Bagian 2

3.3K 360 118
                                    

"Kenapa dia harus repot-repot menyuruhku menemuinya sendiri hanya untuk mengambil payung? Dia kan bisa menyuruh office boy untuk mengembalikannya, atau jika dia tak sempat, dia kan bisa menyuruh sekertarisnya untuk mengurus payung itu. Apalagi dia kan orang yang sangat sibuk." Gumam Jihoon pada dirinya sendiri.

Gosip yang terdengar mengatakan bahwa Presdir Bae adalah workaholic sejati yang menghabiskan waktu 20 jam sehari untuk bekerja.

"Atau, kenapa tidak dia buang saja payung itu? Toh aku juga tak akan berani menagihnya." Gumam Jihoon sambil mengerutkan kening di dalam lift yang mengarah ke lantai 14, lantai khusus CEO mereka.

Ini kali kedua Jihoon ke ruangan ini, sungguh tak disangka, dua tahun bekerja disini Jihoon hampir tak pernah bertatapan langsung dengan sang pemimpin tertinggi yang diagung-agungkan itu. Tetapi sekarang, dua hari berturut-turut Jihoon dipanggil menghadap Presdir Bae.

Lift terbuka dan Jihoon dihadapkan pada ruang tunggu yang nyaman dan mewah. Sekertaris yang sama, wanita setengah baya yang terlihat kaku dan efisien itu menatap Jihoon dengan skeptis, sepertinya dia juga bertanya-tanya kenapa pegawai rendahan macam Jihoon sampai dua kali dipanggil menghadap langsung ke sang CEO, padahal setahunya sang Presdir hanya berkomunikasi dengan anggota direksi, manajer dan kepala bagian unit perusahaannya, itu pun lewat meeting resmi perusahaan dan melalui seleksi janji temu yang rumit.

"Presdir sudah ada di dalam, beliau sudah menunggumu. Aku sudah menginformasikan kedatanganmu lewat intercom dan beliau mempersilahkanmu untuk langsung masuk." gumam sekertaris itu dingin.

▪▪▪

Jinyoung baru saja menyelesaikan meeting penting dan dengan segera kembali ke ruangannya. Mengingat alasan yang membuat dia begitu terburu-buru kembali, membuatnya mengerutkan dahi. Dia sudah menelpon atasan Jihoon tadi pagi, menjelaskan alasan keterlambatan lelaki itu. Dan atasan Jihoon begitu kegirangan karena teleponnya, hingga seolah-olah tak peduli lagi kenapa Jihoon sampai terlambat.

Yah mungkin setidaknya lelaki itu akan berterimakasih, atau malah jengkel? Jinyoung tersenyum sinis. Mencoba menilik sifat lelaki itu, dan sepertinya Jihoon akan tambah jengkel dengannya.

Setelah dengan serius mempelajari berkas-berkas yang diantarkan bagian personalia padanya, Jinyoung termenung.

Lelaki mungil itu tidak berbohong, kedua orang tuanya memang telah meninggal dan alamat tempat tinggalnya memang terdaftar sebagai rumah kost. Bahkan lelaki mungil itu tidak mengisi nama saudara atau kerabat dekat yang bisa dihubungi.

"Aku tinggal sendirian." begitu ucapnya tadi.

Apakah lelaki mungil itu benar-benar sebatang kara seperti ceritanya. Kalau dia tanpa keluarga dan hanya tinggal di flat kecil, untuk apa dia meminjam uang sebesar 40 juta ke perusahaan yang harus di lunasi dengan memotong gajinya selama bertahun-tahun? Apakah dia sakit? Memikirkan kemungkinan itu, dada Jinyoung langsung merasa nyeri.

Tidak! Putusnya setelah termenung sejenak. Lelaki itu sehat, kalau tidak dia pasti tidak akan lolos seleksi test kesehatan yang sangat ketat untuk masuk ke perusahaan ini. Kalau begitu, dia pasti lelaki yang suka menghamburkan uangnya atau mungkin dia terlibat hutang yang sangat banyak?

Jinyoung menyimpulkan. Yeah, segalanya akan menjadi lebih mudah. Jinyoung rela memberikan uang sebanyak yang Jihoon mau asal Jihoon mau melayaninya. Ia sangat kaya, dan memiliki lelaki seperti Jihoon yang benar-benar memacu hasratnya memang layak diberi sedikit pengorbanan.

Lamunannya terhenti ketika intercom berbunyi memberitahukan kedatangan Jihoon.

Jinyoung menunggu penuh antisipasi, seperti seekor serigala yang menanti mangsanya. Dia punya penawaran bagus, dan jika lelaki itu seperti yang di duganya, Jihoon pasti tak akan mampu menolaknya.

A Romantic Story About Jihoon - b.jy + p.jhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang