Hari-hariku bersama Azli sungguh sangat menyenangkan.
Aku tidak pernah menduga sebelumnya bahwa akhirnya aku benar-benar menyayangi Azli.
Tapi ada satu hal yang membuatku merasa risih yaitu omongan kakak kelas yang selalu menyudutkanku.
"Oh jadi ini pacarnya Azli itu ya ihhh biasa aja lah kayaknya Azli kok mau ya ahaha paling bentar lagi putus tuhh hahaha"
Iya itulah omongan yang sering terdengar ditelingaku. Aku berusaha untuk tidak merespon omongan mereka tapi aku juga punya emosi dan batas kesabaran.
Awalnya aku percaya kepada Azli, tapi setelah Bang Pai menunjukkan sesuatu tentang Azli kepadaku, aku mulai merasakan hal yang berbeda terjadi pada diriku.
Bang Pai menunjukkan foto-foto dimana Azli merangkul bahu seorang siswi yang kata Bang Pai itu adalah pacarnya Azli.
Seketika aku drop dan merasakan sesak dibagian dadaku. Aku tidak bisa menahan emosiku lagi dan memutuskan untuk bertanya langsung kepada Azli.
Aku berlari mencari Azli di sekitar sekolah tapi tidak kutemukan.
Perasaanku semakin tidak karuan saat itu. Rasanya aku ingin menangis tapi masih bisa tertahan.
Akhirnya aku memutuskan untuk bertanya kepada Azli nanti lewat telepon.
Bel pulang sekolah berbunyi. Seperti biasa aku pulang sekolah dengan menaiki angkot bersama beberapa temanku. Aku tidak melihat Azli disana, mungkin dia tidak masuk sekolah pikirku.
Sepanjang perjalanan aku bertanya-tanya dalam hati "Apa Azli sejahat itu? Kok dia tega ya bikin aku nangis? Apa yang harus aku lakukan sekarang? Apa hubungan ini harus berakhir sekarang? Tapi kan baru beberapa hari?"
Banyak pertanyaan yang hadir dalam benakku yang harus segera aku temukan jawabannya dari mulut Azli sendiri.
Sesampainya dirumah, aku langsung mengambil hpku dan mulai bertanya kepada Azli. Aku telepon Azli tapi tidak menjawab. Lalu aku kirim beberapa pesan terkait semua pertanyaan yang sudah memenuhi kepalaku. Azli masih belum membalasnya.
Malam harinya aku dapati pesan yang sangat menyakitkan dari Azli.
"Assalamualaikum Nies.. Maaf ya satu harian ga ada kabar.. Tadi Azli ga sekolah, kurang enak badan.. Maaf ya Nies kalo banyak omongan orang yang bikin kamu ga nyaman.. Aku udah mikir keputusan ini baik-baik.. Kayaknya kita ga bisa lanjutin hubungan ini lagi Nies, aku ga mau kamu sakit hati.. Maafin aku ya Nies.. Aku juga harus belajar untuk masa depanku, begitu juga kamu Nies.. Maafin Azli ya Anies..".
Membaca pesan itu, hatiku terasa ditusuk dan diiris benda tajam berkali-kali. Perlahan air mataku mulai jatuh membasahi pipiki. Aku menangis sendirian di kamarku. Iyaa inilah sakit hati yang pertama kali ku rasakan.
Bagaimana tidak? Aku baru saja jatuh cinta, dan kau malah menghancurkannya? Dengan alasan pendidikan? Kau sungguh jahat Azli.
Ternyata aku sudah salah menilaimu. Anak bandel tetaplah anak bandel tidak akan bisa berubah menjadi anak baik.
Sambil menghapus air mata, aku membalas pesan Azli. "Oh iya? Hmm yaudah lah gak papa kok gak usah minta maaf gak salah kok, aku yang salah karena udah sayang sama mu.. Haha semoga bahagia ya" tulisku singkat.
Tidak lama kemudian hpku berbunyi dan ternyata Azli menelpon. Sengaja aku reject panggilan itu karena aku tidak ingin Azli mendengar suara parauku karena tangis.
Aku merasakan sesuatu yang begitu pedih di dalam hatiku. Pikiranku menjadi kacau. Marah, kesal, kecewa dan menyesal, semuanya bercampu aduk tak karuan. Sungguh aku sangat-sangat membenci Azli.
Dari kejadian itu aku memutuskan untuk tidak lagi memikirkan Azli walaupun sebenarnya dari dalam hatiku aku masih mengharapkan Azli kembali. Tapi aku buang harapan itu jauh-jauh karena itu sudah tidak mungkin.
Azli..
Terima kasih..
Kau hadir dengan cinta dan pergi meninggalkan luka..
Sungguh kau makhluk Tuhan yang paling indah..
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjalanan Hati
Literatura faktu"Perjalanan Hati" adalah sebuah kisah nyata yang terjadi dalam kehidupan seorang remaja yang mulai merasakan apa itu cinta. Cerita ini ditulis berdasarkan fakta yang benar-benar terjadi, hanya saja sedikit disamarkan pada bagian Nama Tokoh dan Tempa...