Bagian 13

2.6K 365 139
                                    

Okesip, triple up yehet

-----


"Tidak enak." Lucas mengernyit, menggelengkan kepalanya, menghindari sendok berisi bubur yang disuapkan Jihoon kepadanya.

Hari ini adalah tiga minggu sejak Lucas tersadar dari komanya. Kondisinya sudah mulai membaik. Dia sudah bisa duduk, sudah bisa mengucapkan lebih dari satu kalimat, dan alat-alat penunjang kehidupannya sudah mulai dilepas satu persatu, dokter sendiri memuji perkembangan Lucas yang luar biasa pesat. Tekad lelaki itu kuat, maka ketika dia berniat untuk sembuh dia akan merasakannya sepenuh hati.

"Kau harus memakannya." gumam Jihoon sedikit geli dengan kemanjaan Lucas yang seperti anak-anak. "Ini menyehatkanmu."

"Rasanya seperti muntahan." Gumam Lucas, tapi akhirnya menurut membuka mulutnya, menerima suapan Jihoon lalu mengernyit ketika menelan.

Ekspresinya membuat Jihoon tergelak, tapi kemudian Lucas meraih tangan Jihoon yang tidak memegang sendok, ekspresinya berubah serius.

"Jihoon, tak terbayangkan rasa terima kasihku padamu. Aku tidak tahu bagaimana mengungkapkan cintaku. Aku... para dokter dan perawat menceritakan perjuanganmu untukku."

"Stttt." Jihoon meletakkan sendoknya dan menyentuhkan jemarinya di bibir Lucas. "Perjuangannya sepadan, kau akhirnya bangun kan?"

"Tapi..." ekspresi kesedihan menghantam Lucas. "Aku... aku mungkin tidak akan bisa berjalan lagi. Aku mungkin lumpuh selamanya, aku hanya akan menjadi bebanmu."

"Lucas." Jihoon menyela sedikit marah. "Kau tidak boleh memvonis dirimu sendiri. Kesembuhanmu yang luar biasa ini juga di luar prediksi dokter bukan? Kita pasti bisa kalau kita berjuang dengan tekad dan keyakinan kuat bersama-sama, meskipun begitu..." Suara Jihoon berubah sendu. "Meskipun pada akhirnya kau lumpuh selamanya pun, aku akan tetap bahagia bersamamu. Kau tahu selama ini aku selalu berdoa apa? Aku berdoa yang penting kau sadar, aku tidak peduli yang lain. Tuhan sudah mengabulkan doaku sayang. Tidakkah itu cukup?"

Mata Lucas tampak berkaca-kaca. "Kau tidak tahu betapa aku mencintaimu."

TOK TOK TOK!

Suara di pintu itu mengalihkan perhatian mereka. Jihoon dan Lucas menoleh bersamaan, lalu Jihoon tersenyum. Dokter Jungwoo ada di sana, dalam kunjungannya yang biasa. Sekarang bahkan dokter Jungwoo sudah mulai akrab dan berteman dengan Lucas.

Tapi senyuman Jihoon langsung membeku ketika menyadari siapa yang mengikuti di belakang dokter Jungwoo. Itu Jinyoung! Jinyoung yang sama. Jinyoung yang tampan dengan penampilan bak adonis, dengan ekspresi yang dingin dan tidak terbaca.

Jihoon tidak pernah berhubungan dengan Jinyoung lagi sejak Lucas sadarkan dari komanya. Jinyoung selalu memaksakan maksudnya dengan perantaraan dokter Jungwoo. Seperti ketika Jinyoung memaksakan untuk menanggung biaya rumah sakit Lucas dan ketika Jinyoung memaksakan Jihoon setuju – lewat bujukan dokter Jungwoo– agar Jihoon dan Lucas pulang ke apartemen yang di belikannya ketika Lucas sudah boleh pulang dari rumah sakit nanti.

Sekarang lelaki itu berdiri di depannya, ekspresinya tak terselami dan sedikit muram, membuat Jihoon bertanya-tanya. Apakah Jinyoung mendengarkan percakapannya dengan Lucas tadi? Apakah Jinyoung tidak senang mendengarnya?

"Dokter Jungwoo." Lucas menyapa ramah ketika Jihoon hanya diam saja, lalu menatap ingin tahu ke arah lelaki tampan yang sepertinya hanya menatap terfokus kepada Jihoon.

"Halo Lucas, aku datang untuk mengecek keadaanmu. Dua hari lagi kau sudah boleh pulang kalau kondisimu sebaik ini terus."

Jungwoo menyadari Lucas menatap ke arah Jinyoung, lalu menyikut pinggang Jinyoung untuk menarik perhatian Jinyoung yang terarah lurus kepada Jihoon.

"Dan ini Jinyoung, dia eh – bosku dan bos Jihoon juga."

Jinyoung menolehkan kepalanya pelan-pelan, lalu menatap ke arah Lucas. Menelusurinya dengan tajam dan meneliti.

Inikah laki-laki yang dicintai Jihoon sampai rela mengorbankan segalanya?

Tiba-tiba pikiran jahat melintas di benaknya, apa yang akan diperbuat Lucas jika tiba-tiba dia mengungkapkan bahwa Jihoon sudah menjual tubuhnya kepadanya? Bahwa dia sudah berkali-kali meniduri tunangannya yang katanya dicintainya tadi?

"Jinyoung." Jungwoo bergumam ketika Jinyoung hanya menatap dan tidak bersuara.

Jinyoung lalu mendekat dan mengulurkan tangannya kepada Lucas. "Salam kenal, saya adalah atasan Jihoon di tempat kerjanya. Kebetulan kami eh cukup... akrab." sedikit senyum muncul di bibir Jinyoung ketika menyadari Jihoon dan Jungwoo tampak begitu cemas dengan kata-kata yang mungkin muncul dari bibirnya.

Lucas menerima jabatan tangan Jinyoung dan tersenyum tulus. "Terimakasih." meskipun Lucas sedikit bertanya-tanya kenapa tatapan Jinyoung seolah-olah ingin membunuhnya.

"Saya senang kondisi anda semakin membaik." gumam Jinyoung tenang, tapi terdengar seolah-olah mengatakan; 'kenapa kau tak mati saja biar semua jadi mudah?'

Jihoon mengernyit mendengar nada suara Jinyoung itu. Lelaki itu sama sekali tidak mencoba membuat suasana menjadi lebih mudah malah seolah-olah menantang Jihoon untuk mengakui sesuatu. Mengakui apa? Apakah Jinyoung ingin agar Jihoon mengakui segalanya di depan Lucas? Mengakui bahwa dia sudah menjual tubuhnya demi membiayai biaya operasi Lucas?

Jihoon akan mengakuinya, itu pasti, dia tidak mungkin membohongi Lucas. Lucas mungkin akan marah dan sedih, sedih karena Jihoon terpaksa melakukan semua itu demi dirinya. Lalu mungkin Lucas akan menyalahkan dirinya sendiri. Jihoon yakin Lucas pasti tidak akan meninggalkannya setelah mengetahui semuanya. Jihoon begitu mengenal Lucas hingga yakin akan hal itu, dia lelaki berpikiran terbuka.

Tetapi yang Jihoon takuti adalah Lucas akan semakin menyalahkan dirinya sendiri. Menyalahkan kondisinya yang tidak berdaya yang membuat Jihoon harus berjuang sendirian demi dirinya, dan Jihoon tidak mau Lucas mengalami itu semua, tidak di saat kondisi Lucas masih begitu rapuh dan ada di dalam proses pemulihan. Nanti, Jihoon pasti akan mengakui semuanya, tetapi tidak sekarang.

Karena itu dia langsung memelototi Jinyoung mengingatkan, memastikan Jinyoung melihat isyarat dalam matanya. Dan menggeram dalam hati ketika Jinyoung malahan tersenyum meremehkan.

"Dia adalah atasanku di tempat lamaku bekerja." jelas Jihoon cepat begitu melihat kebingungan di mata Lucas.

"Tempatmu sekarang bekerja, Jihoon. Kau masih bekerja di sana." sela Jinyoung tajam.

Jihoon ternganga mendengar bantahan Jinyoung itu, kehabisan kata-kata. Sementara lelaki itu tersenyum datar pada Lucas.

"Kami sempat mengalami sedikit kesalah pahaman. Saya menuduh Jihoon melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak dia lakukan. Tetapi saya sekarang sudah menyadari kesalahan saya." Jinyoung menatap Jihoon penuh arti. "Dan dengan rendah hati, saya meminta Jihoon kembali kepada saya."

Kata-kata itu diucapkan dengan datar dan santai, tapi entah kenapa arti yang tersirat di dalamnya membuat pipi Jihoon merona.

Jungwoo langsung berdehem memecah kecanggungan. "Bagus, kita akhirnya menyelesaikan segala kesalah pahaman." gumamnya ceria. "Nah sekarang aku ingin memeriksa kondisimu, Lucas."

"Aku tidak pernah merasa lebih baik dokter." Lucas tersenyum, perhatiannya teralih dari Jinyoung dan Jihoon.

"Dan akan lebih baik lagi. Aku yakin mengingat pesatnya kondisimu." Jungwoo tersenyum, lalu menatap Jihoon dan Jinyoung. "Kalian bisa keluar sebentar? Aku ingin memeriksa kondisi Lucas."

Dan dalam diam Jinyoung dan Jihoon melangkah keluar ruangan. Mereka masih berdiri diam di lorong ruang perawatan.

"Well, dia tampak sehat." gumam Jinyoung kemudian, menyandarkan tubuhnya di tembok dan menatap Jihoon tajam. Jihoon menganggukkan kepalanya. "Dia tidak akan bisa berjalan lagi kan?" sambung Jinyoung jahat.

Jihoon membelalakkan matanya mendengar kekejaman dalam suara Jinyoung. "Jinyoung! Jahat sekali kau!" mata Jihoon tampak berkaca-kaca. "Dokter Jungwoo bilang masih ada kesempatan bagi Lucas untuk sembuh. Dan aku percaya dia akan sembuh."

"Sampai berapa lama lagi Jihoon? Kau harus menunggu dalam waktu yang tak pasti lagi. Kenapa mencintai seseorang harus penuh pengorbanan seperti itu?" Jinyoung mendesis kesal. "Dan kata Jungwoo juga, dia mungkin tidak bisa berfungsi sebagai laki-laki normal..."

"Jinyoung!" Jihoon setengah berteriak, menghentikan kata-kata Jinyoung. Pipinya memerah mendengar ucapan Jinyoung yang begitu vulgar.

Jinyoung mengangkat bahunya tanpa rasa bersalah. "Aku cuma mengungkapkan apa yang dikatakan Jungwoo kepadaku." tiba-tiba dia mendekat dan merengkuh pundak Jihoon.

A Romantic Story About Jihoon - b.jy + p.jhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang