Bagian 2

4.2K 474 52
                                    

--------------------------------------------------

Sorry for typos and happy reading.

--------------------------------------------------

[ Second Chance – Dua ]

Choi Minho memarkirkan mobilnya di depan sebuah gedung apartemen yang sederhana, keluar dari balik pintu mobil dan melambaikan tangan pada seseorang. Tersenyum manis ketika seseorang itu menarik kedua sudut bibirnya ke atas, Minho membenarkan letak jaketnya agar tidak kedinginan pagi itu.

"Aku bisa berangkat sendiri." Ujar Suzy, mendekati Minho yang sekadang sedang membukakan pintu mobil untuk dirinya. Memastikan ia masuk dengan hati-hati serta tangan sedikit di atas kepala Suzy, pria itu punya tata krama yang baik.

"Hyeri masih tidur?" Suzy tahu Minho sedang mengalihkan pembicaaan mereka ―pria itu menghindari perdebatan tentang sikapnya yang selalu ingin mengantar Suzy ke manapun wanita itu ingin pergi.

"Ya begitulah," balasnya sekaligus menganggukkan kepala singkat. Hyeri adalah teman dekat wanita satu-satunya yang Suzy punya di Seoul, dia sering menginap di sana jika keadaan mengharuskan. "Aku sudah berpamitan dengannya semalam." Sambungnya lagi. Mobil Minho melaju membelah jalanan Seoul yang mulai padat, mereka akan menuju terminal bus yang akan membawa Suzy menuju Gwangju.

"Aku akan mengabarimu jika ada pekerjaan lagi." Suzy tersenyum kecut, "kenapa kau selalu melakukan itu? Aku merasa seakan punya manajer sendiri." Tersenyum tipis karena merasa tak enak. Tapi jauh dalam lubuk hatinya dia bersyukur walaupun tidak tahu pasti kenapa pria dengan marga Choi itu teramat baik dan peduli padanya.

"Aku melakukannya memang karena para penulis itu butuh asisten, dan asisten penulis satu-satunya yang aku kenal adalah dirimu. Bae Suzy." Minho berujar tenang.

Dibandingkan menulis Suzy lebih suka membaca, tapi entah takdir seperti apa yang membuatnya menjadi seorang asisten penulis. Jujur saja, dia tidak pernah berfikir akan berakhir seperti ini. Ternyata memang benar, kalau takdir itu memang tidak dapat ditebak jalannya.

"Kenapa kau tidak menetap di Seoul saja? Aku pikir mungkin akan lebih mudah jika kau berada di sini dari pada bolak balik dari Gwangju ke Seoul."

Suzy tidak menetap di Seoul, dia hanya datang jika ada pekerjaan yang mengharuskannya untuk datang. Kadang, kalau memang tidak terlalu mendesak, Suzy melakukan pekerjaannya di Gwangju dan mengirim berkasnya menggunakan email. Lagipula, dia hanyalah asisten penulis jadi tidak masalah bekerja dengan jarak yang jauh seperti itu.

"Aku hanya tak ingin meninggalkan ibu sendiri di sana." Minho mengangguk paham, mengerti akan maksud Suzy yang demikian. Sebenarnya, Suzy dulu tinggal di Seoul tapi karena beberapa masalah dia memilih kembali ke Gwangju dan enggan tetap tinggal di ibukota Korea Selatan tersebut.

"Lain kali jika aku datang, akan aku traktir makan malam." Ucap Suzy dan Minho mengangguk.

Bae Suzy menjadi asisten penulis lebih dari tiga tahun, selain pekerjaan itu bisa ia lakukan di rumah, bayaran yang ia terimapun cukup besar walaupun dia masih terbilang baru dan belum memiliki jam terbang lebih dari yang lain.

Sebagai asisten penulis, Suzy mensyukuri banyak hal. Dia bukan tipe orang yang mudah bersyukur layaknya orang baik-baik. Terkadang dia mengeluh dan menyalahkan keadaan, tapi setelah jatuh dalam lubang yang cukup dalam sehingga dapat kembali berdiri, dia mencoba untuk terus bersyukur dengan apa yang datang dalam hidupnya. Selain dua hal di atas, alasan kenapa dia betah dalam bidang ini adalah karena dia tidak butuh gelar sarjana. Tidak ada pendidikan tertentu yang dibutuhkan untuk menjadi seorang penulis skenario, yang diperlukan hanyalah kemampuan bercerita yang baik, keahlian mengarang dan juga imajinasi. Suzy pikir itulah alasan nomor satu kenapa dia mau menjadi seorang asisten penulis skenario.

Second Chance [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang