Bagian 8

2.9K 442 113
                                    

--------------------------------------------------

Sorry for typos and happy reading.

--------------------------------------------------

[ Second Chance – Delapan ]

Shin Hae Sook adalah seorang istri dengan dua orang anak, dia telah memiliki jam terbang yang cukup membuat Suzy iri sebagai seorang penulis. Menjadi asistennya adalah suatu kehormatan untuk Suzy, terutama ketika penulis berusia enam puluh dua tahun itu memintanya bekerja sama sebanyak dua kali secara langsung ―membuktikan kalau dia puas dengan cara kerja Suzy. Wanita itu bahagia, tentu saja.

"Jadi Minho yang mengantarmu tadi?" Bertanya pada Suzy dengan senyuman tipis, membuat pipinya yang berisi terangkat ke atas. Wanita itu selalu mengeluarkan aura dingin, tapi sebenarnya dia adalah orang yang sangat hangat. Sehangat ibunya yang sekarang sedang berada di Gwangju.

"Ya, dia ingin menyapa tapi harus segera pergi karena ada pertemuan penting." Studio yang mereka tempati sekarang adalah studio milik penulis Shin, terletak tidak jauh dari rumah sang wanita yang berada di bagian depan studio berbahan kayu tersebut.

"Aku mungkin akan sering pulang ke rumah dari pada di sini. Kau tak apa sendiri?" Suzy melampirkan senyuman maklum, dia tidak mengharapkan penulis Shin selalu berada di studio bersama dengannya. Bagaimanapun juga, wanita itu sudah menikah. Memiliki tiga orang lain yang harus ia perhatikan di samping masalah pekerjaan.

"Tidak apa. Saya sudah terbiasa dengan itu."

"Itulah kenapa aku sangat menyukaimu. Kau tidak terlalu banyak menuntut." Suzy kembali tersenyum, "aku rasa itu jugalah yang membuat Minho menyukaimu." Suzy menggeleng kepalanya kecil sebagai sanggahan.

"Hubungan kalian berjalan lancar?"

"Kami tidak memiliki hubungan seperti yang anda pikirkan."

"Benarkah?" Penulis Shin memandangnya penuh godaan, "tapi aku mendengar berita kalau kalian punya hubungan istimewa." Suzy ingat bagaimana orang-orang salah paham dengan hubungannya bersama dengan Minho, terkadang tak ada gunanya memberikan klarifikasi karena orang-orang hanya percaya pada apa yang ingin mereka percayai, dengan mengesampingkan kebenaran.

"Tidak. Dia hanyalah seorang senior yang saya kenal sejak lama." Penulis Shin mengangguk, meraih gelas minumnya sembari melihat Suzy mencari sebuah kebohongan. Tapi tampaknya dia tidak akan menemukan apapun karena Suzy memang bicara jujur.

"Jadi kau tidak punya kekasih?" Mereka belum memulai pekerjaan mereka, hari ini mereka habiskan untuk membereskan studio dan berakhir dengan bersantai bersama dengan dua gelas teh herbal di meja dapur.

Suzy hanya menggeleng tanpa memberi jawaban langsung dari mulutnya.

"Sudah lama?" Suzy menggerakkan bola matanya ke atas, tersenyum simpul kemudian menjawab, "sepertinya begitu. Sudah cukup lama." Penulis Shin meletakkan gelas minumnya ke meja, menopang dagu dengan mata sipit yang memandang Suzy serius.

"Kenapa kau tidak mencari satu? Aku pikir itu akan membuat mu menulis lebih baik lagi. Kau tau―aku dulu seperti itu, saat memulai karir sebagai asisten penulis." Wanita itu mengulum senyum, Suzy tebak kalau sang wanita teringat akan masa mudanya. Manis sekali.

Tapi lagi-lagi Suzy menggelengkan kepalanya tidak terlalu keras, "jatuh cinta sedikit membuatku takut." Ucapnya, memberanikan diri bicara lebih terbuka. Memainkan tangkai gelas minum dengan jari telunjuk. Penulis Shin memperhatikan itu.

"Orang bilang kalau cinta tak sepatutnya menyakiti. Tapi kenyataan kadang berkata lain bukan?" Suzy tersenyum tipis, mengangkat kepala demi memandang sang lawan bicara. Mengangguk setuju setelah berujar, "ya, kurasa memang begitu."

Second Chance [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang