Bagian 1

4.2K 431 124
                                    

Berhubung responnya bagus, akhirnya aku mutusin buat up secepatnya

Happy Reading

▪▪▪

Jihoon menarik napas panjang sebelum membuka pintu itu, pintu besar kokoh yang terlihat begitu mewah dan berkuasa itu seakan mencerminkan apa yang menunggu dibaliknya. Sambil menenangkan debar jantungnya di bukanya pintu itu, dan ketika menyadari tangannya berkeringat, Jihoon tersenyum kecut.

Seperti akan menghadapi hukuman mati saja, desisnya dalam hati.

Ketika masuk Jihoon menyadari ruangan itu sangat luas. Suasana di dalam ruangan itu sungguh elegan, dengan penataan ruang dari desainer terkenal dan perabotan kelas tinggi yang khusus di pesan untuk ruangan ini. Temperaturnya di atur senyaman mungkin dan samar-samar tercium aroma cendana yang menenangkan. Semua yang ada di ruangan ini sungguh menyenangkan. Upss! Salah, semua menyenangkan kecuali satu hal, dan satu hal itu adalah sosok dingin yang duduk tegak di balik meja dengan keangkuhan yang mencerminkan seolah-olah dirinya lah pusat dunia.

Lalu tatapannya itu sangat mengerikan. Mata biru itu menatapnya dengan kadar kebencian yang begitu kental.

Jihoon membasahi bibirnya dengan gugup, dan menunggu, dan terus menunggu. Tetapi lelaki itu hanya diam menatapnya, mempertahankan keheningan di antara mereka.

Jihoon mengangkat dagunya dan melemparkan tatapan. "Well, aku sudah disini, sekarang apalagi?" kepada lelaki itu.

Si mata biru mengerutkan alisnya gusar melihat tingkah berani Jihoon, mulutnya menipis. "Kudengar kau menyebabkan kekacauan proyek ini."

Akhirnya. Jihoon menghembuskan napas setengah lega setengah panik mendengar kalimat pembuka laki-laki itu.

"Aku hanya mencoba menyelamatkan keadaan."

Sebenarnya Jihoon tidak mau kedengaran begitu kurang ajar, tapi tatapan meremehkan laki-laki itu mau tak mau mengeluarkan sisi defensif dari dirinya.

"Menyelamatkan keadaan katamu?" lelaki itu tampak begitu murka mendapat jawaban Jihoon. "Kau mengusir klien terpenting kita, dan mempermalukannya di depan umum, dan kau bilang untuk menyelamatkan keadaan?"

Jihoon membalas tatapan garang itu dengan tatapan tak kalah garang. "Orang yang kau bilang klien terpenting kita itu, merayu dan meraba salah satu SPG kita di tengah-tengah pameran tersebut. Apakah menurutmu, aku, sebagai supervisor hanya boleh diam saja dan tidak membelanya?"

Tatapan mata meremehkan dari mata biru itu benar-benar membuat Jihoon sebal.

"Kau bekerja disini sebagai supervisor dan supervisor bertugas menjaga hubungan baik dengan klien potensial, bukan mengusirnya." Jawab lelaki itu tenang.

"Jadi menurutmu aku harus melupakan moralitas hanya demi keuntungan perusahaan semata?"

"Moralitas selamanya tidak akan mendapatkan keuntungan dalam hal apapun." Si mata biru mengangkat bahu dengan bosan.

Cukup sudah! Jihoon menarik napas dalam-dalam.

"Kalau begitu aku tidak mau bekerja di perusahaan yang tidak bermoral, paling cepat nanti siang kau akan mendapatkan surat pengunduran diri dariku."

Sejenak suasana menjadi begitu hening, dan kalau pun si mata biru itu kaget dengan hasil keputusan Jihoon, dia berhasil menyembunyikannya dengan baik karena ekspresinya tidak dapat ditebak, dia hanya memandang Jihoon dengan ekspresi menilai.

A Romantic Story About Jihoon - b.jy + p.jhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang