kami mengendarai ke sekeliling kota aku melihatnya. Tangan besarnya mencengkeram setiran mobil dan memutar mobil besar di sekitar jalan kecil. Ia terlihat seperti sedang merenung dari rahangnya yang mengeras.

"Ada yang salah?" tanyaku pelan.

"Tak ada yang perlu kau cemaskan Avery" ujarnya dan melihatku sekilas selagi ia memberiku senyum ringan. Aku membalas gesturnya seperti biasa.

"Bisa kau beritahu padaku tentang memarnya?" ia menghela, tapi bukan helaan yang menjengkelkan.

"Tidak, sudah ku bilang kau harus cari tahu sendiri" ia melihat ke jalan, sekarang giliranku yang menghela.

"Bisakah kau memberitahu petunjuk?" tanyaku merasakan rasa penasaran yang menguasai tubuhku. Mengapa bisa ada memar di tubuhku.

"Tidak dan kita sudah sampai" aku melihat keluar dan melihat rumahku. Aku tahu Jake ada di rumah dan orang-tuaku kemungkinan bekerja.

"Oh, terimakasih sudah mengijinkanku tidur di rumahmu dan mengantarku pulang" aku memberinya senyum kecil.

"Tak masalah cinta" aku membuka pintu dan keluar.

"Oh satu hal lagi sebelum kau pergi" aku mengangguk.

"Bisa aku minta nomor telfonmu?" aku mengernyit dan ia menertawaiku. Ia menyodorkanku ponselnya dan aku mengetik nomorku, entah mengapa aku memberinya. Aku mengembalikan ponselnya dan kami mengucapkan selamat-tinggal dan aku masuk ke dalam.

"Aku pulang!" teriakku dan aku mendengar pintu terbuka dan Jake dengan wajah marah muncul di atas tangga.

"Darimana kau pergi? Kau tak tahu betapa cemasnya aku" ia menuruni tangga dan mendekatiku.

"Aku sehabis pulanh dari pesta dan menginap di rumah Sophia" dustaku.

"Dan kau tidak menelfonku atau semacamnya? Betapa tak bertanggung-jawabnya engkau?" aku menunduk ke tanganku, yang sangat menarik. Ia menghela dan memelukku.

"Maafkan aku karena sudah melakukan itu tapi aku hanya cemas jikalau ada sesuatu yang terjadi padamu dan aku tak berada disana untuk melindungimu" aku membalas pelukannya seraya sebuah senyuman terbentuk di bibirku.

"Tak apa, aku tahu seharusnya aku menelfon dan bilang kalau aku pergi, maafkan aku" ia mengangguk dan aku berjalan ke kamarku. Aroma familiar mengisi lubang hidungku. Aku menulis kalimat kecil di buku-harian dan mengerjakan pr. Aku disela oleh ponselku.

Dari: Sophia

Kemana kau tadi malam, aku cemas dan orang bilang kau pulang bersama Harry.

Untuk: Sophia

Aku baik-baik saja dan ya itu benar

Dari: Sophia

Ya ampun, kita harus bertemu dan membicarakan hubungan kau dengannya, toko di jalan 30?"

Untuk: Sophia

Sampai jumpa disana

Aku bangun dari kursi dan mandi singkat lalu memakai jeans hitam dan blouse putih. Aku turun dan melihat catatan di meja, dari Jake.

'Aku pergi ke rumah Hannah, akan menginap disana. Ibu dan ayah akan pulang esok pagi. Sayang kamu xx'

Aku tersenyum dan berjalan menuju toko. Seraya aku memasuki toko aku tak melihat Sophia jadi aku memesan segelas teh kamomil dan mengambil tempat di meja kami. Setelah beberapa menit Sophia memasuki toko dan tersenyum padaku. Ia memesan dan mengambil tempat di sampingku.

"Hei, ada banyak yang harus kau ceritakan" aku mengangguk dan mulai dari awal. Aku memberitahunya tentang perbincangan di toilet dan bahkan memar yang menurutku memalukan pada saat kami membicarakannya.

"Ia bilang kau terdengar seperti malaikat, aw, aku tahu sebetulnya ia orang yang lembut"

"Ya, tapi aku tak tahu bagaimana aku bisa mendapatkan memar itu"

"Bagaimana bentuknya?" ia mengernyit dan aku kembali merona dan memberitahunya.

"Aw, Avery itu bukan memar, itu namanya dicupang. Ia yang memberikannya, dimana letaknya?" Cupang? di tubuhku? Aku menggelengkan pikiran itu dan semakin merona. Aku tak ingin memberitahu ia letaknya tapi ku lakukan setelah ia memelas.

"Apa ya ampun, apa kau tidur dengannya?" tanyanya selagi menaikkan alisnya dan aku semakin merona.

"Tidak, Tidak benar"

"Aw kau menyukainya" aku menggeleng. Ia tak mungkin menyukai seseorang sepertiku. Ia bisa mendapatkan siapapun dan ku pikir ia tak akan memilihku dari semua perempuan cantik itu.

"Ia tak akan menyukaiku, tak mungkin" aku menghela dan tak memindahkan tatapanku.

"Baiklah mengapa kau tidak bertanya padanya, ia ada disini sekarang" aku menengok ke belakang dan melihatnya masuk. Ia terlihat tampan seperti biasa. Ia memakai kaus putih dengan topi dan jeans hitam. Ia memakai kalung dan sepasang kacamata Ray-Bans. Ada seseorang yang berjalan di belakangnya, perempuan berambut-pirang. Ia cantik dengan rambut-pirang lurus, ia tinggi dan kurus. Ia memakai rok beserta blouse. Harry menjalin jari mereka dan hatiku terasa sakit, entah mengapa aku bereaksi seperti ini.

"Siapa itu?" aku mengernyit.

"Pacar Harry"

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

The Senior (Indonesian Translation)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang