Kita Satu

60 2 0
                                    

Beberapa minggu kemudian, kami seluruh siwa kelas 9 disibukkan dengan berbagai macam ujian tertulis dan praktek.

Dan pada masa inilah seluruh siswa mulai berubah menjadi lebih kompak dan saling menyayangi satu sama lain.
Tidak ada lagi perkelahian antar kelas atau pun antar sekolah. Semuanya berubah menjadi damai tanpa keributan.

Begitu juga siswa kelas 9A yang masinh-masing mulai menunjukkan kejujuran yang belum pernah terungkap.
Beberapa siswa menyatakan perasaan kepada lawan jenisnya, termasuk Agil..

"Anies.." Agil memanggilku
"Iya Gil.. Kenapa?" kataku
"Sini duduk.. Aku mau ngomong" lanjut Agil yang menyuruhku untuk duduk di kursi taman sekolahan

Aku menghampirinya dan duduk di kursi itu.
"Main jujur-jujuran yukk" pinta Agil kepadaku
"Jujur kayak mana?" tanyaku
"Gini loh nanti kau ngomong jujur soal semua perasaanmu samaku itu kayak mana.. Nanti gantian.. Mau gak?" jelasnya
"Gak lah ahh ngapain" aku menolak
"Yaudah lah gak penting juga yakan hehe" ucap Agil dengan senyuman yang terpaksa. Dan kalian tau? Aku hanya menatapnya diam tanpa suara sedikit pun.

Sebenarnya aku sangat ingin memainkan permainan yang ditawaekan Agil itu. Hanya saja aku pikir ini belum waktunya. Tidak lama lagi pasti semuanya teungkap kok.

Hari ini adalah hari Senin. Kami akan melaksanakan PRA-UN SMP. Saat itu seluruh siswa diminta untuk datang lebih awal karena ujian sudah akan dimulai tepat pukul 7 pagi.

Pagi itu aku dijemput oleh Agil dan Reyhan. Mereka memang sahabatku yang paling baik saat itu. Mereka rela bolak-balik arah demi menjemput aku sekolah.

Aku duduk satu ruangan dengan Reyhan, sementara Agil duduk di ruangan sebelah. Yaa aku dan Reyhan selalu sekelas setiap pelaksanaan ujian sekolah.

Sesaat sebelum ujian dimulai, Reyhan merautkan pensil ku dan membersihkan meja tulisku. "Biar lancar dapat jawabannya.." kata Reyhan seperti menyindirku

Saat-saat ini adalah saat terindah sebelum akhirnya kami berpisah. Sudah muncul kekompakan dan rasa takut berpisah antar siswa kelas 9A.

Kelasku adalah kelas yang jumlah siswanya paling sedikit, yaitu 25 siswa. Dengan jumlah segitu membuat kami mudah menjalin rasa persaudaraan. Kami semua seperti memiliki ikatan batin satu sama lain. Kami saling perduli dan saling melindungi satu sama lain.

Tapi sayangnya, mengapa kami seperti ini disaat beberapa hari menjelang perpisahan? Mengapa tidak dari awal seperti ini?

Yaa memang benar.
Sesuatu itu akan sangat berharga ketika hadirnya sudah mencapai batas waktu cukup. Dan sesuatu itu akan sangat indah ketika kita sudah kehilangannya.

Saat-saat terakhir sebelum perpisahan kami habiskan dengan berbagai macam keseruan. Kami bermain bersama, melakukan hal konyol dan saling menertawakan diri masing-masing saat menceritakan pengalaman yang pernah kami lalui bersama.

Sahabat..
Kalian tau apa artinya itu?
Itulah sebutan untukmu..
Alasan tawa dan tangisku..
Bagian dari cerita hidupku,
Yang tak akan pernah aku lupakan..
Sahabat..
Inilah saatnya..
Untuk kita melepaskan..
Segala hal yang masih tertanam..
Ingatlah..
Perpisahan yang sesungguhnya,
Hanyalah Kuasa Allah..

Perjalanan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang