Bagian 12

2.4K 355 83
                                    

Double up yuhuuu

Happy Reading

------


Jihoon berlari, tanpa sadar melepaskan diri dari pelukan Jinyoung. Dia berlari dengan penuh air mata, ke kamar perawatan Lucas. Kerinduannya membuncah, rasa syukurnya tak tertahankan.

Ketika sampai di depan pintu perawatan nafasnya terengah, dia berhenti karena pintu itu masih di tutup rapat. Suster Jiyeon tergopoh-gopoh mengejarnya.

"Jihoon, jangan masuk dulu. Dokter baru menstabilkan kondisinya."

Penantian itu terasa begitu lama, sampai kemudian Jihoon diijinkan masuk, hanya lima menit untuk sekedar menengok Lucas. Setelah itu dokter harus mengevaluasi kondisi Lucas lagi.

Dadanya sesak tak tertahankan ketika mata itu balas menatapnya, mata yang selama ini terpejam, tertidur dalam damai, membuat Jihoon menanti. Mata itu sekarang terbuka, hidup, dan balas menatapnya.

"Lucas..." Suara Jihoon serak oleh emosi dan tangisnya meledak. Dia menghampiri tepi ranjang, ke arah Lucas yang masih terbaring, pucat dengan alat-alat penunjang kehidupan yang masih menopangnya, tapi hidup dan membuka mata.

Jihoon meraih tangan Lucas dan menciumnya, lalu menangis. "Lucas..."

Banyak yang ingin Jihoon ungkapkan. Dia ingin mengucap syukur karena Lucas akhirnya bangun, dia ingin merajuk karena Lucas memilih waktu yang begitu lama untuk terbangun, dia ingin menangis kuat-kuat, tapi semua emosi menyebabkan suaranya tercekat di tenggorokan.

Air mata tampak menetes dari pipi Lucas. Lelaki itu mencoba berbicara, tetapi tampak begitu susah payah.

"Stttt... kau tidak boleh bicara dulu." gumam Jihoon lembut, mencegah Lucas berusaha terlalu keras. "Mereka memasang selang di tenggorokanmu, untuk makanan. Kau koma selama kurang lebih dua tahun."

Mata Lucas menatap Jihoon, tampak tersiksa, dan dengan lembut Jihoon mengusap air mata di pipi Lucas.

"Nanti, setelah mereka yakin kondisimu membaik, mereka akan melepas selang itu dan kau akan bisa berbicara lagi. Tapi sekarang, kau cukup mengangguk atau menggeleng saja ya, sekarang..." Jihoon menelan ludah, menahan isak tangis yang dalam. "Sekarang kita harus mensyukuri karena kau akhirnya terbangun, ya?"

Lucas menganggukkan kepalanya, dan seulas senyum dengan susah payah muncul dari bibirnya.

"Sekarang istirahatlah dulu, dokter akan mengecek kondisimu lagi." bisik Jihoon lembut ketika melihat isyarat dari dokter yang menunggui mereka.

Ketika Jihoon akan beranjak, genggaman Lucas di tangannya menguat. Dengan lembut Jihoon menoleh dan memberikan senyuman penuh cinta kepada Lucas.

"Aku tidak akan kemana-mana. Aku harus menyingkir karena dokter akan memeriksamu lagi. Tapi aku tidak akan kemana-mana, aku akan berada di dekat sini sehingga saat kau butuh nanti aku akan langsung datang."

Pegangan Lucas mengendor, lelaki itu mau mengerti. Dengan lembut Jihoon mengecup dahi Lucas dan melangkah menjauh keluar ruangan perawatan. Air matanya mengucur dengan derasnya ketika dia melangkah menghampiri suster Jiyeon. Suster Jiyeon masih berdiri di sana dan Jihoon langsung berlari ke arahnya, menangis keras-keras.

"Dia sadar suster. Dia akhirnya sadar. Aku masih tak percaya, selama ini aku hampir kehilangan harapan. Mulai berpikir kalau Lucas memang tidak mau bangun, mulai berpikir kalau semua perjuanganku ini sia-sia. Tapi sekarang..." Jihoon terisak. "Aku tak percaya bahwa pada akhirnya dia sadar. Dia kembali dari tidur panjangnya, dia ada di sini untukku."

"Ini semua karena perjuanganmu Jihoon. Tuhan melihat keyakinanmu maka ia mengabulkannya." mata Suster Jiyeon juga berkaca-kaca, terharu melihat pasangan yang sudah hampir menjadi legenda karena kekuatan cintanya di rumah sakit ini, akhirnya akan berujung bahagia.

Tapi kemudian, Suster Jiyeon menyadari kehadiran Jinyoung di ujung ruangan, masih bersandar di pintu lorong ruang perawatan, dengan wajah tanpa ekspresi.

Dengan lembut dilepaskannya Jihoon dari pelukannya. "Eh mungkin aku harus pergi dulu Jihoon, mungkin masih ada hal-hal yang ingin kalian bicarakan?" Suster Jiyeon mengedikkan bahunya ke arah Jinyoung.

Baru saat itulah sejak pemberitahuan Suster Jiyeon tadi, Jihoon menyadari kehadiran Jinyoung di ruangan itu. Pipinya langsung memerah mengingat pernyataan cinta Jinyoung, sesaat sebelumnya. Tapi dia sungguh tidak bisa berkata apa-apa.

Setelah Suster Jiyeon meninggalkan ruangan itu, suasana menjadi canggung, dalam keheningan yang tidak menyenangkan.

"Dia sadar." gumam Jinyoung akhirnya, memecah keheningan. Jihoon menganggukkan kepalanya, belum mampu bersuara. Jinyoung tampak berpikir. "Kau bahagia?" tanyanya kemudian, lembut.

Jihoon mengernyitkan keningnya. Jinyoung telah berubah, menjadi sedikit lebih manusiawi, menjadi sedikit mudah disentuh. Jinyoung yang dulu tidak akan mungkin menanyakan itu padanya. Jinyoung yang dulu pasti akan langsung memaksa membawanya pulang tanpa peduli perasaan Jihoon.

"Ya, aku bahagia." seulas senyum kecil muncul di bibir Jihoon, membayangkan Lucas.

Jinyoung mengernyit melihat senyuman itu. Senyuman itu bagaikan pisau yang menusuk hatinya, senyuman yang diberikan Jihoon ketika membayangkan lelaki lain, ketika membayangkan Lucas.

"Bagus." gumamnya datar, kemudian menatap Jihoon lembut. "Mungkin kita harus melakukan pengaturan kembali dengan perkembangan yang mendadak ini. Tetapi aku tidak mau mengganggumu dulu, kau pasti ingin fokus dulu dengan kondisinya. Jadi kupikir aku akan kembali lagi saja nanti."

"Terima kasih Jinyoung." akhirnya Jihoon bisa berkata-kata, pelan.

Jinyoung tersenyum miring. "Aku meminta maaf, dan kau malah menjawabnya dengan ucapan terima kasih, Jihoon yang aneh." dengan hati-hati Jinyoung mendekat, lalu setelah yakin bahwa Jihoon tak akan menjauh, dia merengkuh Jihoon ke dalam pelukannya. "Ingat kata-kataku tadi." bisiknya lembut, lalu menunduk dan memberikan Jihoon sebuah ciuman yang singkat tetapi menggetarkan kepada Jihoon.

Dan pergilah Jinyoung, meninggalkan Jihoon yang masih berdiri terpaku, memegangi bibirnya yang terasa hangat, bekas ciuman Jinyoung.

A Romantic Story About Jihoon - b.jy + p.jhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang